Merdu

31 9 4
                                    

Hari ke-5

Hari ini hari Jum'at, hari dimana dilakukannya rutinitas sholat dhuha dan mengaji surah Al-waqi'ah bersama di masjid. Setiap yang sholat mendapatkan kupon, nanti akan dipinta kembali kuponnya. Jika tidak ada, maka akan kena hukuman. Hukumannya yaitu sepatu dan tasnya diambil, jika ingin dikembalikan harus nulis kata.

Oh ya saking asiknya menceritakan manusia menyebalkan itu aku sampai lupa memperkenalkan sekolahku.

Sekolahku yaitu Yayasan Pendidikan Pondok Pesantren Al-Hidayah. Sebuah sekolah yang terdiri dari mulai RA, MI, MTS, dan MA. Dan juga terdapat pesantren tahfidz.

Waktu zaman A Rahman, sekolah ini belum terkenal. Jadi, A Rahman memgambil sekolah yang lain. Yakni MA Dhiarurrahman. Dulu MA Dhiarurrahman sekolah yang menjadi favorite di daerahku. Sehingga A Rahman memilih sekolah di sana. Sekarang, MA Al-hidayah tak kalah dengan MA Dhiarurrahman. Lagipula Al-hidayah jaraknya lumayan dekat dari rumahku. Sehingga mengirit biaya ongkos.

Aku berjalan beriringan bersama Khalifa. Khalifa menceritakan tentang kelasnya. Katanya, kelasnya sangat berisik, banyak murid bandel, dan lain-lain. Dia tidak tahu saja, kelasku juga sangat absurd. Ingin sekali sekelas lagi bersama Khalifa, tetapi peraturan tetap peraturan. Tidak boleh pindah kelas, itu sudah mutlak. Ada untungnya sih, Arkan tidak akan pindah kelas, dan aku pun. Sehingga kami selalu sekelas. Emmm. Tetapi di kelas juga ada Rafidan. Sosok menyebalkan yang akan terus menjadi teman sekelasku ke depannya. Eh tapi kenapa malah jadi Rafidan yang berada di bayanganku?

"Hush!" Aku mengibaskan tangan. Bertujuan mengusir wajah Rafidan dari bayang-bayangku.

'Dosa Ayesh dosa!' batinku kesal. Mau bagaimanapun memikirkan lawan jenis itu tidak boleh bukan?

"Kenapa Al?" tanya Khalifa.

"Hah?"

"Kebiasaan! Hah-hah-hah!" omel Khalifa---Sahabat terbaikku.

Nama lengkapnya Siti Nurkhalifah. Sahabat pertama yang sangat mengerti aku. Baru kali ini punya sahabat yang sangat mengerti apa maunya dan gak sukanya aku, ya walaupun gak sepenuhnya, karena yang paling mengerti diriku ya diriku sendiri. Dia itu selalu sabar kalau aku sudah nge-gas, selalu sabar kalau aku lagi badmood, selalu sabar kalau dia sedang curhat panjang lebar, aku cuma ngangguk-ngangguk, intinya dia sangat sabar. Dia itu sedikit cerewet,-eh tidak tapi banyak, dan dia jiwa laki-laki berhati takoyaki---lembek. Yep, dia kuat dan hobby jago bermain futsal, bahkan bercita-cita ingin menjadi pemain bola, namun ia mengerti perempuan tidak seharusnya menjadi pemain bola. Tetapi ia lembek jika sudah masalah perasaan. Tidak mau panjang lebar ah nanti dia hidungnya membesar kalau baca ini.

"Kenapa sih? Cerita dong cerita!"

"Gaaakkkkkk."

"Cerita!"

"Udah ah udah nyampe, byeee princess ke kelas duluaaaan!" teriakku langsung bergegas ke kelasku. Kelasku dan Khalifa berdampingan. Jadi, akulah yang sampai duluan dibandingkan Khalifa.

"AMIT-AMIITTT!" teriak Khalifa tak terima mungkin, kalau aku princess hahaha.

Aku terkejut, di ambang pintu ada manusia aneh lagi, siapa lagi kalau bukan Rafidan. Apa dia mau menjadi penunggu pintu? Apakah tidak ada yang lain? Yang lebih keren gitu. Seperti penunggu gerbang sekolah misalnya. Tetapi sama saja. Dia tersenyum. Apa-apaan?

"Misi!"

Dia keluar dari ambang pintu. Ia membungkuk, mempersilahkan aku masuk bak putri di kerajaan.

"Silahkan masuk tuan Putri," ucapnya dengan seutas senyuman.

Blush!

Ya Allah kuatkan hati ini. Jangan sampai terjerumus ke dalam rayuan gombal manusia playboy cap badak ini. Aamiin....

Aku kuat, aku strong, aku tidak boleh baper. Aku harus menjaga hati ini. Aku tidak boleh terjurumus rayuan manusia cap badak ini.

Aku masuk ke dalam kelas tidak peduli dengan raut wajahku yang sangat ingin senyum-senyum tidak jelas.

Mata pelajaran hari ini adalah Al-Qur'an hadist. Sang ketua kelas koplak alias Rafidan menyiapkan do'a dan juga menyudahkan do'a.

Pak Ghani langsung memerintahkan sekretaris untuk menulis di depan. Aku pun menyanggupinya. Bab pertama yang dipelajari di kelas 12 ini yakni, 'membudayakan hidup sederhana dan menyantuni Dlu'afa'.

Setelah menulis aku duduk kembali di kursiku, lalu menulis di buku apa yang aku tulis di depan. Ini dia yang membuat aku malas menjadi sekretaris, menulis menjadi double. Walaupun bisa saja aku tidak perlu menulis lagi. Tetapi, kalau aku tidak nulis. Mau belajar pakai apa aku kalau ulangan?

Beberapa waktu lamanya, Pak Ghani menjelaskan materi pada bab pertama ini, semuanya mendengarkan dengan seksama. Tumben kelas ini hening. Ingin seperti ini terus, tetapi sepertinya tidak mungkin. Kecuali jika pelajaran Pak Ruslan.

"Rafidan, coba baca ayat ini!" Pak Ghani menunjuk ayat yang terdapat di papan tulis.

Rafidan mulai bersuara. "Bismillahirrahmanirrahim...." Rafidan membaca Al-Qur'an Surah Al-Isra' ayat 26 sampai 27. Karena ayat tersebutlah yang sedang dibahas pada bab ini.

Mau tahu suaranya bagaimana?

Untuk kali ini aku benar-benar takjub. Suaranya merdu. Aku tidak bohong, sampai-sampai....

"Suaranya Rafidan bagus ya," ucap Nur kepadaku.

Lihat! Nur saja memujinya! Nur yang pendiam alias jarang bicara saja, berani angkat suara hanya untuk memuji suara Rafidan.

"Rafidan itu sudah hafal 9 juz," ucap Amanda yang tiba-tiba membalikkan badan ke belakang.

Haaaahhh?

Aku melongo.

Masya Allah.

Sungguh aku tidak menyangka. Ternyata benar, melihat orang jangan lihat dari luarnya saja. Rafidan contohnya, walaupun ia tidak jelas, tetapi ia sudah memiliki hafalan yang banyak.

'Kenapa tiba-tiba jantungku berdetak tak karuan?'

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Huaaaaaaaa cuma ngingetin jangan jatuh cinta sama Idaaaan wkwkwk. jangan lupa vote dan comen sebanyak-banyaknyaAAAAAA 💕

Diary Cinta Alesha [END]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang