Bab 16- Teman

111 12 2
                                    

Bara rasanya masih tak percaya dengan penglihatannya, jika pria tampan yang mempunyai warna rambut cokelat tua di depannya adalah seorang cenayang. Bukan pekerjaan utama sepengetahuan Kenny, hanya sebagai pekerjaan sampingan yang tak benar-benar dikesampingkan. Bahkan, menurut pria yang hampir saja bercerai dengan Kenny itu pria bernama Silas mempunyai kharisma yang unik dan tak biasa.

"Ada hal di dunia ini yang tak bisa kita paksakan, tak bisa kita atur sesuai keinginan kita. Dara ini tak mau terikat, jikapun mau itu harus dialah sendiri yang menginginkan."

Perkataan Silas membuyarkan lamunan Bara perihal sosok yang mengganggu pikirannya. Bara berdehem dan mengajukan pertanyaan yang intinya sama saja mengulang pertanyaan yang Kenny ajukan, pun membuat Kenny menyenggol lengannya dan membulatkan mata. Silas hanya tersenyum dan mengulang perkataannya dengan detail, tampak Kenny dan Bara sama-sama kecewa karena jawaban Silas seolah tak membuahkan hasil yang sesuai keinginan mereka.

"Apa kekuatanmu hilang atau melemah?" tanya Kenny berbisik di dekat Silas.

Pria itu hanya tersenyum. "Jikapun aku membantu menyatukan mereka sesuai keinginanmu, tetapi Tuhan menginginkan sebaliknya. Bukankah itu menjadi sia-sia?"

Kenny menghela napas sembari memejamkan mata sesaat karena pening. "Aku benar-benar ingin menjadikan dia menantuku, yang asli. Bukan menantu dengan status palsu dan apalagi digantikan oleh Kira."

Silas menatap foto dan sebaris tanggal lahir Ashlynn dan Keid. Kenny mengemasi apa yang ditata di meja untuk dilihat Silas, sedangkan Bara masih menanyakan kebenaran tentang kemampuannya. Kenny pamit sambil menggandeng Bara yang masih penasaran dengan pribadi Silas keluar dari rumah diantar oleh pemilik rumah sendiri. Silas masih berdiri di ambang pintu bersama pria tua yang setia melayaninya selama ini. Kenny membunyikan klakson sebelum kendaraannya meninggalkan tempat, Silas mengangguk perlahan.

"Anda tak mau membantu mereka? Mereka tampak kesusahan," ujar pria tua yang selalu tampil rapi setiap waktu.

"Aku akan menemui mereka secara terpisah," ujar Silas menatap halaman yang sudah kosong ditinggal tamu terakhirnya pergi.

Pria tua itu menoleh seraya tersenyum. "Perlu saya temani?"

"Tidak usah, Pak Juan istirahat saja. Tamu keempat akan datang pukul satu siang, agak cerewet dan nyeleneh."

"Bu Rosselita?" tebak Pak Juan sambil mengangkat telunjuknya.

Silas hanya tersenyum dan berbalik, menyeberangi ruang tamu dan ruang tengah, lalu naik ke lantai dua. Pak Juan menutup pintu rumah tanpa harus menguncinya, tak khawatir sama sekali jika ada orang yang berniat buruk tiba-tiba masuk, sebab kebanyakan dari mereka justru tersesat ke alam lain.

-•••-

Wanita yang mencepol rambut panjangnya mendekati sofa yang dipindah menghadap pemandangan kota dari pintu ganda balkon, asap tipis dari teh hangat di tangannya tertiup embusan angin malam. Ia menyeruput teh dan mengecapnya secara perlahan.

"Sepertinya aku terjangkit penyakit gila. Bagaimana tidak, aku membayangkan Reyniel mengucapkan sebaris kalimat yang tak pernah kubayangkan!" seru Kinsley menaruh tehnya dan seorang wanita berpakaian casual yang tak kalah nyaman duduk di sampingnya.

"Biar kutebak, dia menyatakan cinta padamu?"

"Lebih dari itu, dia berkata mau menjadi kekasihku dengan sungguh-sungguh, di luar kontrak. Yang benar saja! Dia gila kan?" tanya Kinsley pada wanita di sebelahnya.

"Hmm, kau benar! Dia gila!" Wanita yang menggerai rambut dirty brown itu memeluk lututnya sambil terkekeh.

"Reyniel, pria tampan dengan segala traumanya," oceh Kinsley sambil menyeruput tehnya lagi.

Deamflum [The End] Where stories live. Discover now