Kini, dua hari telah berlalu setelah kepergian Xel. Loby depan sekolah telah begitu ramai dengan para siswa-siswi yang sedang sibuk menyambut seseorang. Menurut kabar yang tengah beredar, dua orang yang menjadi perwakilan pertukaran pelajar itu, baru saja kembali hari ini. Sehingga, pihak sekolah ingin memberikan sebuah penghargaan kepada mereka.
Aku juga melihatnya diantara kerumunan para siswa-siswi. Dari jauh, terlihat sebuah mobil Daihatsu Luxio, warna hitam yang berhenti tepat di depan sekolah. Pintu mobil itu terbuka, menampilkan dua orang, seorang siswa laki-laki dan seorang siswi perempuan.
Begitu dua orang itu keluar, semua siswa-siswi berteriak kagum melihat keduanya.
Lusia. XII MIPA 1. Mantan ketua OSIS SMA Jaya Bangsa. Kali ini dia juga ikut pertukaran pelajar. Wajahnya yang cantik serta keluarganya yang terpandang, membuat dia menjadi orang yang dikagumi di sekolah ini.
Lalu, yang berdiri di sampingnya. Laki-laki yang berdiri dengan tegak. Dia adalah Arven. Ketua OSIS SMA Jaya Bangsa saat ini. Kelas XI MIPA 1. Jadi, Saat ini, orang ini adalah adik kelasku.
Tapi meskipun begitu, dia telah meraih banyak prestasi. Yang bahkan tak terhitung jumlahnya.Mereka berdua adalah orang yang harus aku hindari. Sekaligus orang yang patut aku curigai.
Bel berbunyi. Seluruh siswa-siswi segera menuju ke gedung aula sekolah.
Kini, semua orang telah duduk di kursi yang telah di sediakan. Seorang guru kemudian naik ke atas panggung. Guru itu langsung mengumumkan kedua orang yang menjadi pertukaran pelajar tadi. Dan menyuruh mereka untuk naik ke atas panggung."Lusia dan Arven. Selamat, kepada kalian berdua, karena telah menjalankan tugas kalian dengan sangat baik selama pertukaran pelajar di Singapura!! Bahkan, kalian juga memperoleh prestasi yang sangat membanggakan dengan membawa nama sekolah ini!!" Ucap guru tersebut dengan wajah bangganya.
"Kalian berdua, silahkan untuk segera naik ke atas panggung untuk menerima penghargaan. Dan bu Zenia, diperkenankan untuk memberikan penghargaan pada mereka berdua.. " Persilahkan guru tersebut.
Lusia dan Arven kemudian naik ke atas panggung. Mereka berdua tersenyum puas. Seolah hal tersebut sudah biasa bagi mereka. Bu Zenia lalu memberikan sebuah penghargaan pada mereka, berupa sebuah mendali dan piagam kepada keduanya. Tidak lupa, ucapan selamat. Setelah acara pemberian hadiah telah selesai, sekarang giliran para siswa-siswi yang sudah dari tadi tidak sabar menanti untuk memberikan ucapan selamat dan memberikan sebuah hadiah yang telah mereka persiapkan dari rumah dan mereka bawa-bawa sejak tadi, untuk keduanya.
"Selamat Lusia!!!"
"Selamat Arven!!! "
"Kyaa!!!~ Lusia makin cantik aja deh, Arven juga tambah tampan!!! "
Sorak sorai para siswa-siswi yang mengerumuni mereka berdua.
Karena acaranya telah selesai, aku memutuskan untuk keluar saja dari ruangannya. Aku berjalan menjauh dari gedung aula sekolah. Sementara itu, dari kejauhan aku melihat seorang siswi yang kebingungan. Ia terlihat berjalan bolak-balik ke sana ke mari tanpa tujuan yang jelas.
Aku lantas menghampirinya.
"Hei, apa kamu perlu bantuan?" Tanyaku membuatnya sedikit terkejut.
Ia sepertinya seorang siswi kelas 10, terlihat dari buku yang ia bawa. Ditambah, bajunya masih putih tanpa noda sedikit pun. Rambutnya bahkan dikepang satu. Menunjukkan sekali bahwa orang ini adalah adik kelas.
"Hallo kakak..!! Apakah kamu tahu gedung aula itu di mana??" Tanyanya balik.
Aku mengamatinya sejenak. Menurutku, ada sebuah perasaan yang mengganjal. Tapi, apa?
"Kak??" Ucapnya menyadarkanku dari lamunan.
"Ah! Iya..! Gedung aula itu di sana.." Tunjukku pada sebuah gedung besar.
Mata siswi itu bersinar. Seperti menemukan sebuah emas yang langka! Mungkin, dari tadi ia kebingungan karena kesusahan mencari gedung aula sekolah. Tapi aneh, harusnya walaupun dia masih kelas 10, dia sudah semestinya tahu kan letak gedung aula itu di mana. Bahkan, semua orang saja tahu. Aku yang bahkan murid pindahan ini saja juga tahu!
Kamu ini siapa?
