Alina mengerjapkan matanya menyesuaikan sinar matahari yang menembus masuk kedalam jendela kamar apartemen milik ikbal, Ya. Mereka satu apartemen dan satu kamar atas paksaan dari ikbal, jika menolak kemauan ikbal taruhannya nyawa.
Alina menoleh menatap ikbal yang masih tidur pulas sambil memeluknya erat, alina mengangkat tangan ikbal yang melingkar di perutnya. "Astaga! Susah sekali" gumam alina kesusahan melepaskan pelukan ikbal yang malah semakin erat memeluknya.
"Diam saya masih kantuk, atau saya hukum kamu karena sudah menganggu tidur saya" ucap ikbal menarik tubuh alina lebih dekat.
Alina diam ia takut jika sudah diancam seperti ini, hingga beberapa menit masih juga ikbal tidur padahal pagi ini alina ada kelas. "K-kak a-aku ada kelas p-pagi----"
"Terus?" Tanya ikbal memotong ucapan alina tanpa membuka matanya.
"A-aku mau kuliah d-dulu" jawab alina takut.
Ikbal membuka matanya menatap alina lekat. "Baiklah, ingat kau jangan pernah kabur dari saya karena itu tidak akan terjadi" bisik ikbal melepaskan pelukannya.
Alina langsung berlari masuk kamar mandi terbirit-birit lambat lima detik saja ikbal pasti akan berubah pikiran, alina langsung mandi dengan cepat ia harus segera sampai kampus tepat waktu. Selesai mandi ia langsung memakai pakaiannya dengan cepat.
Ikbal terkekeh kecil melihat alina yang terburu-buru Seperti itu. "Santai aja enggak usah terburu-buru gitu" ucap ikbal memeluk alina dari belakang menahan tangan alina yang sedang memasukan keperluan kuliahnya.
"Kak aku lagi buru-buru" ucap alina berusaha melepaskan pelukan ikbal.
"Semangat banget kalau mau kuliah memangnya ada siapa di kampus? Ada selingkuhan kamu? Atau ada orang yang lagi kamu suka?" Tanya ikbal curiga.
Alina yang sudah biasa dituduh lebih baik diam tidak tahu harus menjawab apalagi. Menjelaskan sekalipun tidak akan ikbal paham bahkan mencari celah supaya dirinya kalah, sangat licik bukan?.
"Jawab gue alina, gue enggak suka lo diam kalau gue nanya" bentak Ikbal.
Alina terlonjat kaget jika ikbal mengubah panggil dari aku, kamu, saya, menjadi lo, gue, berarti ikbal sedang marah. "Aku harus menjawab apalagi? Aku sudah jujur sama kakak kalau aku tidak memiliki orang spesial di manapun jadi stop mencari masalah di pagi har------"
BRAK
Ikbal mengebrak meja belajar alina membuat alina semakin ketakutan. "BERANI SEKALI MELAWAN? LUPA SIAPA DIHADAPAN WAJAHMU?" tanya ikbal mencengkeram pipi alina.
Alina meringis sakit ia menatap wajah ikbal yang menatapnya tajam. "A-aku m-minta m-maaf" Cicit alina takut.
Ikbal melepaskan cengkeramannya menatap wajah alina tajam. "Saya tidak akan pernah melepaskan mu sampai kapanpun, dan saya tidak akan membiarkan kamu jauh dari saya. Sekarang cepat selesaikan saya mandi dulu" ucap ikbal langsung masuk kamar mandi.
Alina menahan air matanya takut sudah satu minggu lamanya ia dikurung seperti ini, bahkan untuk bisa lanjut kuliah saja ia harus menyetujui permintaan ikbal yang menurutnya sangat berlebihan.
Selesai mandi dan memakai baju mereka langsung berangkat menuju kampus yang memang tidak jauh dari apartemen yang mereka tinggali. Selama diperjalanan mereka sama-sama diam ikbal yang fokus menyetir, sedangkan alina yang fokus menatap luar jendela mobil ia pasrah jika nilai kuliahnya jelek.
Ikbal memberhentikan mobilnya saat sampai di depan kampus alina menarik alina yang hendak keluar tanpa pamit. "Ingat walaupun kamu tidak sedang bersamaku kamu tidak bisa kabur dariku" bisik ikbal mencium singkat bibir alina. Mengusap pelan rambut alina memasangkan alat pendeteksi alina tanpa sepengetahuan sang empu.
Alina mengangguk ia langsung turun dari mobil mengusap bibirnya kasar. "Dasar pria jahat" dumel alina langsung masuk kelas.
