Bagian 1

252K 3.1K 42
                                    

Happy Reading!

"Di mana calon suamiku?"

Elia yang sedang mencuci piring segera menoleh.

"Maksudnya tuan Revin?"tanya Elia sopan.

"Siapa lagi. Kata pelayan di luar dia ada di dapur."ucap Monica kesal membuat Elia menggeleng.

"Tapi tuan Revin tidak ada di sini. Mungkin ada di ruang kerjanya. Apa mau saya bantu panggilkan?"tanya Elia ramah dan segera mencuci tangannya.

"Tidak perlu."ketus Monica lalu segera beranjak pergi membuat Elia mengusap dadanya. Calon istri tuan Revin benar-benar pemarah.

Elia kembali mengambil piring dan berniat mencucinya.

"Aku ingin kopi!"

Prangg

Elia langsung melotot saat piring yang tadi ada di tangannya meluncur bebas ke lantai dan pecah.

Revin terkejut namun menahan diri untuk mendekat dan menunjukkan kekhawatirannya.

"Piring itu harganya sangat mahal."ucap Revin membuat Elia menatap putra tertua dari majikan ayahnya.

"Maaf."cicit Elia pelan lalu segera membersihkan pecahan piring di lantai.

Revin hanya menatap datar lalu beranjak mengambil gelas. Ia akan membuat kopi.

"Tuan bisa tunggu sebentar, saya akan selesaikan ini lalu membuat kopi."ucap Elia sopan membuat Revin mengernyit.

"Tidak. Lagipula kau selalu menumpahkan air panas saat membuat kopi."ucap Revin lalu bergegas membuat kopi untuk dirinya. Sedang Elia hanya menunduk malu. Sepertinya tuan Revin masih mengingat kejadian dua bulan yang lalu.

"Tadi tante Monica datang ke sini mencari tuan."beritahu Elia membuat Revin menahan tawa.

"Ah maaf maksudnya nyonya Monica."ucap Elia segera meralat panggilannya.

"Terserah!"ucap Revin lalu melangkah pergi dengan segelas kopi. Sedang Elia hanya bisa merutuki mulutnya yang selalu bicara kurang ajar. Mungkin setelah ini lebih baik ia membantu ayahnya di kebun.

Revin bergegas masuk ke perpustakaan. Ia tidak bisa kembali ke kamar dan ruang kerjanya karena Monica pasti mencarinya ke sana.

"Duduklah! Papa sudah menunggumu."

Revin melotot lalu segera duduk di salah satu kursi.

"Apa yang papa lakukan di sini?"

Revan menutup buku yang tadi ia baca."Besok kau akan bertunangan. Papa rasa ada banyak hal yang harus kita bicarakan."ucap Revan serius.

"Papa benar. Tapi seharusnya papa mengajakku bicara sebelum memutuskan pertunangan ini."ucap Revin lalu meminum kopinya.

Revan hanya menatap putranya lalu tersenyum kecil. Jujur saja dari ketiga anaknya, Revin adalah yang paling mirip dengan dirinya. Entah itu wajah maupun sifat. "Apa kau tidak menyukai Monica?" tanya Revan tenang seolah siap dengan jawaban apapun yang akan diberikan oleh putranya nanti.

Menjadi Kesayangan Tuan RevinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang