3. Surat Terakhir

137 9 0
                                    

"Apa? Kamu.. ternyata kenal dengan Alana?" Tanya bu Zenia dengan bibir yang sedikit terangkat, seolah tersenyum.

"Alana adalah sahabat saya, lebih tepatnya saya dan dia dulunya berasal dari panti asuhan yang sama."

Bu Zenia diam untuk sesaat. Mungkin dia tidak menyangka, dengan mulutku sendiri aku akan mengaku bahwa, aku merupakan seorang anak yang berasal dari panti asuhan. Maka itu artinya, aku bukanlah seseorang yang murni berasal dari keluarga ternama.

Bahkan mungkin aku lebih hina.
Selama ini aku telah hidup dengan berpura-pura mengaku sebagai orang yang berasal dari keluarga ternama.

Dengan kurun waktu yang cukup lama, aku telah berpura-pura. Hidup dalam sebuah kepalsuan. Namun, siapa juga yang mau hidup dalam sebuah kebohongan?

Aku juga telah muak hidup seperti itu.

"Itu.., adalah sebuah hal yang tidak terduga. Kenapa kamu berbicara dengan mudahnya soal rahasiamu kepada orang lain?" Tanya bu Zenia, penasaran kenapa aku bisa dengan mudahnya bicara mengenai rahasiaku padanya.

Bohong. Dia sebenarnya juga pasti sudah tahu mengenai rahasiaku.

Karena berita bahwa aku hanyalah seorang anak angkat dari keluarga ternama, akan segera menyebar. Namun, sebelum itu terjadi, aku harus melakukan sesuatu yang akan berguna untuk perkembangan kasus Alana. Jadi, tidak ada gunanya menyembunyikannya darinya. Toh, nantinya semuanya juga akan terbongkar.

"Percuma saja menutupinya rapat-rapat. Suatu hari nanti, pasti juga akan terbongkar." Jelasku.

Itu juga, berlaku pada rahasia kematian Alana.

"Benar. Tidak ada rahasia yang akan bertahan selamanya. Kalau suatu hari nanti kamu bertemu dengan seseorang yang telah kamu percayai, mungkin nantinya, kamu pasti tanpa sadar akan langsung menceritakannya. Dan orang itu, apakah orang itu bisa benar-benar kamu percayai? Mungkin suatu hari nanti, saat hubunganmu dan dia sedang tidak baik-baik saja, dia bisa saja akan berpaling dan mengkhianatimu, dan-'Rahasiamu akan terbongkar!' Itu juga berlaku untukmu, nak Artea." Ucapnya sambil menunjuk ke arahku.

Huh?.. Siapa yang mempercayai siapa?

Dia pasti berpikir bahwa aku mempercayainya, dengan membocorkan soal rahasiaku padanya. Kalau begitu, lebih baik dari awal aku terus terang saja!

Ku beranikan diriku untuk berbicara.
"S-saya.. mencurigai anda sebagai orang yang juga ikut serta terlibat dibalik layar dalam kasus kematian Alana." Ucapku dengan lantang.

Mata bu Zenia terbelalak. Dia mengerutkan keningnya.

"Saya tidak menyangka kalau kamu akan menuduh saya seperti itu. Bahkan tanpa bukti yang jelas."

Bu Zenia lantas menghela napas panjang.

"Tidak mungkin bagi saya untuk melakukan sesuatu yang begitu busuk seperti itu, bahkan kepada salah satu siswi kebanggaan saya." Tambahnya.

"Saya tidak paham maksud anda. Siswi kebanggaan? Lantas mengapa anda membiarkannya begitu saja, KEMATIAN ALANA!!" Marahku.

Bu zenia membuka loker mejanya. Mengobrak-abrik isi lokernya. Mencari-cari sebuah benda. Setelah menemukan sepucuk kertas. Dia segera memberikannya padaku.

Kubuka kertas itu. Kertas yang sudah kusut. Namun tulisannya, masih lumayan bisa dibaca. Walaupun tulisannya kurang rapi.

Kubaca surat itu, yang membuatku terkejut, fokusku terarah pada nama yang tertulis diakhir surat itu,
Alana Andara.

Aku melirik bu Zenia.

"Bacalah, itu adalah surat terakhir dari Alana. Saya.., tidak bisa melakukan apa-apa tentang kematiannya." Pintanya, dengan wajah yang sedikit sedih dan kecewa.

Alana Telah Tiada! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang