8. The One, ya?

79 11 7
                                    

Kakinya terus melangkah, bahkan ia sendiri pun tak tahu kemana tujuannya berlabuh. Shakira mengusap air mata yang terus mengalir. Sampai di ujung perkomplekan yang yang tidak ada rumah—hanya lampu penerang jalan serta pohon pucuk merah yang saling berselisihan dengan pohon ketapang kencana di kedua sisinya, Shakira berhenti melangkah.

Bagi Shakira, manusia adalah mahkluk yang bersifat dinamis, manusia manusia itu unik. Ketika dihadapkan dengan segalanya, manusia kerap kali akan lupa dengan diri sebelumnya. Manusia itu egois. Shakira membenci perubahan yang membuat orang yang ia sayangi menjadi orang asing yang begitu jauh nan dingin untuk digapai. Shakira harap setelah melihat ayah di restoran waktu itu, ia tidak akan bertemu ayah lagi. Shakira benci dan tidak sanggup untuk menahan perasaan berkecamuk yang hadir setiap kali ia melihat ayah.

Laki-laki itu kembali menunjukan batang hidungnya setelah empat tahun menghilang, meninggalkannya dengan bunda ditengah badai disaat ia membutuhkan ayah sebagai sosok pelindung. Shakira sakit, selain mendua, ayah menelantarkan mereka dengan hutang yang harus dibayar. Bunda bekerja keras untuknya dan melunasi hutang ayah yang mengatas namakan bunda. Hingga saat semuanya selesai di Jakarta, bunda dan Shakira memutuskan pindah ke Bandung untuk memulai hidup baru dan melanjutkan toko kue milik alamarhumah Oma. 

Kata maaf pria itu di depan rumah tadi terdengar begitu menjijikan di telinga Shakira seolah tidak ada luka yang pernah ditoreh olehnya. Luka lama yang akan selalu menjadi luka itu kembali disentuh, mengakibatkan sensasi sakit yang membuat hati Shakira merintih.

Anehnya, bunda masih bisa memberikan pria itu seulas senyum seolah tidak ada badai yang pernah terjadi, seolah luka itu tidak pernah ada untuk bunda, seolah dulu tangis diam-diam bunda di dapur yang selalu Shakira intip adalah mimpi. Masih banyak pertanyaan yang hanya dapat mengapung di ruang hampa. Untuk sekedar membuka suara kepada ayah saja Shakira merasa tercekat dan tidak mampu. Rasanya sakit sekali ketika harus membenci pada orang yang tidak ingin dibenci. Sakit sekali ketika harus membenci orang yang sebenarnya masih disayangi.

Gadis itu duduk di trotoar jalan, kedua tangannya menutup wajah dengan punggung yang bergetar. Dadanya terasa sesak dipenuhi amarah, kecewa, benci, dan rindu yang menjadi satu saat melihat wajah ayah. Shakira benci perasaan itu. Shakira benci ayah.

"Bulannya bagus, ya?"

Suara berat familiar itu membuat Shakira berhenti terisak. Ia merasakan keberadaan seseorang yang baru saja duduk di sampingnya.

"Coba liat, cahayanya terang, banyak bintang juga."

Perlahan, Shakira menurunkan tangannya dari wajah, membiarkan bulan yang temaram menyinari wajahnya yang basah karena air mata.

"Bagus, kan?"

Orang itu tidak lain adalah Shaka. Laki-laki ajaib yang selalu hadir secara tiba-tiba.

Shaka melihat itu, Shaka melihat wajah menangis Shakira. Ada sesuatu yang mengetuk hati Shaka, rasa sedih yang turut ia rasakan saat melihat gadis itu menangis membuat hatinya terasa sedikit perih.

"Shakira mau?" Shaka mengeluarkan permen yupi berbentuk buaya dari saku celananya.

Shakira tidak menyahut, ia hanya menatap tangan Shaka sambil sesekali sesegukan.

"Ini." Shaka meraih tangan Shakira, membuka telapak tangan mungil itu dan meletakkan yupi di sana.

"Permen itu hadiah. Aku pemenang pertama game ular tangga, tadi main sama Kai, Raja, Delvin. Aku harus berjuang melempar dadu, naik turun tangga, dimakan ular, buat dapetin satu yupi itu." Shaka menjelaskan. 

"Panjang kan prosesnya? Jadi, Shakira harus bangga dapat yupi itu."

"Shakira, pernah liat anak bulan?" tanya Shaka. Shakira hanya menggeleng.

Rewrite The StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang