17. Pembalasan

60 8 0
                                    

Ketika aku masuk ke dalam kelas, sudah ada siswa-siswi yang bergerombol dan diantara mereka terdapat Celine yang sudah berdiri ditengah-tengah.

Celine tersenyum ke arahku. Aku pun segera membalasnya dengan senyuman balik.

Aku lalu berjalan mendekati Celine. Celine yang ada di depanku, segara dengan cepat memelukku. "Selamat datang Artea, aku sudah mendengarnya tadi. Jadi, bagaimana? Apa yang terjadi padamu pada akhirnya? Apakah kamu dihukum atau.." Bisik Celine padaku yang masih memelukku dengan erat, berpura-pura simpati padaku.

"Entahlah. Menurutmu bagaimana?" Tanyaku pada Celine.

Celine segera melepas pelukkannya. Meskipun agak kesal, ia bertanya sekali lagi padaku. "Artea, apakah kamu tidak mau menceritakan padaku.., tentang semua yang sudah terjadi, di ruang kepala sekolah tadi pagi?"

Lucu sekali, aku harus menceritakan tentang semuanya padamu? Bahkan aku saja tidak tahu kamu terlibat atau tidak! Tapi, sudah pasti Celine juga ikut terlibat! Tidak mungkin kan, Zevanya kemarin sampai besar kepala begitu. Kalau bukan karena ada Celine dibaliknya. Itu semua tidak akan mungkin terjadi!

"Kalau begitu, apakah kamu bisa memberitahuku, tentang siapa orang yang sudah berani melaporkanku pada bu Zenia?" Tanyaku membuat Celine seketika terkejut.

"T-tentu saja aku tidak tahu..!" Jawab Celine gugup.

"Benarkah? Aku kira kamu tahu semuanya. Sayang sekali..~" Ucapku yang menatap Celine.

Zevanya yang dari tadi melihatku memasuki kelas, ia sudah terlihat marah. Mungkin, ia menyangka aku akan dihukum dengan sangat berat. Namun, melihatku masih bisa berdiri dan memasuki kelas ini, itu pasti membuat ia sangat kesal.

Semua yang ada di kelas hanya bisa diam. Tak ada yang berani mengangkat suara mereka masing-masing. Celine mungkin takut, jika ia ketahuan ada di balik semua ini. Padahal ia belum tahu apa yang telah terjadi di ruang kepala sekolah tadi pagi. Dan apa yang telah terjadi padaku, bu Zenia dan bu Rossa.

Sudah jelas sekali, bahwa ada seseorang di balik Celine. Seseorang yang ditakuti olehnya.

"Celine, kalau kamu benar-benar ingin tahu tentang hal itu. Kamu pasti bisa kan, menangkap pelaku dan menghukumnya untukku?~" Teriakku agar Zevanya juga mendengarnya.

Celine berpikir sejenak. Apa yang membuatnya berpikir? Sudah jelas ia kan bisa mengkambing hitamkan Zevanya untuk semua ini. Toh, dia juga tidak akan rugi.

"A-aku benar-benar tidak tahu tentang masalah ini. A-apakah ada diantara kalian yang tahu tentang siapa pelakunya?" Ragu Celine bertanya pada semua yang ada di kelas.

Semua masih tetap diam. "Lihatkan, tidak ada yang tahu!" Yakin Celine padaku. "J-jadi, apakah kamu bisa memberitahuku tentang yang telah terjadi di ruang kepala sekolah?" Tanya Celine lagi, belum menyerah.

"Entahlah. Apa ya? Lalu, bagaimana dengan Zevanya?" Tunjukku pada Zevanya.

"Bukankah dia adalah orang yang paling mendekati si pelaku? Karena dia kan orang yang bersangkutan langsung dan orang yang ada di video itu bersamaku!" Ucapku membuat Zevanya terkejut dan gelisah.

"A-pa..?" Lirih Zevanya yang gemetaran, takut.

Lihat ini. Kemarin dia saja sangat percaya diri, lalu sekarang? Ke mana perginya nyali yang ia tunjukkan kemarin?

"Zevanya, lo kan pelakunya? Anj*ng ya lo! Lo nuduh gue bully lo? Sedangkan, gue aja udah bantuin lo saat lo dibully. Dasar, gak tahu terima kasih." Marahku pada Zevanya.

Zevanya menggeleng dengan cepat. Badannya gemetaran.

Seluruh pandangan mengarah pada Zevanya.

Zevanya yang tersudut, segera dengan cepat menyanggahnya. "Bukan aku! Bukan aku yang melaporkanmu! I-itu semua adalah perbuatan Celine! Dia yang sudah melaporkanmu pada bu Rossa! Aku hanya disuruh oleh Celine untuk membuat videonya saja!"

Alana Telah Tiada! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang