Selamat menikmati kisah para pemuda penghuni lantai 2 kos 20. Semoga kalian bisa terhibur dan tidak merasa sendiri di dunia ini<3
Now playing :
The Only Exception-Paramore"Papah tidak pernah menyangka, pertemuan keluarga pada malam itu harus berakhir tidak menyenangkan. Dan kalian—"
"Mereka pantas mendapatkan itu, pah," sambar Theo dengan cepat. "Aku masih ingat kok, waktu kecil kita bertiga selalu dibanding-bandingkan di depan keluarga besar papah. Opa selalu bilang kalau pertemuan itu untuk mengeratkan tali persaudaraan kita. Tapi apa?"
"Hanya ada ajang adu prestasi, kekuasaan, kehidupan elite dan kekayaan yang Theo lihat," ujar Theo.
Tara menghela nafas panjang. Tidak ada yang salah sedikit pun dari ucapan putra sulungnya ini. Keluarganya tidak pernah sama sekali membahas tentang hal sederhana baik itu keseharian mereka, atau pembahasan yang membuat mereka semakin erat. Hanya tentang bisnis, bisnis dan bisnis yang selalu menjadi topik utama. Terutama ayahnya dan kakak pertamanya, Bara.
"Kita bersyukur papah tidak pernah memasuki dan menyentuh bisnis yang di jalankan oleh Opa, om Bara serta saudara papah yang lainnya. Walaupun kita bertiga setiap hari dibuat was-was dan khawatir dengan kabar papah yang tidak aman setiap saat," lanjut Theo. Semburat kekhawatiran itu tercetak jelas di wajahnya.
"Tsania selalu bersyukur, pah. Karena di antara papah bersaudara, hanya papah yang cukup waras," sarkas Tsania tulus dari hatinya. Theo berdecak malas. Sementara Tara dan istri disebelahnya ikut tertawa.
Mulut Tsania memang tidak di desain untuk mengucapkan kalimat yang manis. Tapi jujur, ada perasaan senang dan bangga saat ia mengucapkan kalimat tadi.
"Kalian tenang aja. Papah kalian ini kuat. Pejuang seperti dia tidak akan mudah di kalahkan begitu saja," ucap perempuan di sebelah Tara, Indah istrinya.
Usia pernikahan mereka baru menginjak 2 tahun. Tara menikahi Indah setelah tiga tahun kematian istrinya.
Seorang pemuda datang menghampiri mereka berempat dengan membawa kue berserta lilin di tangannya. Dia adalah Tihan. Theo, Tsania, Indah serempak bernyanyi untuk ikut memeriahkan ulang tahun Tara hari ini. Setelah di interupsi, Tara segera meniup lilin tersebut. Dilanjut dengan memotong kue dan menyuapkan satu persatu ke mulut anak dan istrinya itu.
"Selamat ulang tahun, pah. Theo bangga punya papah kayak papah. Tetap jadi panutan untuk Theo, ya," ujar Theo di samping telinga Tara lalu melepas pelukannya.
Tara mengangguk lalu menyambut pelukan putri kesayangannya dan satu-satunya. "Panjang umur, pah. Selalu hati-hati dimana pun papah berada. Karena Tsania tau, pekerjaan papah itu berbahaya. Selain menjaga bangsa dan warga sipil, papah juga harus ingat untuk menjaga diri papa sendiri."
"Iya, sayang. Papah akan selalu ingat pesan kamu. Dan papah janji, papah akan selalu pulang bersama raga papah yang utuh. Bukan hanya nama," tegas Tara mengusap bagian belakang kepala putrinya itu.
Setelahnya mereka kemudian duduk dan menikmati beberapa hidangan di meja restoran tersebut.
"Hari ini, aku dan Tsania akan kembali ke negara masing-masing. Waktu libur kuliah kami berdua akan segera berakhir," ucap Theo memberi tahu.
"Yahh.... Cepat banget. Gak bisa minggu depan aja?" Tawar Tihan.
"Yeuh, lo kira kampus gua milik papa, bisa seenak jidat libur," semprot Tsania.
Tara mengangguk paham. Sejak awal mereka bertiga hadir di dunia ini, ia selalu percaya bahwa kehidupan ketiga anaknya bukanlah sepenuhnya miliknya. Sebagai seorang papa, Tara hanya mau anak-anaknya tumbuh sesuai dan semestinya tanpa ada paksaan. Walaupun jauh dari lubuk hatinya, ia menginginkan salah satu anaknya untuk mengikuti jejaknya.