Persoalan matematika di depannya membuat Shakira mengantuk. Sudah pukul 9 malam, tapi buku di atas meja belajarnya masih putih bersih. Ia menghela napas, menyandarkan punggung di sandaran kursi belajar. Tangannya mengetukan pena di atas meja, matanya beralih fokus tertuju pada selembar kertas dengan siluet seorang perempuan yang duduk di bangku di bawah pohon flamboyan merah, jarinya membentuk peace dengan ukiran senyum di bibirnya. Itu adalah gambaran Shaka tadi sore, setelah selesai cowok itu langung memberikan gambaran itu untuk Shakira.
Terkadang Shakira kebingungan dari mana Shaka bisa muncul. Shaka itu seperti mahkluk halus, kedatangannya tiba-tiba dan tak terduga. Shaka itu sulit ditebak. Seperti kehadiran Shaka saat di koridor dalam aksi menghindarnya tadi, kehadiran Shaka dalam gendung latihan yang bertepatan dengan perasaannya yang camuh, dan ide Shaka tentang makan eskrim di tepian danau sore tadi. Semenjak perkatan Shaka di mobil saat ia ingin menjadi teman Shakira, cowok itu menjadi semakin gencar untuk merobohkan pertahanan Shakira.
Shakira menghela napas, menyimpan gambaran itu ke dalam laci belajarnya. Ia merasa suntuk, Shakira membutuhkan angin segar malam meskipun hanya sekedar berdiri di balkon kamar sambil memandangi langit malam yang tak berbintang.
Pintu yang mengarah ke balkon kamar itu dibuka dari dalam, seketika dinginnya malam menyapa permukaan kulit. Shakira menikmati itu dengan mata yang terpejam tenang. Semakin lama dinikmati, rasa dinginnya semakin menusuk kulit. Dua menit berlalu hingga akhirnya Shakira membuka mata. Pemandangan pertama yang ia temukan adalah Shaka di seberang sana yang tengah melambai ke arahnya.
Benar kan, Shaka itu gak bisa ditebak.
Keberadaan Shaka itu gak bisa diprediksi.
Shaka itu ajaib.
"Shakairaaaa!!"
Cowok itu mengangkat kuas lukis di tangannya, melambai menggunakan benda itu. Shaka tengah duduk di bangku, ditemani lentera di atas balkon dengan sebuah kanvas lukis.
"Apaa!"
"Shakira belum tiduuurr?!!"
"Menurut lo?" Shakira memutar mata malas.
"Suaraaa Shakiraa kurang kencenggg!! Shakiraaa ngomong apaaaa?!!!"
Shakira menarik napas panjang. "BELUMMM SHAKAAA!!!" Setelah meneriakan itu Shakira sedikit berdeham-deham merasa gatal di tenggorokan, sepertinya itu terlalu keras, siapa tau suarannya tadi sampai menembus ke rumah tetangga lain.
Mendapat Respon begitu, Shaka bergaya menutup kedua telingannya sambil cecikikan kecil.
"Besok berangkat bareng yaaaa!!" kata Shaka di seberang sana.
"Jangan telat." Shakira membalas dengan suara normal
Mata Shaka membulat lucu. "Apaaa? Shakira bilang apaaa? Shaka gak dengerrrr!!"
"Shakaaa lo aneehhh!!" Setelah mengucapkan itu, Shakira masuk dan menutup pintu kamarnya.
Ia merebahkan diri ke tempat tidur dengan lengan di atas dahi, matanya memandang langit-langit kamar. Lucunya ia menciptakan seulas senyum singkat yang tak berdasar. Shakira menarik selimutnya sampai ke dagu, tubuhnya merasa kedinginan sehabis dari balkon tadi. Selain kedinginan, Shakira juga merasa mual dan kelelahan akibat aktivitas hari ini. Ia memejamkan mata berusaha untuk tidur. Namun, tiga dering notifikasi dari ponsel yang ada di samping bantal membuat matanya kembali terjaga.
Shaka: Good night! Besok berangkat sama Shaka.
Shaka: Tante dini katanya ada orderan lagi, jadi berangkat pagi lagi
Shaka: Jangan lupa baca doa, paipaii
Shaka: Shakira sendirian kan di rumah? Kalau butuh apa-apa telpon Shaka yaa, hp nya gak silent
KAMU SEDANG MEMBACA
Rewrite The Stars
Novela Juvenil"Shaka gak pernah pacaran, gimana kalau Shakira jadi pacarnya Shaka?" --------- 90 persen katanya cinta pertama akan berepilog dengan tidak bersama-sama, kasarnya akan berakhir pada perpisahan. Shaka tidak mau menjadi bagian dari 90 persen itu, yang...