Selamat menikmati kisah para pemuda penghuni lantai 2 kos 20 . Semoga kalian bisa terhibur dan tidak merasa sendiri di dunia ini<3
Now playing :
On Bended knee-Boys II Men
Cinta itu banyak bentuknya. Tapi kadang manusia salah mengartikannya. Memberikan standar cintanya kepada orang lain, namun orang yang dituju salah menangkap maksudnya. Tapi apakah dengan seperti itu, kita lantas menyerah akan cinta? Tidak perlu. Suatu saat cintamu akan pasti menemukan tempatnya dan dengan waktu yang tepat pula.
"Kak Alin sudah ku anggap sebagai kakak aku sendiri...." Laki-laki yang masih mengenakan baju pramuka berwarna cokelat itu menatap wajah Alin dengan tatapan sendu. "Aku enggak mungkin bohongin kakak dengan semua cerita aku."
"Aku selalu ingin lihat kak Alin, kak Indira, Hanin itu selalu bahagia, walaupun dengan hal sederhana. Makanya aku gak mau kalau kak Alin dekat atau bahkan menjalin hubungan dengan orang yang problematik, orang yang gak bisa kak Alin bahagia," tutur Tihan dengan lembut.
"Tapi Daniel juga baik, Han. Dan kamu tau 'kan baru kali ini aku bisa seyakin ini sama orang lain. Dia bisa bikin aku percaya bahwa dia yang terbaik buat aku. Dan gak mudah untuk memutuskan hubungan yang udah berjalan selama ini," balas Alin dengan suara yang bergetar.
"Aku paham hal itu, kak. Tapi.... Dengan terus bertahan dengan hubungan kalian berdua, kak Alin cuman bisa terus menerus disakiti. Dan yang paling menyakitkannya, kak Alin bukan satu-satunya di hidup Daniel." Sungguh, hati Alin seakan begitu teriris mendengarnya.
Namun, bagaimana bisa Alin percaya dengan ucapan Tihan. Sementara selama ini, tutur baik Daniel, perlakuan manis, dan segala usaha Daniel begitu nyata di hadapan Alin. Walaupun beberapa minggu belakangan ini keduanya sering berdebat, namun Alin sungguh tidak pernah berpikir kesana.
Di matanya Daniel sosok yang baik. Permasalahan hubungan mereka itu mungkin hanyalah sebuah bumbu dari perjalanan mereka. Alin menggeleng, menepis semua pikiran buruk tentang kekasihnya itu. "Dia enggak mungkin lakuin itu, Han. Aku kenal dia sudah lama. Dan stop untuk menjelekkan nama dia, Han. Dia tetap keluarga kamu. Di dalam diri kalian masih mengalir darah yang sama."
"Aku berbicara fakta, kak..." Yang Tihan takutkan akhirnya terjadi. Alin tutup mata dengan semua fakta yang bicarakan karena kecintaannya terhadap kekasihnya itu. "Dan kalau memang dengan harus menjelekkan Daniel bisa menyelamatkan kebahagiaan kak Alin, maka akan aku lakukan, kak."
"Tidak ada untungnya kalau aku bohongin kakak. Yang-"
"STOP, Tihan!! Aku sama sekali enggak pernah menyangka kalau kamu akan jauh masuk ikut campur dengan urusan aku," emosi Alin memuncak. "Aku tau, ayah yang nyuruh kamu untuk lakuin ini 'kan? Enggak perlu, Han. Itu enggak akan merubah apapun."
"Dan jika memang apa yang kamu katakan itu benar, bukankah manusia punya kesempatan untuk memperbaikinya? Aku akan berusaha untuk itu," Tihan mengusap wajahnya dengan kasar. Apalagi ketika melihat Alin yang sudah meneteskan air matanya. Tihan semakin dibuat tak berdaya.
Alin mencoba terus mengatur kendalinya, namun nyatanya sulit. Mendengar orang lain menjatuhkan nama kekasihnya, itu sama saja mengibarkan bendera perang dengan dirinya. Namun ia masih sadar, siapa di hadapannya sekarang, laki-laki yang sudah ia anggap layaknya adik kandung.
"Dan untuk terakhir kalinya, aku minta kamu dan ayah untuk berhenti mengatur hubungan aku dengan Daniel," Alin buru-buru memasang tasnya, lalu pergi dari sana.
Tihan bersandar. Apakah salah ketika seseorang mengungkap suatu kebenaran? Mengapa orang-orang selalu menganggap buruk ketika dihadapkan oleh sebuah fakta. Menyakitkan, memang. Tapi bukankah itu lebih baik karena kita terselamatkan dari kebohongan?