Selamat menikmati kisah para pemuda penghuni lantai 2 kos 20. Semoga kalian bisa terhibur dan tidak merasa sendiri di dunia ini<3
Now playing :
I'll Never Love Again-Lady GagaSebuah kebahagiaan besar yang Tihan dapatkan ketika ia dikirimkan pesan oleh tante Tiana perihal suaminya yang telah sadar. Tanpa berlama-lama, Tihan langsung menancapkan gas motornya menuju rumah sakit dan menemui mereka semua. Di sana, Tito sudah terbangun dan terharu melihat kedatangan Tihan.
Perihal kesehatan beliau memang sangat menurun mengingat umurnya yang sudah tidak muda lagi. Beliau juga telah lama pensiun dari pekerjaannya dan hanya menikmati semua hasil jerih payahnya. Anak-anak dan istri om Tito mengucapkan banyak sekali rasa syukur sebab mereka masih bisa diberikan kesempatan untuk berkumpul lagi bersama. Kekhawatiran, cemas, dan perasaan campur sudah pupus begitu saja digantikan dengan senyum ceria yang terus terbit.
Tihan tidak ingin mengganggu kebahagiaan mereka, ia melangkah keluar dari ruangan tersebut dan berencana akan ke ruangan Dirga saja. Kebetulan laki-laki itu memilik jadwal berjaga hari ini.
"Tihan, tunggu!!" Langkah Tihan terhenti dan langsung membalikkan tubuhnya ke arah seseorang yang memanggilnya.
"Eh, Faiz. Lo kapan datangnya? Mending lo masuk, om Tito udah siuman loh," ujar Tihan memberitahu.
"Kita bisa bicara sebentar? Ada yang perlu gua omongin," Faiz menghiraukan ucapan Tihan.
Sementara Tihan sedikit heran dengan tingkah laki-laki di hadapannya ini. Namun segera ia mengangguk. Keduanya memilih taman yang berada di rumah sakit tersebut. Di sekitarnya banyak pasien yang sedang duduk di kursi roda atau pun duduk di bangku untuk menghirup udara segar.
Dua laki-laki itu duduk terdiam dan larut dalam hening. Faiz yang mengajak untuk Tihan mengobrol pun seakan kehilangan kata-katanya untuk memulai pembicaraan mereka berdua.
Tihan melirik ke arah Faiz, guratan kesedihan begitu terpancar di wajahnya. Tihan tidak tau apa kiranya yang membuat laki-laki ini lebih dulu ingin mengobrol dengannya dibandingkan bertemu dulu dengan ayah Hanin.
"Gua putus sama Hanin."
Kerah kemeja Faiz langsung ditarik kasar oleh Tihan. Sorot matanya menatap nyalang kedua mata Faiz. Perihal Hanin, memang reaksi Tihan tidak akan pernah biasa-biasa saja.
"Lo apain dia, hah?! Jangan bilang lo nyakitin dia," Faiz menggeleng.
"Dengerin gua dulu," Faiz berusaha untuk tetap tenang. "Gua yang putusin dia."
"Gua mengaku kalah sama lo, Han," lirih Faiz.
Tihan yang tersadar kemudian melepaskan kerah kemeja Faiz.
"Gua?" Tanyanya.
Faiz mengangguk lemah sambil tertunduk lesu. Inilah alasannya mengapa ia tidak ingin masuk ke dalam ruangan om Tito tadi. Ia takut jika kembali bertemu dengan Hanin dan keluarganya. Akan menjadi tanda tanya jika ia kembali hadir dan berdiri di antara mereka setelah tidak ada lagi hubungan dengan Hanin.
"Asal lo tau, Han, sekian tahun gua jalanin hubungan gua sama Hanin itu rasanya hambar banget. Setiap gua jalan sama dia, setiap gua tatap mata dia, menggenggam tangan dia, memeluk dia, gua selalu merasa bahwa cuman raga dia yang ada sama gua. Tetapi seluruh pikiran Hanin sepenuhnya hanya tertuju pada lo." Tihan terdiam.
"Gua selalu egois, gua memaksa mempertahankan hubungan ini padahal gua tahu, cuman gua yang cinta. Hanin enggak. Setiap saat gua meyakinkan diri gua sendiri bahwa suatu saat Hanin bisa menatap mata gua dengan penuh cinta, memperlakukan gua sesuai apa yang gua harapkan. Tapi sampai detik ini, itu hanya menjadi mimpi yang panjang."