DUA TAHUN KEMUDIAN
" Kalau yakin, cepet ungkapin. Papa dukung"
Sedari Arzio dilema, ia tak tau bagaimana perasaannya sekarang, ia tak tau apa hal ini harus ia nyatakan pada sahabat kecilnya itu. Bagaimana jika nanti ia menolaknya, bagaimana jika nanti persahabatannya rusak, bagaimana jika sahabat kecilnya itu tak mau menemaninya lagi, bagaimana dan bagaimana hanya itu kalimat perandaian yang sedari tadi ia terpikir dibenaknya.
" Kalau zio ditolak gimana pah? Kalau Christy ngga mau gimana? Habis itu kita bakal asing, Christy ngga mau nemenin zio lagi gimana?"
Gracio menggeleng lirih," Itu konsekuensinya, kalau ngga mau dapet konsekuensinya gimana mau tau hasilnya?" jelas Gracio
Arzio menghela nafasnya lelah, seharian ini ia berpikir tentang rencananya yang baru ia cerita pada sang ayah malam ini, ia ingin meminta pendapat dari ayahnya ini tentang rencananya itu.
Shani juga ada disana, perempuan itu sedari tadi hanya diam, mengamati dua pria disamping dan didepannya ini memberi pernyataan pernyataan tentang rencana Arzio itu.
Gracio menoleh pada Shani," Menurut kamu gimana, sayang?" tanyanya pada sang istri
Shani yang sedari tadi diam mulai mengucapkan pernyataannya," Tentu zio harus yakin sama rencananya itu, bukan yakin buat ngomong aja tapi juga yakin sama semua konsekuensi yang ada. Kita ngga tau perasaan Christy gimana sama Zio, kalau belum berani buat ambil konsekuensinya ya jangan diomongin dulu, pancing pancing aja. Tapi kalau kamu mau keduluan yang lain sih itu" jelasnya
" Kok lo ngomongnya gitu sih, shan!" ucap zio tak terima dengan kalimat terakhir Shani
Shani dan Gracio terkekeh kecil," Kalian sama sama udah gede, sama sama 25 kan? Buat kamu mah masih nikah di tahun tahun berikutnya juga gapapa, kalau buat Christy? Dia cewe, aku yakin udah banyak tekanan dari keluarga atau teman temannya. Dan aku lihat dia juga udah siap ke arah sana, jadi kalau tiba tiba kamu keduluan sama yang lain ya ngga tau ya" jelas Shani lagi
Arzio diam sejenak, menimang nimang beberapa pernyataan dari Shani tadi, ada benarnya yang dikatakan Shani, tak ada yang salah. Tadi bagaimana konsekuensi yang telah ia pikirkan tadi? Bagaimana itu terjadi padanya? Bagaimana hidupnya setelah itu?
" Gimana? Mau papa anterin beli cincinnya sekarang? Mumpung masih buka nih tokonya jam segini" ucap Gracio dengan terkekeh
" Bentar pah, jangan makin mojokin Arzio gini dong, zio bingung banget ini"
Tepukan kecil Gracio berikan pada pundak gagah milik anaknya ini," Papa tau kamu udah gede, udah dewasa, udah bisa mikir mana yang baik mana yang ngga kan? Pikirin baik baik dulu, jangan sampai salah jalan atau menyesal nantinya" ingat Gracio
*****
Suara kicauan burung membawa dua insan manusia ini pada ketenangan yang jarang mereka dapatkan, suara bisingnya ibukota hanya terdengar samar disana, rimbunnya pepohonan mengganti banyaknya gedung pencakar langit yang selalu mereka lihat. Dua insan manusia ini berdiam diri disana, di pinggiran danau yang dua puluh empat tahun lalu ia dibawa disana oleh orangtuanya.
Satu bungkusan paperbag Arzio keluarkan dari dalam mobil milik Christy ini, ia berjalan tertatih dengan tongkat yang beberapa bulan belakangan ini ia pakai dan mencoba menghampiri sahabat kecilnya itu yang sedang berduduk santai melihat hamparan danau didepannya ini.
" Hadiah buat lo, kemarin gue minta anter bokap buat nyari itu" ucap Arzio dengan dirinya yang mulai ia dudukan di samping Christy
Christy menerima paperbag itu dengan tersenyum," Harusnya lo ngga usah repot repot kayak gini, zi. Kayak sama siapa aja sih" ucapnya
KAMU SEDANG MEMBACA
EGOIS? ( END )
Teen FictionEntah siapa yang egois disini, dia atau takdir Tuhan yang memang tak berpihak padanya