Dumelan alina terdengar jelas di kuping ikbal yang malah terkekeh kecil dan langsung pergi dari sana sambil mendengarkan suara alina yang sedang ngobrol dengan teman kelasnya. Melalui earphone ditelinga nya.
***
Endra menatap anak sulungnya yang tiba-tiba datang ke rumah biasanya ikbal tidak akan datang ke rumah kalau mereka tidak memintanya, sangat aneh dan mencurigakan. "Ada perlu apa datang ke sini?" Tanya endra.
"Memangnya tidak boleh? Kalian orang tuaku jadi wajar anak kalian datang ke sini" tanya ikbal sewot.
"Maksudnya tumben aja" jawab endra.
Nare memeluk ikbal. "Anak mamah kenapa sensian banget sih" gemes nare mamah ikbal.
Ikbal menatap kedua orangtuanya. "Ikbal mau bawa gadis yang ikbal cinta ke sini boleh?" Tanya ikbal.
Endra menatap ikbal. "Memangnya kamu sangat menyukai gadis itu? Kamu tidak menjadikan gadis itu sebagai bahan makanan kamu?" Tanya endra cukup terkejut mendengar permintaan anaknya.
Ikbal mendengus kasar. "Ikbal cinta sama gadis itu, ikbal tidak mau gadis itu lepas dari ikbal" jawab ikbal.
"Mamah setuju aja malahan bagus supaya kamu bisa ada di rumah, mamah kangen kumpul sama anak-anak mamah" ucap nare.
"Alasan kamu mau tinggal di sini apa?" Tanya endra masih penasaran.
"Kalau ikbal hanya tinggal berdua otomatis peluang dia kabur besar, walaupun ikbal yakin dia tidak akan bisa kabur dari ikbal." Jawab ikbal.
"Bodyguard----"
"Ikbal tau pah, Ikbal bisa suruh anak buah ikbal jaga alina tapi Ikbal tidak mau alina lama-lama suka dengan bodyguard ikbal gara-gara dijaga mereka" potong ikbal kesal. "Kalau papah enggak ngizinin yaudah ikbal enggak jadi" kesal Ikbal.
Endra meruap wajahnya kasar. "Papah cuma tanya doang, yaudah silahkan terarah kamu" pasrah endra.
Setelah mendapat persetujuan dari papahnya ikbal langsung keluar rumah sudah jam pulang alina. Mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi ia tidak mau alina menunggunya. Dari kejauhan ikbal melihat jelas alina duduk di kursi tunggu.
TIT
Alina menoleh menatap ikbal ia langsung masuk mobil. "Tadinya aku mau pesan ojek" ucap alina sambil memainkan ponselnya.
"Jangan berani dekat dengan pria lain walaupun itu ojek, dan jangan main ponsel jika sedang bersama saya" ucap ikbal melempar ponsel alina ke jalanan.
Alina melotot sempurna melihat ponselnya dilempar ke jalanan. "KAK ITU PONSELKU" teriak alina membuka kaca mobil melihat ponselnya yang sudah hancur. Air mata alina langsung mengalir deras.
Ikbal menarik alina agar duduk yang benar. "Ponsel butut aja ditangisi, pakai ponsel ini" ucap ikbal menyodorkan ponselnya kehadapan alina.
"Hiks, itu ponsel isinya penting semua kak. Hiks" isak alina.
"Ck! Gaya banget udah kaya orang penting aja isi ponselnya penting" ledek ikbal mengacak-acak rambut alina.
Alina mengusap air matanya. "Kalau aku tidak memiliki ponsel aku tidak akan tau tugas kuliah dan pengumuman kuliah" isak alina.
"Yaudah pakai ponsel gue aja, ponsel gue lebih bagus lo boleh gunain ponsel itu untuk kuliah asalkan jangan untuk berkomunikasi dengan pria lain, paham?" Tanya ikbal melirik alina.
Alina mengambil ponsel mahal ikbal, ini ponsel impiannya. "Terus kakak pakai ponsel apa?" Tanya alina.
"Gampang, gue punya banyak ponsel cadangan" jawab Ikbal santai.
"Sombong" cicit alina yang masih terdengar jelas ikbal yang hanya tersenyum tipis.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Devil Iqbal
Teen FictionBagaimana rasanya kalian diculik anak bos mafia dijadikan pacarnya? inilah yang dirasakan alina. bukan dijadikan pacar saja alina juga disakiti secara fisik jika membuat iqbal marah besar. langsung baca aja👌