Bab 13-Ujung Dunia

150 19 0
                                    

Wanita tua berambut abu-abu sebahu duduk di tepian brankar sibuk menatap rembulan yang bersinar terang tanpa penghalang dari jendela kaca ruangan. Bibirnya yang tipis menggumamkan sesuatu yang tak begitu jelas, matanya menelisik ke pintu ruangan diketuk dari luar. Seorang suster datang menyapa sambil menanyakan namanya, wanita tua memakai gelang identitas berwarna merah muda menyebutkan namanya sangat lirih.

"Amanda," ujarnya lirih, matanya tak lagi menatap rembulan, melainkan pada bungkus plastik berisi nama, jenis obat dan dosis untuknya.

"Makannya sisa sedikit, Ibu Amanda menyukai menu makan malamnya?" tanya suster itu membuatnya menjawab.

"Apakah anakku sudah datang?" tanya Amanda pada suster yang memeriksa tensi di lengannya.

"Sudah ditelepon, mungkin sebentar lagi datang," ujar suster menjawab dengan ramah.

"Kenapa kemarin lusa tidak datang, kemarin juga. Hari ini kalau tidak datang, gimana? Kapan dia menjemput pulang?" tanya Amanda pada suster lagi.

Suster selesai mengukur tensi, pun tersenyum sambil memberikan bungkus obat pada Amanda. "Minum dulu obatnya, Bu. Tunggulah keluarga Ibu datang sambil istirahat."

Amanda menunduk menatap bungkus plastik bening berisi tiga jenis obat berbeda bentuk. Ia meraih botol air minum yang diberikan suster dan membuka mulutnya, suster memujinya dengan sungguh karena menelan obatnya tanpa drama. Suster hampir saja keluar ketika pintu ruangan terbuka, orang yang ditunggu Amanda datang. Amanda sumringah karena melihat orang yang diinginkannya tiba, lantas turun dari brankar sambil membuka laci mengemasi barangnya.

"Selamat malam," sapa suster pada putri tunggal pasien nomor 6B.

"Selamat malam," sapa balik putri pasien dengan wajah masam.

Suster meninggalkan pembesuk yang telah mengetahui peraturan menjenguk pasien. Tampak Bu Amanda dihentikan membereskan barang-barang miliknya oleh sang putri. 

"Kenapa aku tidak boleh beberes? Aku kan mau pulang sekarang, Demanda." Amanda tangannya sibuk memasukkan barang-barang secara tak teratur ke tas jinjing berwarna gelap.

"Mama mau pulang?" tanya putri tunggal Amanda meyakinkan.

"Ya!" seru Amanda mantap.

"Tapi, Mama akan tinggal bersama Reyniel. Aku akan mengantarkan Mama ke sana," ujar Demanda menata isi tas mamanya.

Amanda melongo. "Mama tidak mau tinggal sama Reyniel. Anak itu anak iblis, Demanda!"

"Aku tidak bisa membawa Mama tinggal, Ben juga, kami bangkrut dan hanya Reyniel yang tidak perlu khawatir uang, makanan dan tempat tinggal!"

"Mama akan tetap di sini saja!" Amanda duduk di brankar dan enggan beranjak.

Demanda menghela napas kasar dan duduk di sisi mamanya. "Uang warisan Papa sudah habis, kami putar untuk usaha dan bangkrut. Mama tinggal dulu sama Reyniel, ya."

"Mama enggak mau!" tolak Amanda merajuk.

Demanda beranjak dan bersimpuh di hadapan mamanya. "Aku janji, kalau keuanganku membaik akan jemput Mama. Mama tahu 'kan kalau aku sedang bangkrut dan berusaha bangkit?"

Amanda menggeleng. "Aku mau ikut Ben saja!"

"Ben juga sama, Ma! Ben dan aku sama-sama bangkrut!" seru Demanda emosi.

Suara ketukan pintu membuat dua wanita berbeda usia itu menoleh bersamaan dan diam sejenak. Seorang perawat datang memanggil Demanda untuk ke bagian administrasi, Demanda berkata akan segera ke sana dan meminta mamanya bersiap. Demanda mengekori perawat itu ke bagian administrasi, menurutnya tak ada lagi yang perlu diselesaikan. Namun, Demanda terkejut saat bagian administrasi memberi tahu, jika biaya perawatan mamanya diperpanjang tiga menit yang lalu oleh Reyniel Wrinkle. Demanda bernapas lega karena saudara tirinya itu membayar biaya untuk mamanya yang tak sedikit, perawat yang memanggilnya tadi meminta izin untuk tetap memberikan perawatan pada Amanda seperti sebelumnya.

Deamflum [The End] Where stories live. Discover now