11. Ceroboh

1.8K 45 0
                                    

Alina meringis merasakan Pipinya merah ulah suaminya sendiri, alina tidak kuat lagi lama-lama tinggal bersama ikbal ia hrus melakukan sesuatu supaya lepas dari ikbal. Dengan begitu dirinya bisa kembali seperti dulu lagi hidup damai dan tentram tanpa rasa takut dan tekanan dari siapapun.

Alina keluar kamar matanya tidak sengaja menatap ikbal yang tidur si sofa, tidak mau menghiraukan suaminya alina langsung masuk dapur mengambil bahan masakan. Masabodo dengan Ikbal yang akan marah seperti waktu itu, daripada mati kelaparan.

Alina mengambil ayam dan daging sapi, ia akan membuat semur daging sapi dan ayam goreng. Senyumnya terus mengambang sudah lama tidak bertempur dengan alat-alat dapur seperti ini, alina menyukai masak.

"Berani sekali lo masak" suara berat khas ikbal membuat alina memberhtikan aktivitas mengulek nya.

Alina tidak menyahut ia terus mengulek sampai halus, mengabaikan ikbal yang sudah naik pitam. Lama kelamaan ikbal akan semakin semena-mena dengan dirinya. Ia ingin tahu seberapa marahnya Ikbal.

"Lo budeg atau pura-pura budeg? Hah." Tanya ikbal menepis tangan alina yang sedang memegang se
patula.

Alina melirik ikbal ia merebut spatula itu dengan kasar membuat ikbal semakin marah, alina menyalakan kompor mengabaikan Satria yang semakin marah.

"ALINA FRISYA APRILLIA" marah ikbal.

Alina diam beberapa detik kalau sudah menyebut nama panjangnya berarti ikbal murka dengan dirinya, sebisa mungkin alina melawan rasa takutnya.

Ikbal yang semakin kesal ia menarik alina menghadapnya menatapnya dengan tatapan membunuh. "Lo berani ngelawan gue? Lo lupa siapa gue sebenernya hah? Kenapa dari kemarin lo bikin gue marah?. Lo belum puas kejadian tadi malam hah?" Tanya ikbal marah.

"Kenapa aku harus takut? Kita sama-sama manusia dan makan nasi bedanya kamu psikopat dan aku manusia biasa" jawab alina tersenyum. Bohong kalau dirinya tidak takut.

Ikbal yang mendengar Jawaban itu semakin murka. "GUE ENGGAK PERNAH NGAJARIN LO KAYA GINI, SEKARANG LO NURUT ATAU GUE BUNUH LO SEKARANG JUGA" ancam ikbal.

Alina mendorong sekuat tenaga tubuh ikbal. "Bunuh saja aku tidak peduli" tantang alina kembali melanjutkan masaknya, belum sempat ia sampai di depan kompor kakinya menginjak percikan minyak yang Panas. "ARGHHH!" teriak alina tangannya tidak sengaja menyenggol wajan panas yang berisi minyak yang sudah panas.

Ikbal melotot sempurna melihat wajan itu hendak tumpah ke tubuh alina, dengan kecepatan secepat kilat ikbal langsung mending tubuh alina yang sudah jatuh ke lantai menutup wajah alina dengan kedua tangannya.

Pyurrr

Minyak panas itu menyiram punggung ikbal rasanya ikbal merasakan tubuhnya di goreng, ia semakin memeluk erat alina yang ketakutan. "Awhhh" ringis ikbal.

Alina menatap wajah ikbal yang kesakitan. "K-kak" kaget alina mendorong tubuh ikbal matanya melotot sempurna Melihat tubuh ikbal yang terguyur minyak panas. "ASTAGA KAK IKBAL" kaget alina menutup mulutnya syok.

Ikbal berusaha berdiri namun kesusahannya alina langsung membantu ikbal, air mata alina mengalir deras membasahi kedua pipinya buru-buru ia mematikan kompor gas. Ikbal mendongak menatap alina yang menangis. "Kenapa lo nangis? Ada yang sakit?" Tanya ikbal menatap tubuh alina khawatir.

Alina Menggeleng ia buru-buru melepaskan pakaian ikbal menatap punggung ikbal yang merah dan ada yang terkelupas. "H-hiks p-punggung kakak merah" isak alina merasa bersalah.

