22

1.4K 164 3
                                    

" Abis ini ke rumah sakit ya? Jadwal pertama terapi kamu hari ini"

Arzio mengangguk mengiyakan, ini langkah awal untuknya agar segera bisa berkegiatan dengan normal lagi bukan? Benar kata Christy, benar kata sang ayah, ia hanya butuh waktu-- ia hanya harus bersabar lebih luas lagi, iya ia harus bersabar lebih luas lagi.

" Tapi nanti mampir ke Chika ya pah?"

Tentu Gracio mengangguk," Iya, nanti kita mampir kesana. Mau berangkatnya atau pulangnya aja kita mampir ke Chika nya?" tanya Gracio

" Pulangnya, zio mau beli bunga tulip lagi buat Chika"

Dengan senang hati Gracio menuruti, apapun akan ia iyakan asal sang anak mau untuk ia ajak terapi hari ini. Kesembuhan anaknya adalah salah satu prioritas baru untuknya, ia tak bisa melihat isakan sang anak akibat dari keadaan anaknya itu, Gracio bisa gila jika melihat sang anak tanpa semangat terus terusan seperti ini.

" Christy kemarin janji buat anterin zio hari ini, nanti berangkat nunggu Christy ya pa?"

Gracio mengangguk lagi," Suruh nunggu dirumah aja, abis ini kita ke rumahnya. Abis sarapan papah bantu buat mandi ya?" ucap Gracio

Arzio mengangguk angguk, untuk apa ia menggeleng jika ia memang benar-benar tak bisa melakukannya sendiri. Bayangkan saja bagaimana ia bisa mandi sendiri dengan keadaan seperti ini? Rutinitas baru bagi Gracio disetiap pagi dan sore untuk memandikan sang anak sulungnya ini, ia seperti dibawa ke masa lalu dimana anak sulungnya ini masih ia mandikan waktu kecil.

Hilangnya fungsi dari kakinya ini mengubah hampir 180 derajat dari hidupnya, jika biasanya ia akan melakukan aktivitas apapun sendirian kali ini tidak, ia tak bisa melakukannya sendirian. Untuk bangkit dari ranjangnya saja ia dibantu oleh sang ayah, mandi pun ia tak bisa sendiri. Ia juga harus berhenti dalam perkuliahannya, ia tak bisa berkuliah dengan keadaan seperti ini. Hari harinya sangat monoton, jika biasanya ia akan sibuk di kampusnya atau sekedar keluar untuk bermain dengan temannya jika kekasihnya itu sibuk, tapi kali ini tak bisa. Ia tak bisa bertemu dengan kekasihnya pun bermain dengan temannya. Ada sesuatu yang Arzio tak mau tampil didepan umum, ada sesuatu yang membuat rasa percaya diri Arzio hilang, benar-benar hilang.

Seperti saat ini, sudah beberapa kali ia menaiki mobil setelah kecelakaan yang menimpa ia dan Chika beberapa waktu yang lalu, tapi rasa takutnya tetap mendominasi. Ia merasa berjalan di jalanan adalah hal yang menegangkan, ia masih takut hal yang sama akan terjadi padanya lagi, Arzio akan selalu takut.

" Masih belum enjoy naik mobil lagi?"

Arzio mengangguk," Padahal udah beberapa kali papa ajak naik mobil, tapi ngga tau kenapa kayak masih takut aja gitu pah" Jelasnya pada sang ayah

Gracio mulai membawa mobilnya keluar dari pekarangan rumahnya ini dengan pelan, ia tak akan membawa sang anak dalam kecepatan tinggi, ia tau sang anak masih takut dalam kendaraan roda empat miliknya ini. Netranya masih setia menghadap jalanan pagi ini, sesekali juga ia menoleh pada sang anak yang kelihatan kaku duduk di bangku sampingnya ini.

" Kemarin papah habis liat ke bengkel yang benerin mobil kamu itu, mobilnya udah selesai. Udah bisa lagi, mau diambil kapan?"

Arzio menggeleng tak tau," Zio aja ga tau masih bisa bawa mobil lagi atau ngga, selain takut juga kaki zio kan ngga bisa buat bawa mobil lagi" jawabnya

" Papah ngerti, papa bawa mobil kamu ke bengkel buat dibenerin karena siapa tau mobil kamu ini penuh momen momen yang ngga bisa keulang lagi? Papa taunya kamu selalu anter jemput Chika pakai mobil itu, mangkanya papa bawa ke bengkel buat dibenerin meskipun rusaknya bener bener parah waktu itu"

Arzio terkekeh kecil," Pasti benerinnya kayak beli mobil baru, mesin mesin dalemnya pasti harus diganti kan pa?" ucapnya

Gracio juga ikut tertawa," Hampir sama ya, haha. Tapi gapapa, mobil itu pasti ada kesannya sendiri buat kamu meskipun ya ada lukanya juga" jawab Gracio

EGOIS? ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang