Selamat menikmati kisah para pemuda penghuni lantai 2 kos 20. Semoga kalian bisa terhibur dan tidak merasa sendiri di dunia ini<3
Now Playing
Menyesal-Ressa Herlambang"Woi itu kursinya susun yang bener, dong!!"
"WOI, TOLONGIN, WOI!! SPANDUKNYA TERBANG! BANG, TOLONGIN, BANG!"
"Kerjanya yang bener kenapa, jangan tantrum dulu!"
"AWH, SAKIT BANGET, ANJIR!! TANGAN GUA KENA PALU!!"
"Mejanya susun yang rapi, kasih jarak juga biar ada space buat orang lewat."
"Bumbunya udah pas ini, enak juga. Tinggal foto katalog aja, biar bisa dipromosiin di internet."
"HAHAHA, Lo cuman disuruh nge-cat. Bukan disuruh cosplay joker, bang!''
Satu minggu berlalu anak-anak lantai 2 kost 20 disibukkan dengan pembuatan gerai usaha mereka, yang terletak di halaman depan kost. Tak jarang juga pak Burhan selaku pemilik kost tersebut ikut turun tangan memandori mereka. Ia senang dengan ide usaha tersebut, dan memberikan izin selama itu tidak mengganggu kenyamanan penghuni lain.
Hari ini sudah ramai akan pengunjung di gerai mereka. Sepuluh pemuda yang sama-sama memakai apron berwarna cokelat itu, berdiri dari kejauhan sambil memandangi papan besar berbentuk bulat berwarna kuning bertuliskan nama usaha mereka.
TBC, nama yang mereka pilih dan hasil pemungutan suara. Tulisan tersebut terpampang dengan sangat besar di sana, dan beberapa pengunjung juga sudah mengenal nama tersebut. Di bawah tulisan TBC, terdapat tulisan kepanjangan dari TBC. Ten Boarding Children.
Mengambil nama tersebut dari jumlah mereka yang sepuluh orang, dan tinggal di kost 20. di hari peresmian, mereka mengundang teman-teman terdekat mereka. Dan banyak juga warga-warga lokal dan pejalan kaki yang mampir ke gerai mereka.
"Huh, capek juga melayani pembeli," keluh Tihan lalu mendudukkan dirinya.
"Yeuh, dia yang ngusulin, dia juga yang ngeluh," komentar Sadam, berkacak pinggang.
"Gua enggak expect aja, yang datang bakalan sebanyak ini."
Deden mengangguk setuju dengan ucapan Tihan. "Sama. Padahal kita-kita ngundangnya teman-teman kampus doang. Itu pun enggak semua."
"Lo lupa, pengagum manusia yang satu ini ada di mana-mana?" Galang merangkul bahu Dirga.
Ah, betul juga. Semalam itu mereka semua serempak menyebar brosur di sosial media masing-masing untuk promosi. Dan di antara mereka semua, follower Dirga lah yang paling banyak. Terbukti saat datang, mereka semua langsung mendekat dan melakukan apa pun yang mampu menarik perhatian Dirga.
"Gua berharap orang yang datang di gerai ini bukan karena gue, tapi karena kualitas rasa dan pelayanannya yang bagus," balas Dirga, santai.
Mereka semua mengangguk setuju. "Gua cuma mau pesan sama kalian semua, di sini kerja sama kita yang dibutuhkan. Kalau ada salah satu di antara kita yang merasa kurang dengan anggota lainnya, gua mohon untuk bicarakan segera. Jangan di pendam!"
"Gua enggak mau, usaha kita buat rintis usaha ini jadi sia-sia. Bahkan berdampak sama persahabatan kita," kata Eros, menatap mereka semua satu persatu.
Galang menepuk pundak Eja. "Lo leader di usaha ini. Kita bakalan ikutin semua perintah lo. Jangan sungkan untuk kasih tau kita semua kalau ada yang menurut lo kurang."
"Betul, Ja. Kita percayakan ini sama kau. Dan ketika di gerai, jangan kau pandang aku sebagai abang yang harus kau takuti," timpal Agum.
Eja mengangguk. Dalam hatinya ia sudah bertekad untuk memajukan gerai ini bagaimana pun nanti caranya. Bukan hanya dirinya saja yang bergantung pada penghasilan gerai TBC. Melainkan beberapa anak lantai 2, walaupun mereka tidak mengungkapkannya secara langsung. Selain itu, ada kepercayaan Tihan yang Eja harus jaga. Laki-laki itu sangat menolongnya dari dulu hingga sekarang tanpa memikirkan dirinya sendiri.