1

6.3K 423 33
                                    

"Rasanya masih sama, sesakit ini kalo cici dateng kesini, Zee" ucap Gracia sambil mengusap nisan Zee.

"Cici seneng kamu selalu dateng ke mimpi cici, tapi kenapa kamu selalu bilang kangen sama cici sih? Kan cici hampir tiap hari nemuin kamu disini" bingung Gracia.

"Cici aku kangen"

"Cici kapan samperin aku? Kenapa lama banget cici ga nyamperin aku?"

"Aku mau cici"

Gracia menatap lekat makam sang adik, ia sedang di landa bingung mengapa jika Zee masuk ke dalam mimpinya selalu berkata seperti itu. 5 hari yang lalu setelah Gracia mengatakan ikhlas atas kepergian Zee entah mengapa hatinya masih merasa ada yang mengganjal.

Padahal di mimpinya waktu itu sudah jelas sekali bukan bahwa Zee memintanya untuk mengikhlaskan kepergiannya, tapi mengapa mimpinya akhir-akhir ini suka membuatnya di landa kebingungan.

Gracia selalu menyempatkan diri menemui sang adik serta kedua orang tuanya di setiap paginya sebelum ia berangkat kerja, namun mengapa Zee selalu mengatakan tiga kalimat di atas itu. Atau itu hanya sekedar mimpi saja yang tidak harus di permasalahkan? Jawabannya adalah mungkin saja.

Pandangan Gracia kini beralih pada jam tangannya. "Cici pergi dulu ya sayang, maaf gabisa lama disini soalnya ada meeting" Gracia terkekeh hambar sejenak lalu melanjutkan ucapannya.

"Kalo aja kamu masih ada disini, pasti cici bakal lebih pilih kamu dari pada meeting di kantor yang ngebosenin"

"Sekarang cici nyari uang cape-cape buat apa Zee? Dari dulu cici tuh suka ngebayangin pengen ngabisin uang yang cici punya buat seneng seneng bareng sama kamu, eh tapi ternyata takdir berkata lain" bulir air mata lolos dari mata indah Gracia.

"Maaf ya walaupun cici udah ikhlasin kamu tapi cici masih selalu berharap kalo kamu itu masih hidup, Zee" Gracia memukul dada yang terasa sakit guna mengurangkan rasa sesak yang sedang di rasakannya.

"Yaudah semuanya, aku pamit yaa" pamit Gracia langsung beranjak dan pergi dari pemakaman.

***

Setelah berjam-jam tenggelam dalam pekerjaannya di kantor, akhirnya Gracia tiba di rumah pada pukul 14.00. Tanpa membuang waktu, ia langsung masuk ke kamarnya dan mengunci pintu rapat-rapat.

Di sisi lain, Keynal dan Ve masih berada di rumah Gracia. Kekhawatiran mereka belum reda, takut Gracia melakukan sesuatu yang tidak diinginkan. Keduanya merasa sangat sedih melihat perubahan besar pada Gracia. Aura cerah dan hangatnya yang dulu kini berganti dengan bayang-bayang kesedihan yang sulit diabaikan.

Sementara itu, di dalam kamar, Gracia berdiri memandang sekeliling. Meski sudah direnovasi, kamar itu tetap mempertahankan banyak elemen lamanya, menciptakan rasa familiar yang mengusik kenangan. Pandangannya akhirnya tertuju pada sebuah alat pompa ASI yang tersimpan rapi di atas meja. Dengan langkah pelan, ia mendekati meja itu dan mengambil alat tersebut.

Gracia memeluk alat pompa itu erat, seakan mencoba mencari penghiburan dari benda yang penuh kenangan. Air matanya mulai mengalir tanpa bisa ia tahan.

"Hiks... maaf, cici ngga bisa nahan nangis kalau ingat tentang kamu Zee..." bisiknya penuh pilu.

Setelah beberapa saat tenggelam dalam kesedihannya, Gracia meletakkan alat pompa itu kembali di tempatnya. Ia cepat-cepat menghapus air matanya, berusaha menyembunyikan kesedihan yang tak kunjung reda.

Kini Gracia mengambil koper yang ada di atas lemari lalu mengemas sebagian pakaian serta barang-barang yang menurutnya penting itu.

Setelah beberapa menit kemudian akhirnya Gracia keluar dari kamarnya dengan tangan yang menarik kopernya.

Sesampainya di bawah Gracia di tatap heran oleh Oma Ve yang sedang duduk di ruang tamu itu.

