"Shaka!"
Panggilan itu tak hanya membuat sang empu nama menoleh, teman-teman Shaka juga ikut menoleh. Gadis itu berlari kecil di koridor saat Shaka dan teman-temannya hendak meunju kantin.
"Kenapa, Sya? Sampe lari-lari gitu," tanya Shaka melihat Nesya.
Nesya sedikit ngos-ngosan, ia menggeleng sambil tersenyum. "Gue lagi ikut kelas masak, nih." Ia menyodorkan sebuah kotak bekal.
"Kemarin gue abis belajar buat brownies. Ini gue buat tadi pagi, moga lo suka."
Shaka mengusap tengkuk. "Tiba-tiba banget?"
"Udah, ambil aja." Nesya memberikan itu untuk Shaka.
Raja berdeham-deham. "Naksir ya lo sama Shaka?" sodornya langsung.
Wajah Nesya sedikit memerah. "Gue ke kelas dulu." Setelah itu ia pergi.
"Fix, Nesya naksir sama lo, Ka," kata Raja lagi.
"Apaan dah, ngaco. Orang kita cuma temenan," elak Shaka.
"Yaelah, menurut lo emang temen, menurut Nesya? Sok tau banget deh lo," sahut Kai.
"Lagian dia bukan cewek pertama yang ngasih gue beginian," kata Shaka, mengingat beberapa adik kelas yang terang-terangan atau smebunyi-sembunyi memberikan sesuatu di lokernya.
"Tapi dia wakil lo di ekskul dulu, kan? Baper kali dia," kata Raja.
"Mau suka atau nggak, hak nya Nesya. Namanya juga perasaan. Mending kantin aja, udah laper nih gue," Delvin menyela.
"Bener." Raja mengambil alih kotak bekal di tangan Shaka. "Ka, buat kita ya?"
"Semederka kalian," Shaka mengibaskan tangan di udara, berjalan lebih dulu.
Mata Delvin langsung berbinar melihat brownies itu, ia mencomot tiga potong sebelum kabur mengyusul Shaka.
"Anying si Delvin serakah," gerutu Raja.
"Thanks, Nesya." Kai mencomot tiga, ikut berlari menyusul.
"Anying lo pada." Kai hanya dapat satu potong.
***
"Sel kankernya mulai bertmetasis ke jaringan baru."
Kertas hasil pemeriksaan CT scan itu diletakan di hadapannya. Kalimat dari dokter Rian—keponakan Bunda membuat kedua pundak Shakira lemah, jari tangan kanannya sibuk mempotek-potek kuku jari kiri.
"Masih bisa disembuhkan kan, Yan?" Bunda bertanya dengan tatapan penuh harap.
Suasana dalam ruangan dokter Rian sore itu terasa sesak, setiap kalimat yang keluar dari mulut pria itu membuat Shakira semakin merasa diburu waktu dalam ruangan gelap tak bercahaya. Rasanya menakutkan, tapi Shakira juga tahu bahwa hal ini akan terjadi. Ia tidak memiliki harapan besar tentang kesembuhan, karena Shakira tahu hari ini akan tiba. Kematian itu nyata. Tapi, Shakira juga tidak bisa berbohong pada dirinya sendiri, jauh dalam lubuk hatinya merasa takut yang teramat, namun tak bisa ia jelaskan dan ungkapkan.
"Insya Allah. Kita akan melanjutkan kemo untuk Shakira. Tapi, melihat perkembangannya, hasil kemoterapi yang dilakukan kurang banyak memberikan respon ke tubuh Shakira. Kalau hal itu terus berlanjut, memungkinkan untuk membutuhkan transplantasi sumsum tulang belakang."
Bunda menutup wajah di bahu Shakira, wanita itu tak kuasa membendung takut dan tangisnya. Shakira hanya bisa tersenyum getir, menggenggam dan mengelus tangan Bunda, menguatkan, mengirimkan sinyal bahwa ia akan baik-baik saja. Yang pada nyatanya Shakira tahu kalau ia tidak akan pernah bisa baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rewrite The Stars
Fiksi Remaja"Shaka gak pernah pacaran, gimana kalau Shakira jadi pacarnya Shaka?" --------- 90 persen katanya cinta pertama akan berepilog dengan tidak bersama-sama, kasarnya akan berakhir pada perpisahan. Shaka tidak mau menjadi bagian dari 90 persen itu, yang...