Tanpa aba-aba, ia mendekat ke arahku dan memegang kedua pergelangan tanganku. "Terima kasih.. kakak! Sebenarnya, dari tadi aku sudah sangat kesusahan mencari di mana letak gedung sekolah! Untung saja, aku bertemu denganmu kak!! Pokoknya terima kasih!!! " Ucapnya tersenyum tulus.
"Kamu benar-benar murid SMA Jaya Bangsa? Walaupun kamu masih kelas 10, bukankah harusnya.. kamu tahu letak seluruh gedung dan ruangan di sekolah ini? Siapa kamu.. kamu bukan murid sekolah ini..? " Tanyaku membuat matanya membulat.
Tatapannya berubah seketika. Ia kemudian membuka mulutnya. "A-.. "
"Adhisia!! " Teriak seseorang ke arah kami.
Membuat kami berdua menoleh.
Adhisia?
Suara yang tidak asing ini, pernah aku dengar di suatu tempat. Tetapi, di mana? Ah! Benar! Aku baru saja mendengarnya!!
Arven berlari ke arah kami berdua. Ia berlari dengan sekuat tenaga. Seolah dikejar oleh sesuatu. Apa yang membuatnya begitu? Tentu saja, orang yang ada di sampingku ini.
Arven kemudian mengatur napasnya. Setelah, lari dengan sangat cepat ke arah kami berdua.
"Adhisia, kenapa kamu bisa ada di sini?" Ucap Arven dengan tatapan khawatir. Memegang kedua pipi Adhisia.
Arven menatapku tajam. Apa ini? Dia kira aku melakukan sesuatu pada anak yang bernama Adhisia ini?
Ya, aku tidak peduli.
"Kakak.. Aku ke sini karena ingin mengucapkan selamat untuk kakak!!" Ujar Adhisia dengan tersenyum.
"Kamu ini masih sakit! Sebaiknya kamu tetap berada di rumah saja!" Tutur Arven membuat Adhisia seketika kesal.
"KAKAK, AKU BOSAN DI RUMAH TERUS MENERUS! LAGI PULA, sekarang sudah tidak apa-apa.." Sahut Adhisia memeluk Arven.
Apa ini? Kenapa aku ada di tengah-tengah antara perdebatan kedua kakak adik ini? Lagi pula, apa-apaan kedua orang ini?
Memangnya kalian ini sedang main drama?Yah, ternyata Adhisia hanyalah anak sakit-sakitan yang terus dikurung di rumah. Sehingga, wajar saja dia tidak tahu letak sekolahnya sendiri. Sepertinya selama ini dia melakukan Homeschooling.
Lalu, Arven hanyalah kakak yang terlalu Overprotektif kepada adiknya sendiri.
Adhisia kemudian melepaskan pelukannya. "Oh ya! Kakak! Perkenalkan dia adalah kakak baik yang sudah membantuku!" Ucap Adhisia menunjuk ke arahku.
Arven menatapku sejenak. "Terima kasih telah membantu Sia, adik saya. Saya Arven, kakaknya Adhisia." Sapanya mengulurkan tangan.
Aku tidak punya pilihan lain, selain menjabat tangannya. "Sama-sama. Dan, Artea.."
Setelah namaku terucap. Entah mengapa, Arven seperti terganggu akan sesuatu. Namun, dengan cepat ia tutupi dengan senyuman ramahnya.
Kami kemudian melepaskan jabat tangan kami. Anehnya, perasaanku dari tadi sungguh tak nyaman. Entah mengapa, aku tidak suka dengan mereka berdua.
"Jadi, kamu murid itu ya... murid baru di sekolah ini.. Dan juga, sekarang kamu kakak kelasku ya. Kalau begitu, mohon bantuannya untuk ke depannya, Artea." Ucapnya tersenyum tipis.
"Ah ya.. Kalau begitu, sampai jumpa.." Pamitku pada mereka.
Aku segera berjalan menjauhi mereka berdua.
Baru sebentar, aku bertemu dengan mereka. Namun, hal itu malah membuatku ingin muntah saja. Mereka seperti orang yang jelas sekali bermuka dua. Senyum mereka terlihat sangat palsu. Walaupun kata-kata mereka sangat tulus dan manis, tetapi mereka tidak bisa menipuku. Itu semua sudah terpampang jelas di kedua mata mereka. Mata mereka penuh dengan rasa kebencian ketika menatapku.
Apa lagi, ada sesuatu yang dari tadi mengganjal dihatiku. Entah mengapa, aku tidak tahu apa itu.
•
•
•
Bersambung...Terima kasih telah membaca...
Jangan lupa vote, komen, dan share!...
Terima kasih...~
KAMU SEDANG MEMBACA
Alana Telah Tiada!
Teen FictionAlana dan Artea telah bersahabat sejak mereka masih kecil. Namun, tiba-tiba saja datang sebuah berita yang sangat mengemparkan. Berita yang langsung berhasil membuat Artea terkejut setengah mati. Dalam berita itu, dinyatakan bahwa Alana telah melaku...