5

4.8K 430 23
                                    

Sinar pagi menyelinap lembut melalui jendela, namun sama sekali tak mengusik dua orang yang masih terlelap dalam pelukan. Zee telah terbangun lebih dulu, namun ia tetap diam di tempatnya, membiarkan Gracia yang masih terlelap.

Saat membuka mata, Zee mendapati dirinya berada dalam pelukan hangat Gracia. Perasaan haru menyeruak di dadanya, membuat air matanya mengalir tanpa suara. Ia menatap wajah Gracia yang begitu dekat, mengingatkannya pada kenangan yang terasa hangat namun menyakitkan.

Tanpa sadar, Gracia terbangun dan langsung menyadari bahwa Zee menangis. Ia menatapnya dengan penuh kecemasan.

"Kamu ngga suka ya saya peluk sampai nangis begini?" tanya Gracia lembut sambil mengusap air mata Zee.

Zee menggeleng pelan, tapi tangisnya justru semakin menjadi. "Hiks... aku takut... hiks... takut..." suaranya lirih, penuh ketakutan yang sulit ia jelaskan.

"Takut apa, hm? Kamu mimpi buruk ya semalem?" tanya Gracia, mencoba mencari tahu.

Zee menggeleng lagi, "Aku mau Cici... hiks... aku mau sama Cici aja..."

Gracia tertegun mendengar ucapan itu, tapi sebelum ia sempat merespons, Zee tampak tersadar akan apa yang baru saja ia katakan. Dengan tergesa, ia melepaskan pelukan Gracia dan mencoba bangkit dari tempat tidur.

"Lepasin" pinta Zee, berusaha melepaskan cekalan tangan Gracia. Namun Gracia tidak memberinya kesempatan, justru memeluknya lebih erat.

"Ngga! Kamu tadi bilang apa, hm? Coba bilang lagi Zee. Tolong..." suara Gracia bergetar, air matanya mulai mengalir tanpa ia sadari.

Zee hanya bisa menangis lebih keras di pelukan Gracia. Ia tak mampu berkata-kata lagi, takut jika semua ini akan membongkar rahasia yang ia sembunyikan. Namun, Gracia tidak berniat melepaskannya, seperti menemukan secercah harapan yang tak ingin ia lepaskan.

"Ayo, bilang lagi kaya  tadi," ujar Gracia lembut sambil kini melepas pelukannya. Ia menangkup kedua pipi Zee, menatapnya penuh harap.

Zee terdiam selama beberapa menit, seolah berusaha mengumpulkan keberanian. Perlahan, ia meraih kedua tangan Gracia dan menggenggamnya erat.

"A-Aku mau sama Cici..." ucapnya dengan suara lirih, namun cukup jelas untuk membuat dada Gracia berdebar.

"Ini mimpi nggak sih?" gumam Gracia pelan, matanya berkaca-kaca saat ia menunduk.

"Cici..." panggil Zee lagi, membuat Gracia segera mengangkat wajahnya. Tatapan penuh emosi itu membuat hatinya tersentuh.

"Iya, kenapa?" tanya Gracia lembut, suaranya nyaris berbisik.

"Um... Aku a-aku..." Zee tampak ragu-ragu, suaranya gemetar.

"Aku apa? Ayo, ngomong aja. Ngga usah takut" potong Gracia, mendorong Zee untuk melanjutkan.

Zee menelan ludah, mencoba bicara. "Aku mau bilang sesuatu, tapi a-aku takut..."

"Sebenernya ak—" Zee mencoba melanjutkan, namun suaranya terpotong oleh ketukan pintu yang tiba-tiba.

Tok tok tok.

"Ck, ganggu aja" desis Gracia kesal sambil beranjak ke arah pintu.

Begitu pintu terbuka, Feni berdiri di sana dengan wajah penuh percaya diri. "Mau ngapain?" tanya Gracia, menatap Feni dengan sedikit heran.

"Ah, gue ada urusan. Jadi titip Zee dulu ya. Oh, ya btw Anin udah balik tadi" jawab Feni santai.

"Oh, oke. Lo tenang aja" sahut Gracia sambil mengangguk.

"Yaudah, gue pamit. Jangan lupa kasih Zee susu, ya! BYE, ZEE!" teriak Feni sambil melambaikan tangan, membuat Gracia terkejut dengan suaranya yang tiba-tiba melengking.

MY CICI 2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang