Bagian 23

45.4K 2K 65
                                    

Happy Reading!

Pagi ini setelah memastikan putra dan menantunya sarapan dengan benar, Mawar langsung pergi ke kantin rumah sakit. Ia harus menciptakan sebanyak mungkin momen berduaan Revin dan Elia. Dan karena itu juga Mawar melarang siapapun untuk datang menjenguk, setidaknya untuk beberapa hari ke depan.

Cupp

Eh?

Mawar menolah lalu memukul lengan suaminya. Ia hampir menjerit karena berpikir ada pria mesum di rumah sakit yang menciumnya.

"Bukannya aku sudah melarang mas datang ke rumah sakit menjenguk anak-anak."ucap Mawar.

Revan langsung merangkul pinggang istrinya."Mas datang ke sini untuk menemuimu, sayang."ucap Revan lalu kembali mencium pipi istrinya. Sudah beberapa hari ini dia tidur memeluk guling dan rasanya sangat menyebalkan.

Mawar terkekeh."Malam ini datanglah ke rumah sakit. Kita bisa tidur di kamar sebelah."bisik Mawar membuat Revan tersenyum lebar.

Sedang di dalam kamar, Elia dan Revin hanya saling diam. Namun Elia merasa sangat tidak nyaman jika terus ditatap seperti itu.

"Tuan yakin tidak bisa menoleh ke arah kanan?"tanya Elia. Bukannya tadi mama Mawar juga duduk menyuapi bubur dari sebelah kanan dan pria itu bisa memiringkan kepalanya.

"Tidak bisa. Memangnya kau pikir aku bohong?"tanya Revin membuat Elia menggeleng.

"Bukan begitu. Tapi.."

"Aku haus."potong Revin membuat Elia membuka mulutnya lalu menutupnya kembali. Ingin sekali Elia bicara bahwa tuan Revin baru saja minum tadi setelah sarapan dan bahkan belum lima belas menit.

Enggan berdebat, Elia memilih turun dari tempat tidur dan melangkah untuk membantu tuan Revin minum.

Elia memegang perutnya dan duduk di kursi.

"Tidak jadi."ucap Revin saat Elia mengarahkan sedotan ke depan mulutnya.

"Tapi.."

"Aku lupa kalau tadi sudah minum."potong Revin dengan senyum mengejek membuat Elia terdiam.

Revin berhenti tersenyum lalu memperhatikan wajah Elia yang muram. Apa merajuk? Pikir Revin.

"Ada apa?"tanya Revin.

Elia menggeleng pelan, masih dengan kepala tertunduk.

"Kau marah?"tanya Revin.

Elia menggeleng lalu tiba-tiba saja terdengar suara isakan.

"Kenapa malah menangis?"tanya Revin panik. Lebih menyebalkan lagi karena ia tidak bisa bergerak dengan leluasa.

Elia menggeleng lalu mengangkat wajahnya kemudian menatap tangan tuan Revin.

"Ada apa dengan tanganku?"tanya Revin bingung karena tatapan Elia seperti ingin memakan tangannya saja.

"Hiks tuann" isak Elia.

"Apa?"

Elia menggigit bibir bawahnya.Tiba-tiba saja ia ingin tuan Revin mengusap perutnya. Tapi pasti akan aneh jika ia mengatakannya.

"hiks"

"Ada apa? Perutmu sakit?"tanya Revin karena Elia menyentuh perutnya.

Elia mengangguk."Apa tuan bisa membantu mengusapnya?"

"Apa?"kaget Revin.

"Hiks ya sudah kalau tidak mau."ucap Elia lalu berdiri.

"Mau. Siapa bilang tidak mau."ucap Revin cepat. Ini adalah kesempatan langka. Karena Revin sudah lama menahan diri untuk tidak menyentuh Elia dan hari ini ia malah ditawari untuk melakukannya meski hanya sekedar menyentuh perut.

Elia tersenyum lebar lalu memegang lengan kiri tuan Revin.

Revin tanpa sadar menjilat bibirnya saat kulit lembut Elia menyentuh lengannya.

Sedang Elia hanya fokus membawa telapak tuan Revin agar menyentuh perutnya.

Deg

Revin membola. Kenapa rasanya aneh sekali saat telapak tangannya menyentuh perut Elia.

"Apa tangan tuan sakit?"tanya Elia.

Revin menggeleng membuat Elia dengan berani menggerakkan tangannya hingga telapak tangan pria itu menyapu perutnya beberapa kali.

Elia menghela napas lega."Terima kasih, tuan."ucap Elia setelah meletakkan lengan tuan Revin ke posisi semula.

Revin mengangguk dan Elia kembali menaiki tempat tidurnya.

Sebenarnya Revin merasa sedikit aneh. Meskipun ia sering mencari-cari waktu agar bisa bicara dengan Elia tapi gadis itu selalu berusaha mengakhirinya dengan cepat.Tapi sekarang, Elia tidak terlihat takut ataupun segan untuk bicara. Bisa dibilang Revin merasa mereka cukup dekat sekarang.

'Mungkin karena kami berada di ruangan yang sama.' batin Revin lalu melupakan apapun yang ia pikirkan.

Malam harinya, Mawar langsung meminta ijin untuk istirahat setelah menerima pesan dari suaminya. Apalagi Revin juga sudah tidur setelah makan malam tadi

"Mama akan ke sini lagi nanti."ucap Mawar pada Elia lalu melangkah pergi.

Elia menghela napas lalu mengusap perutnya. Kenapa tiba-tiba ia ingin dicium oleh tuan Revin.

"Tidak. Tidak. Mana boleh aku memikirkan hal seperti itu disaat seperti ini,"gumam Elia."Tapi aku ingin dicium."ucap Elia sedih.

Elia melirik tuan Revin lalu menggigit bibir bawahnya. Mungkin jika dilakukan dengan cepat tidak masalah. Lagipula tuan Revin juga sedang tidur.

"Tidak. Tidak boleh."ucap Elia kembali sadar lalu mulai memejamkan matanya. Ia tidak boleh terus menuruti keinginan-keinginan aneh yang mendadak muncul. Apalagi jika berhubungan dengan tuan Revin.

Namun setelah dua jam, Elia belum bisa tidur. Ia bergerak gelisah ke kiri dan ke kanan walau matanya sangat mengantuk.

"Kamu jangan gini dong, nak?"gumam Elia mengusap perutnya. Meski aneh tapi Elia yakin ini adalah keinginan dari bayinya. Mungkin ini yang disebut ngidam.

Rasanya Elia ingin menangis saat ini. Ia benar-benar ingin dicium oleh tuan Revin.

Elia melirik tuan Revin lalu menelan ludahnya. Mungkin tidak masalah jika ia mencium tuan Revin saat pria itu tidur.

Ya. Daripada tidak bisa tidur.

Perlahan Elia turun dari tempat tidur lalu melangkah mendekati tuan Revin.

Setelah yakin pria itu tidur dengan nyenyak. Elia segera memajukan wajahnya. Sedikit demi sedikit hingga..

Cupp

Elia tersenyum tipis lalu menarik dirinya, namun_

"Tu..tuan?"kaget Elia saat kedua mata tuan Revin terbuka sempurna dan menatap ke arahnya.

Bersambung

Menjadi Kesayangan Tuan RevinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang