Hari ke-2
Guru mata pelajaran kelima datang. Ia bernama Pak Ruslan guru matematika yang terkenal killer seantero sekolah. Rata-rata semua murid takut kepada beliau, termasuk aku. Padahal dahulu aku merupakan murid olimpiade matematika yang diajar oleh beliau. Tetapi, rasa takut itu tetap masih ada sampai saat ini. Aura Pak Ruslan selalu membuat aku sakit perut, karena nerves.
Pak Ruslan akan banyak muncul dalam kisah yang kutulis ini. Karena kenangan bersamanya, kebanyakan ketika pelajaran Pak Ruslan berlangsung.
Pak Ruslan memiliki tubuh tinggi, sedikit gemuk, selalu memakai peci, dan yang paling khas adalah memiliki tatapan mata yang tajam, tetapi jika mendapatkan senyuman dari beliau, itu anugerah. Karena Pak Ruslan jarang sekali tersenyum. Itu dari segi fisik. Dari segi sikap, ia humoris, lelucon yang keluar dari mulut dia selalu berhasil membuat aku tertawa ngakak. Lalu kenapa terkenal killer? Karena jika ia sudah serius, dan jika ada yang membuat kesalahan, Pak Ruslan akan memarahinya dengan sangat keras.
Aku sendiri lebih menyukai guru yang tegas, karena jika gurunya tegas. Murid tidak akan ngelunjak. Biasanya jika gurunya terlalu baik, murid akan berlaku seenaknya. Itu menurutku, entah menurut orang lain. Pendapat orang pasti berbeda-beda.
Setelah membahas matematika dasar ketika kelas 10 dan 11. Beliau berkata. "Nih Alesha ini murid Bapak. Dia pernah ikut olimpiade matematika, yang ngajar Bapak. Huh dia sudah habis sama Bapak! Tanya aja, sama dia. Benar tidak Al?" tanya beliau sembari menunjuk aku yang masih duduk di bangku depan bersama Amanda. Karena Hanna masih menjadi panitia MPLS.
Aku bingung harus jawab apa, yang aku lakukan hanya tersenyum. Dan dibalas tertawa oleh Pak Ruslan. Maksud 'habis' di sini ialah. Habis dimarahi oleh beliau. Ya memang benar, aku diajar oleh beliau dengan keras.
Tetapi Umiku pernah berkata. "Demi ilmu. Memang sudah seharusnya untuk mendapatkan ilmu itu perlu berjuang. Berjuang terus Ay, ilmu Pak Ruslan itu banyak, ini kesempatan untuk kamu mendapatkan ilmu dari Pak Ruslan. Sekarang memang kamu merasa sakit, tetapi kesananya kamu akan enak."
Dan benar apa yang dikatakan Umi. Sekarang aku enak, orang lain belum mengerti aku sudah paham duluan. Bahkan setiap ada soal, selalu aku yang sudah selesai lebih dulu. Pak Ruslan berbeda dari guru matematika lain, cara yang dia punya bahkan tidak ada di buku paket. Cara menyelesaikan persoalan dari Pak Ruslan lebih praktis dan mudah dipahami, beliau juga jika mengajar tidak pernah membawa buku paket. Ia selalu membuat soal sendiri.
Kesimpulan dari ucapan Umi adalah untuk mendapatkan ilmu itu butuh perjuangan. Tetapi, jika sudah mendapatkannya kita akan merasakan hasil dari perjuangan itu sendiri.
Umiku motivasi terbesarku.
Tak terasa waktu pelajaran Pak Ruslan sudah habis. Ketika Pak Ruslan sudah meninggalkan kelas. Semuanya ramai. Padahal tadi ketika ada Pak Ruslan, keadaan kelas hening.
"Pak Ruslan ternyata lucu ya! Hahaha!"
Sudah aku katakan bahwa Pak Ruslan memang lucu sebenarnya. Hanya saja sifat humorisnya itu tertutupi oleh sifat killer-nya ketika ia sudah emosi.
Rata-rata teman sekelasku sudah keluar kelas. Sedangkan aku masih sibuk memasukkan alat tulisku ke tas. Di belakang ada Rafidan yang sedang menatapku. Aku bergidik ngeri, aku alihkan pandanganku. Sieun.
"Ay!"
'Apa? Ay? Tahu darimana dia sebutan namaku di rumah?' batinku bermonolog. Ah mungkin hanya kebetulan, pikirku saat itu.
"Manggil aku?" tanyaku pada akhirnya. Walau sebenarnya aku malas berbicara dengan dia.
"Iyalah!"
"Kenapa panggilnya Ay? Bukan Al?"