Ikbal mengusap air mata alina. "Enggak papa-----"

"ENGGAK PAPA APANYA INI BAHAYA AYOK KITA KE RUMAH SAKIT" potong alina menarik ikbal keluar kamar. Air matanya terus mengalir. "Hiks, maafkan aku kak aku tidak tau kalau akan terjadi seperti ini, hiks" isak alina.

"Gue enggak mau ke rumah sakit" tolak ikbal menepis tangan alina.

"Ini bahaya kak-----"

"Gue tetap enggak mau, gue maunya di rawat lo" potong ikbal.

Alina buru-buru mencari ponsel ikbal ia harus menelpon dokter. Menghiraukan wallpaper di ponsel ikbal yang sangat tidak pantas dilihat. "Hallo dokter tolong datang ke apartemen xxx nomor 111 sekarang juga"

°^°^

"Ya." Jawab alina langsung memutuskan sambungan telponnya.

"Berani banget lo pegang ponsel gue" ucap ikbal.

"M-maaf, ponsel aku kan rusak jadi susah telpon dokter" jawab alina takut.

Tidak lama dokter sampai dan langsung memeriksa ikbal, meresepkan obat untuk ikbal yang harus ikbal minum teratur. Sebenernya doktor menyuruh ikbal dirawat di rumah sakit namun ikbal menolak mentah-mentah setelah meresepkan obat dokter langsung pulang.

"Aku mau ke apotik dulu----"

"Enggak. Lo di sini aja biar anak buah gue yang beli" potong ikbal.

"Anak buah kakak enggak ada di sini, udah deh aku enggak bakal kabur" kesal alina mengambil tas selempang.

"Ck! Ngeyel banget sih lo" kesal ikbal ia beranjak dari kasur mengambil sesuatu menepuk pelan punggung alina. "Sana, jangan lama-lama jangan ngobrol sama cowok"

Alina langsung mengangguk dan keluar apartemen, menunggu taksi yang lewat. "Ceroboh banget sih kamu alina" kesal alina pada dirinya sendiri.

Ia langsung msuk taksi yang kosong menatap luar jendela sungguh ia merasa bersalah dengan ikbal, tidak lama sampai di apotik alina langsung membeli obat yang sudah diresepkan dokter.

Puk
Puk

Alina menoleh kaget melihat pria yang waktu itu menolongnya. "K-kamu" kaget alina.

Pria itu tersenyum tipis. "Masih kenal gue juga lo" ujar pria itu.

"Eh i-iya aku permisi dul-----"

"Kenapa lo enggak jawab chat gue?" Tanya pria itu memotong ucapan alina.

Alina mengaruk kepalanya yang tidak gatal. "Ponsel aku rusak, maaf kak aku enggak bisa lama-lama aku lagi buru-buru" pamit alina ia takut ikbal mengetahui dirinya yang sedang ngobrol dengan pria lain.

"Cantik" gumam pria itu tersenyum tipis.

Sedangkan di sisi lain ikbal mengeram kesal sungguh ia tidak suka pria yang berusaha mendekati istrinya, untungnya alina buru-buru pergi kalau tidak ikbal akan membuat alina tidak bisa berjalan lagi. Menutup laptopnya kesal semakin hari semakin takut kehilangan alina.

Cklek.

Alina masuk sambil membawa obat. "Maaf lama nunggu taksinya lama" ucap alina menyiapkan obat untuk ikbal.

Ikbal menatap alina. "Ketemu siapa aja selama di jalan?" Tanya ikbal memancing kejujuran alina.

Alina menatap ikbal heran. "Banyak orang" jawab alina polos.

Ikbal mendengus kasar. "Maksudnya ngobrol sama siapa aja selain tukang apotik" jelas ikbal berusaha menambah kesabarannya.

Alina diam beberapa detik sebelum ia menjawab. "Umm.....t-tadi ada pria yang tolong aku waktu itu, eh..... tapi jangan salah paham dulu aku enggak ngobrol sama dia aku buru-buru pulang ke sini. Kakak jangan marah-marah lagi" jawab alina cepat.

"Jujur juga dia" batin ikbal.

Ikbal mengangguk pelan. "Nah gitu jujur" gemes ikbal mencium singkat bibir alina.

***

Devil IqbalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang