Kasyaf Jauhar

23 6 3
                                    




Sesampainya di stesen kereta, ayahanda memintaku untuk berada dekat dengan dia. Aku tak di perbolehkan untuk berbual dengan utusan kerajaan barat sebelum di perkenalkan oleh
Ayahanda sendiri.

Aku merasa tertunggu dengan kehadiran utusan itu, tak sabar aku nak tengok orang dari Kerajaan barat, khabarnya orang di sana lebih kacak. Kebanyakan mereka memiliki kening yang tajam, juga rambut hitam yang berkilau.

......

Suara hon kereta api mulai terdengar dari tempat kami menunggu, maknanya mereka akan tiba tak lama lagi.

"Lisa, kemas tak penampilan saya?" tanyaku pada Lisa yang sejak tadi setia berdiri di belakangku.

Lisa menilik pakaian yang sedang aku guna.

"Awak terlihat sempurna Cik puan, sangat cantik jelita..."

Aku tersenyum dengar pujian itu. Hari ini aku harus terlihat lebih baik di hadapan utusan kerajaan barat, aku nak rencanaku berjaya.

Kereta api berhenti tepat di stesen.

"Mari ikut Ayahanda..." ayahanda berjalan menuju tempat yang telah di gelar tikar merah memanjang, tepat di hadapan pintu keluar kereta api. Aku berjalan mengikutinya bersama dengan enam orang lainnya.

Keluar sosok pria dewasa bertubuh jenjang dengan baju kot berwana hitam, khas kerajaan barat. Saat aku melihat wajahnya, pandanganku tak boleh teralihkan darinya. Aku terpana melihat  ke tampanannya, dia terlihat sangat gagah. Dia datang bersama tiga orang lainnya, namun pandanganku hanya terpaku padanya.

Wajahnya begitu sempurna, mulai dari hidungnya yang runcing, keningnya yang terukir kemas nan tajam, matanya yang indah, juga rambut hitam pekatnya yang berkilau di bawah sinar surya.

Sepanjang hidupku, Putera Mahkota adalah pria paling gagah yang aku kenali. Dan detik ini penilaian itu berubah pada pria asing yang sedang berjalan di hadapanku ini. Tampan sungguh utusan kerajaan barat ini.

"Selamat datang di kerajaan timur Tuan. Kami mengalu-alukan kedatangan anda..." ujar ayahanda sopan layaknya seperti menyambut tetamu.

Lelaki itu mengangguk tanpa sebarang ekspresi. Dia lantas melihat ke arahku yang sedang berdiri di siring ayahanda. Aku yang sejak tadi khusyuk melihatnya kini mengalihkan pandangan.

Aku menunggu ayahanda untuk mengenalkanku pada utusan tampan ini. Tapi rasanya dia tak akan kenalkan aku. Entah apa yang mereka perbualkan aku tak faham.

Mereka berdua jalan beriringan, dan aku berjalan di belakang mereka. Tak lama lagi pria tampan ini akan naik kereta menuju istana, maka aku tak kan ada kesempatan untuk berbual lagi dengannya sebelum majelis.

Aku memerhati ayahanda dan pria tampan itu. Dalam hati berharap ada yang tiba-tiba memanggil ayahanda, supaya aku dapat berbual dengan orang kacak ini.

Seperti yang aku harapkan, tiba-tiba perhatian ayahanda teralihkan pada dua orang yang baru sahaja menghampirinya.

LOVE AND REVENGEWhere stories live. Discover now