"Idan lebih suka panggil Ay! Ay itu kan ada kelanjutannya."
"Apa?"
"Ay-yang beb hehe." Dia tertawa. Dia pikir itu lucu? Hilih. Untung saja hanya tinggal beberapa orang di dalam kelas. Itu pun mereka sedang sibuk piket. Sehingga tidak mendengar apa yang diucapkan makhluk yang bernama Rafidan itu.
Dia berjalan ke arah ku yang baru saja menggendong ransel berwarna navy-ku.
"Khusus untuk Ayesh, panggil aku Idan. Dan khusus untuk Idan panggil kamu Ayesh. Soalnya kalau disingkat nama kita lucu. Ayidan." Ia tersenyum, senyuman yang membuat aku muak. Tetapi gak jadi muaknya, karena ternyata senyumannya manis. Eh gak jadi dia sepet.
"Apa sih."
"Ayesh pulang?" Entah ada inisiatif darimana ia memanggilku dengan sebutan 'Ayesh'.
"Panggil Alesha aja," ucapku agak keberatan. Soalnya panggilan Ayesh khusus untuk di rumah dan orang terdekat saja.
"Idan lebih suka panggil Ayesh."
"Alesha aja."
"Ayesh!"
"Alesha!"
"AYEEEESH!"
Dia malah semakin menjadi-jadi, membuat aku ingin menendangnya saat itu juga. Tapi apalah daya, kasihan.
"Alesha Aja Rafidan!"
"Eh eh tau nama Idan nih cie," ucapnya sambil tersenyum tengil.
"Ya iyalah!"
"Aciee seneng banget Idan, ya ampun terhura banget Aa Idan," kata dia lagi sembari berlagak menghapus air matanya. Padahal sama sekali tidak ada air matanya.
"Bodo amat Juneddd!" teriakku dengan menghentakkan kaki saking kesalnya.
"Eh padahal tadi udah bener lo Rafidan, kok jadi Juned? Kasian dong Umma-nya Idan harus bagi-bagi bubur merah bubur putih kalau ganti nama," ucap Rafidan dengan wajah sok polosnya.
"Serah sia lah! Sabodo teuing!"
(Terserah kamu! Bodo amat!)
"AYESSSSHHH!" teriak Rafidan ketika aku baru saja hendak melangkahkan kaki.
Aku melotot, "Alesha!"
"Ayesh aja khusus untuk Idan," ucap dia nyengir.
"Ter-se-rah!"
"Mau pulang?" tanyanya lagi.
"Yaiyalah masa nginep," jawabku jutek.
"Rumah Ayesh dimana?"
"Di komplek."
"Oh deket dong. Naik apa?"
"Naik sendal!" Aku pergi meninggalkan dia. Namun baru saja di ambang pintu kelas. Dia kembali berkata. Ya memang aku jalan kaki, karena sekolahku tidak terlalu jauh dari rumah. Kemarin, aku minta anter A Rahman karena sudah kesiangan saja.
"Hati-hati!" ucapnya dengan senyuman yang membuat aku sedikit salah tingkah. Senyuman dia itu manis, walaupun orangnya gak ada manis-manisnya. Sepet sih iya.
Bruk
Aku menabrak pintu.
Aku menengok ke belakang, dia menertawaiku. Sial, aku malu sekali.
Tak usah tanyakan kenapa dia tidak pulang. Karena di sekolahku ini ada pesantrennya. Dan dia mondok di sini. Dia santri asal dari Jakarta. Aku tahu tentangnya bukan karena stalking, tetapi karena dia pernah menjadi mantan teman sekelasku ketika aku kelas 10. Desas desus tentang dia, bahwa dia itu playboy. Dan dia terkenal santri yang paling bandel. Aku hanya berharap semoga aku tidak terjerumus oleh rayuan dia. Aamiin....
.
.
.
.
.
.
.Lanjut gak? Nah sejauh ini bagaimana sifat Rafidan dan Alesha yang kamu kenal? Wkwk
Rencananya aku mau up 5 bab pertama aja dulu hehew kalau udah rame baru deeehhhhhh aku up kelanjutannya.
Makanyyyaaa rameinnnn😭✊
Komen apa kek elaaahhhh pembacaku yang cantik kiw😏
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Cinta Alesha [END]✔️
HumorKisah dua anak remaja yang memiliki karakter berlawanan. Alesha---cewek cuek, jutek, mageran, dan kebanggaan guru. Dengan Rafidan---cowok petakilan, bawel, biang onar, tukang modus, sering bermasalah dengan guru dan yang pasti selalu banyak cara mem...