Selamat menikmati kisah para pemuda penghuni lantai 2 kos 20. Semoga kalian bisa terhibur dan tidak merasa sendiri di dunia ini<3
Now playing :
-Diary Depresiku—Last Child-Mahatma Dirgantara, salah satu mahasiswa kedokteran di universitas ternama. Yang setiap hari tidak pernah ada kata libur dalam belajar.
Kegiatan di kelasnya kali ini yaitu masuk ke laboratorium dan diberi tugas menyusun laporan. Ini sudah menjadi makanan mereka setiap waktu. Apalagi sudah menginjak semester 5.Semester horror, katanya.
Dirga yang telah selesai lantas membuka sarung tangan serta jas lab dan memasukkannya ke dalam tas. Beberapa temannya yang lain juga sudah selesai dan tengah merapikan isi tas mereka. Ada juga yang sudah berlalu meninggalkan ruang kelas.
"Lo kosong gak hari ini? Atau lo ada jadwal gantiin pak Ardi di kelas lain?" Tanya laki-laki yang terdapat nama di jas lab nya, Adrian Alviano.
Selain menjadi mahasiswa di kampus, Dirga juga menjadi asisten dosen. Berkat kecerdasannya ia ditawarkan oleh salah satu dosen yang pernah mengajar di kelasnya untuk menjadi asistennya. Dan sekarang hampir satu tahun Dirga menjalani profesinya itu dengan sangat baik.
"Kenapa?" Tanya Dirga.
"Anak-anak cowok di kelas ngajak nongkrong di tempatnya Putra. Join lah, Ga!" Ajak Rian.
Dirga kemudian menggendong tasnya di bahu kiri. Kepalanya menggeleng pelan. Pertanda ia menolak ajakan Rian lagi. Iya, lagi.
"Lo sama sekali enggak pernah terima ajakan gua. Alasan lo kalau enggak capek, ada jadwal ngajar, kerja tugas, sibuk. Ayo lah, kita nikmati waktu yang masih ada. Belum tentu selesai wisuda kita bakalan ketemu lagi," Rian belum putus asa mengajak Dirga.
"Gua enggak bisa, Yan. Lo sama yang lain aja," balas Dirga lalu berjalan mendahului Rian.
Semenjak menginjakkan kaki di kampus ini, Dirga tidak pernah terlihat dalam acara bersama teman sekelas mau pun seangkatannya. Menjadi mahasiswa kupu-kupu sudah menjadi pilihannya sejak awal. Lagipula, kesenangan seperti apa lagi yang ia cari?
Di kos 20, anak-anak penghuni lantai 2 sudah cukup menghiburnya dari dunia yang melelahkan ini. Organisasi prodi maupun kampus Dirga tidak berminat untuk mengikutinya. Padahal beberapa kakak tingkat bahkan bang Agum sempat menyarankan untuk masuk.
Pukul 4 sore, Dirga sudah meninggalkan kampus dan kembali ke kos menggunakan sepeda motor. Baru saja menginjakkan kaki di lantai dua matanya sudah tertuju pada kamar nomor 12, kamar Tihan.
Ia segera mempercepat langkahnya dan ikut berkerumun bersama dengan Agum, Eja, serta Sadam. "Tihan kenapa, bang?" Tanya Dirga sedikit panik kepada Agum.
"Tadi dia muntah-muntah, terus menggigil kayak gini," jelas Agum. Dirga segera mendekati tubuh Tihan. Ia segera mengangkat setengah baju pemuda itu.
"Bang, jangan cabulin gua. Gua masih doyan cewek, bang," tegur Tihan di sela-sela ringisannya.
"Diam! Gua cuman cek tubuh lo. Gak ada yang minat sama tubuh kerempeng lo itu," sinis Dirga yang membuat Eja, Sadam serta Agum menahan ledakan ketawanya.
"Mana ada gua kerempeng, bang!" Tegur Tihan.
Tubuh Tihan termasuk ideal. Tidak terlalu kurus maupun gemuk. Tubuhnya yang tinggi juga menjadi penunjang penampilannya.Dirga tidak memperdulikan ucapan Tihan, lantas mengecek di beberapa bagian tubuh laki-laki tersebut. Entah itu denyut nadinya, perut, kening dan kulit. Sementara yang lainnya hanya sibuk memperhatikan dan menyerahkan ini pada Dirga yang lebih paham akan ilmu medis.