"Loh Gre, kamu mau kemana?" Tanya ve sambil menghampiri Gracia.

"Aku mau tinggal di apartemen aja oma, aku ga kuat lama-lama disini malah ngebuat aku sedih terus" jawab Gracia apa adanya.

Ve menghela nafasnya. "Oma ngerti Gre, tapi dengan kamu tinggal disana oma sama opa ngga bisa merhatiin kamu nak" ucap Ve sambil mengusap lembut surai Gracia.

"Oma sama Opa gausah khawatir ya, aku ga bakal apa-apa kok tinggal di sana" balas Gracia dengan senyumannya.

Ve menggeleng pelan dan menatap sedih Gracia, ia masih tidak setuju dengan keputusan Gracia yang ingin tinggal di apartemennya itu.

"Udah ya oma gausah sedih gitu, oma sama opa kalo masih mau tinggal disini juga gapapa itu malah bagus"

"Yasudah jika itu mau kamu Gre, tapi oma mohon jangan melakukan hal yang tidak-tidak ya" pinta ve karena masih parno dengan sikap Gracia yang menurutnya belum normal seperti dahulu.

Gracia terkekeh kecil. "Ya ngga bakal lah oma, yaudah aku pamit dulu. Oma sehat sehat disini dan titip salam buat opa" pamit Gracia menyalimi tangan ve dan memeluknya juga.

Gracia melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, saat melewati sekolah Zee matanya tak sengaja menangkap Shani yang sedang menjemput Christy membuatnya lagi-lagi bersedih.

"GUE JUGA MAU KAYAK GITU ARGHHH" teriak gracia sambil memukul stir mobilnya.

Gracia menancap gas nya lebih cepat agar ia cepat cepat sampai ke apartemennya.

Beberapa menit kemudian akhirnya Gracia sampai dan menepikan mobilnya di parkiran yang tersedia lalu turun tak lupa juga ia membawa kopernya.

"Gre!"

Gracia menoleh ke asal suara dan ternyata itu anin yang memanggil. "Eh udah selesai semua?" tanya gracia, karena tadi kerjaan di kantor lumayan banyak.

"Udah beres semua, Lo beneran jadi tinggal di apart Gre?" tanya Anin sambil menelisik Gracia yang ada di depannya ini.

"Hmm, e-em nin?"

"Kenapa hm? lo butuh sesuatu?" tanya Anin peka, melihat raut wajah Gracia yang seperti menginginkan sesuatu.

Gracia mengangguk pelan dan langsung pergi meninggalkan Anin membuat Anin mengikutinya saja.

Anin sedikit kewalahan mengejar langkah Gracia yang berjalan cepat tanpa henti. Ketika sampai di depan pintu apartemen, Anin hanya bisa menggelengkan kepala melihat Gracia membuka pintu lebar-lebar, meskipun tak ada tanda-tanda kehadiran pemilik apartemen.

"Di kamar kali ya" gumam Anin sambil menutup pintu dengan hati-hati, lalu melangkah menuju kamar Gracia.

Ketika pintu kamar terbuka, pandangan Anin langsung tertuju pada Gracia yang duduk gelisah di tepi tempat tidur. Ia tampak menggigit kukunya, matanya berkaca-kaca, seperti anak kecil yang bingung mencari pelukan.

"Gre? Sini gue peluk" ujar Anin lembut sambil duduk di samping Gracia dan merentangkan tangannya.

Tanpa ragu, Gracia langsung menghamburkan diri ke pelukan Anin. Ia memeluk erat sahabatnya itu dan menangis sejadi-jadinya, seolah tak mampu lagi menahan perasaan yang selama ini dipendam.

"Hiks... kangen. Gue kangen banget sama Zee, Nin... hiks..." ucap Gracia terbata di sela isak tangisnya.

"Ssstt... nangis dulu aja, Gre. Lepasin semuanya" balas Anin, tangannya perlahan mengusap punggung Gracia, mencoba menenangkan.

Anin merasa pedih melihat kondisi Gracia. "Gracia selalu terlihat kuat, tapi soal Zee... dia rapuh banget" Batin Anin terasa berat, namun ia tetap berusaha memberikan kekuatan untuk sahabatnya yang tengah hancur.















TBC.





xixixi tadinya mau up besok besok tapi mending sekarang sekarang aja deh😎

eh btw di part sebelumnya ga ada yg bisa nebak kah, sepasang suami istri dan anak perempuannya itu siapa wkwk.

vote dan komennya sygkuu jgn jadi pembaca gelap ya aku takuttt

MY CICI 2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang