Prolog

461 44 7
                                    

September, 2016..

Mobil pick-up hitam itu baru saja melewati jalan di depan rumahnya. Sebenarnya itu bukan yang pertama, sudah nyaris lima kali sejak semalam mobil itu membawa barang-barang ke rumah kosong di sebelah rumahnya. Bagus lah, setidaknya penghuni baru membuat rumah kosong itu tampak seperti hidup dan tidak terkesan terlalu menyeramkan lagi.

"Shaka."

Sebuah panggilan bernada khas Mama membuat Shaka menunda geraknya untuk membuka pagar. Ia berbalik badan, melihat Mama berjalan ke arahnya dengan sepiring kue bolu kukus berbentuk mawar. "Kenapa, Ma?"

"Kamu mau jogging sore kayak biasa, kan? Sekalian kasih ini ke tetangga baru kita. Tadi pagi Mama baru kenalan, namanya Tante Dini. Mama masih jaga kue di dapur, jadi kamu tolong kasih, ya," jelas Mama yang masih lengkap dengan apron dapurnya.

Shaka mengangguk, menerima piring yang berisikan bolu kukus tersebut dengan kepulan asap yang meninggalkan aroma manis. "Iya, Ma." Setelah memberikan piringnya, Mama kembali masuk dengan gerak terburu-buru.

Rutinitas harian Shaka; jogging di sore hari. Dengan celana training grey dan balutan t-shirt hitam, handuk kecil di bahu, Shaka baru saja menutup kembali pagar rumahnya. Sesuai amanat mama, Shaka akan mengantarkan kue itu untuk tetangga barunya yang baru pindah kemarin. Jaraknya tidak jauh, hanya bersebelahan, bahkan dari jendela kamar Shaka saja ia bisa melihat jendela kamar tetangganya yang saling berhadapan. Komplek Mekar Indah didesain dengan rumah yang rata-rata bermodel sama, modern minimalis dua lantai dengan taman kecil di halaman depan. Mungkin kalau ada yang membedakan itu warna cat rumah, dan beberapa dekorasi serta bangunan tambahan saja. 

Ada pemandangan tak biasa di sore hari itu sampai membuat Shaka melongo di tempatnya berdiri. Tangannya mengambang di udara saat hendak membuka pagar rumah tetangganya. 

Shaka tak mungkin salah lihat kalau ada seorang perempuan yang baru saja melompat dari balkon kamar setinggi 4 meter. sungguh bunyinya empuk seperti karung beras jatuh, lengkap dengan ringisan singkat namun cukup keras. Shaka buru-buru membuka pagar dan langsung masuk. Benar saja, perempuan berambut pendek sebahu berponi itu mendaratkan pantatnya di atas rerumputan hias, tepat di bawah balkon. 

Perempuan itu menyerinyit melihat Shaka, tatapannya tajam mengintimidasi. "Apa?"

Shaka sedikit membungkukan badannya, mengulurkan tangan. "Lo gak papa?" 

Alih-alih menerima uluran tangan Shaka, gadis itu malah mengambil skateboard di sampingnya yang juga ikut melompat tadi. "Gak usah sok perhatian!" Gadis itu berdiri seolah tak terjadi apa-apa. 

"Gue cuman nanya," balas Shaka.

"Gak perlu!"

"Galak amat."

"Lo udah ganggu rencana gue dengan ngajak gue buat ngomong." Sinis perempuan itu.

"Ganggu? Lo mau bunuh diri dengan cara lompat dari balkon? Umur lo masih muda, sebaiknya lo gunain buat hal yang bermanfaat, buat belajar, buat cinta-cinta monyet atau sekedar makan mie ayam terenak babe Slamet."

Gadis itu mendesis. "Berisik!"

"Shakira!"

Panggilan yang berasal dari arah pintu itu membuat Shaka dan gadis itu menoleh bersamaan ke asal suara. Detik itu juga Shakira memutar matanya malas. 

"Lo udah ngerusak rencana gue," gumam gadis itu, tak lupa delikan mata tajamnya. 

"Hah?" Shaka hanya kebingungan. 

"Shakira! Dengerin Bunda." Shaka yakin gadis yang melompat dari balkon kamar itu tadi bernama Shakira. "Eh?" Wanita itu tampaknya baru menyadari kehadiran Shaka.

"Hai Tante, aku Shaka." Shaka sedikit mendundukan kepalanya sopan seraya menyalami punggung tangan wanita itu. "Aku tetangga sebelah, anaknya Bu Susan."

"Ohh, iyaaa." Wanita itu tersenyum ramah.

"Ini ada kue dari Mama buat tetangga baru katanya." Shaka memberikan piring berisikan bolu kukus itu ke Tante Dini. 

"Shaka makasih banyak lho ya repot-repot banget. Enak banget nih wanginya, titip makasih juga ya buat Mamanya." Tante Dini menerima pring itu dengan ekspresi ramah, berbanding terbalik saat ia menyeru nama Shakira tadi. 

Perbincangan berlanjut cowok itu dan bunda membuat Shakira diam-diam membuat pergerakan. Langkahnya mengendap-endap seperti maling, namun saat hendak membuka pagar, aksinya seketika mencuri perhatian karena menimbulkan decitan saat pagar itu didorong. 

"Shakira!"

Shakira, gadis itu memberikan cengirannya dengan jari peace. Ia mengambil permen kaki dari saku celana. "Dahh Bundaaa kuuu sayaangg!!" Shakira memakan permennya, berseluncur dengan skateboard-nya begitu saja dan mengabaikan Bunda yang menyeru-nyeru namanya. 

Tante Dini hanya bisa geleng-geleng sambil menghela napas lelah. "Anak Tante itu emang bandel oranganya, susah diomongin. Semoga nanti kalian bisa akrab ya, dia gak punya temen soalnya. Shakira suka kesepian."

Shaka mengusap tengkuknya canggung. "Eh? Iya, Tante."

"Yaudah, kalo gitu Tante masuk dulu ya, mau beres-beres. Nanti kapan-kapan main ke rumah, ajak Mama. Sekali lagi makasih, ya, Shaka buat kuenya."

"Iya Tante sama-sama."

"Oiya!" Tante Dini berbalik badan, kembali menghadap Shaka. "Shaka udah punya pacar?"

"Hah?" Shaka agak sedikit terkejut dengan pertanyaan Tante Dini yang tak terprediksi. "Shaka gak pernah pacaran, Tante."

"Ah masa? Ganteng gini gak pernah pacaran?" Kalimat Tante Dini membuat Shaka geleng-geleng garing. "Yaudah nanti coba pacaran sama Shakira, Tante masuk dulu, ya."

Butuh waktu beberapa saat untuk Shaka menerima beberapa kejadian tak biasanya hari ini. Pertama, cewek galak sensian dengan tatapan tajam itu. Kedua adalah kalimat Tante Dini barusan. Jujur, dari orok sampai 18 tahun sekarang, Shaka belum pernah pacaran. 

***

.

.

.

Hai! Selamat tahun baru 2024

Selamat datang di kisah Shaka dan Shakira 

Kalian bisa memanggilku, Kanan, Nan

Aku mengambil tema di 2016 karena ingin merasakan vibes anak-anak sekolahan tahun itu, hehehe

2/1/24

..

Rewrite The StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang