Se0 #1

11 0 0
                                    


Hotel International Country,

Tempat kerja terbaik sejauh ini yang pernah ku dapati, aku bekerja sebagai Bartender perempuan di setiap outlet yang ada dihotel tersebut.

Beverage Department, adalah bidang yang ku tekuni sejak aku masih menginjak masa SMA. Di Garuda, terdapat banyak sekali hotel mulai dari bintang 1 hingga 5, tapi rasanya sungguh berbeda ketika bekerja di hotel ini.

Pelayanannya cenderung mengikuti standar Bangsa Kangguru, bahkan setiap orang memegang teguh SOP yang berbeda, tapi aku tentu saja hanya akan mendengarkan suara hati ku.

Setelah memarkirkan motor kesayangan ku, aku bergegas ke loker karyawan wanita untuk berganti baju, grooming dan lain sebagainya. Lalu, aku langsung masuk ke salah satu outlet yang buka hanya untuk breakfast.

"Kali ini siapa ya partner ku di Barista Section" pikirku sambil mempersiapkan mesin kopi, coffee beans, grinder, ice cube, dan lainnya.

Kemudian,

Seorang pria berbadan tegap, kulitnya cerah, rambutnya coklat muda berkilauan datang menghampiri ku.

"Ada yang bisa kubantu?" kata ku, sopan.

"Buatkan aku hot cafe latte 4 cup, dan tolong siapkan juga highball glass berisikan ice cube" jawab pria itu,

"Baiklah, the coffees are coming right up" ucap ku penuh semangat.

Sambil menunggu kopinya siap, pria itu tentu telah menyiapkan cangkir dan gelasnya sendiri, sehingga aku tidak kesulitan. Ia kemudian sedikit terlalu tajam memperhatikan aku yang sedang menuangkan latte art pada kopi yang ia pesan.

"Kau baru disini?" tanya pria tersebut.

"Ah iya, tidak kok, aku sudah menjalani 1 tahun kerja disini"

"Begitu? Aku tidak pernah melihatmu"

"Oh mungkin aku invisible"

Pria itu kemudian menatapku dengan tatapan yang sedikit aneh, sambil berkata, "kau aneh"

Aku tersenyum, sambil memberikan 4 cangkir kopi yang sudah sejak tadi ia tunggu.

"Matanya biru" kata ku sambil bergumam sendiri.

Sebelum membawa semua pesanannya, sepertinya ia mendengar perkataan ku, ia mendekati ku tanpa sekalipun mengedipkan matanya.

"Ada apa?"

"Kau aneh, matamu hijau seperti mata ular" ucapnya sedikit berbisik, lalu membawa semua pesanannya tepat ditelapak tangan kirinya, keberadaannya perlahan menghilang.

"Apa aku baru saja dipuji?" ucapku dalam hati.

Pundak ku ditepuk dari belakang, saat aku berbalik, aku melihat seorang yang ku kenal.

Laki-laki berambut hitam dengan gaya wolf cut, berdiri di depanku sambil tersenyum, perawakannya seperti orang-orang keturunan Bangsa Sakura.

Ia adalah Bobby Anderson, seorang Captain Bartender untuk 3 outlet sekaligus.

"Oh jadi kau partner kerjaku hari ini"

"Hahaha... Seharusnya Tuan Blue, tapi ia sakit jadi aku yang menggantikannya" ucap Bobby.

"Baiklah, berapa banyak tamu breakfast pagi ini?"

"672 tamu, siap?"

Aku mengangguk pertanda siap, kami melayani tamu dengan pesanan yang acak setiap menitnya. Saking ramainya, kami bahkan tidak memperhatikan jam sudah menyentuh pada pukul 10 kurang 5 menit.

Itu tandanya, waktu sudah hampir selesai breakfast.

Sambil mencatat kebutuhan yang sudah habis, Bobby menanyakan suatu hal yang tidak pernah kudengar sebelumnya.

"Ria, apa kau suka pada pria room service tadi?" Tanya Bobby.

"Hah? Oh, dia bidang room service?" ucap ku.

"Hei... kau tidak menjawab pertanyaan ku"

"Oh maaf, tidak, aku bahkan tidak mengenalnya, memangnya kenapa?"

Bobby tidak menjawab, ia langsung bergegas ke ruang purchasing untuk input data yang perlu di order. Aku yang heran hanya ikut diam, dan melanjutkan membersihkan Barista Section karena sudah waktunya closing.

Aku berjalan menuju loker untuk berganti seragam untuk outlet selanjutnya, pagi menjadi Barista, siang menjadi Bartender.

Setelah selesai grooming dan memastikan semua peralatan sudah ku bawa didalam kantong celana serbaguna yang kupakai, aku langsung bergegas keluar loker untuk mengambil jatah makan siang ku.

Aku selalu makan sendirian, tapi kali ini aku merasa sepertinya aku sedang dibicarakan oleh seseorang tepat di belakang kursi yang kududuki saat ini.

Terdengar sangat jelas pembahasannya tentang diriku, memangnya siapa lagi yang bermata hijau berkilau disini selain aku? Tapi seperti hari-hari sebelumnya, aku hanya diam.

"Hai Ria, kau disini? Kami baru saja membicarakan mu" ucap perempuan berambut hitam dengan warna kulit coklat karamel.

Ia adalah Wulan. Bartender Wanita yang akan in-charge bersama ku nanti siang.

"Oh ya? Ada gosip dan rumor apalagi hari ini Wulan?" jawabku sambil tersenyum.

Wulan yang mendengar hal tersebut, tentu saja menekuk kedua alisnya yang tipis itu kebagian tengah. Wajahnya menunjukan rasa kesal dan kedua bola matanya memancarkan rasa benci yang sangat dalam.

Ia kemudian mendekati telinga kananku dan berkata, "ada rumor bahwa sepertinya, kau mendalami ilmu hitam"

Aku menarik telinga kirinya dan menjawab, "jika memang aku bisa melakukan itu, orang pertama yang akan hilang, adalah kau."

Wulan menarik dirinya dan menampar wajahku dengan sangat keras, sampai aku terjatuh dari kursi. Beruntung, ia lakukan hal itu saat kantin sedang sepi.

Kantin hotel merupakan satu-satunya ruangan yang tidak menggunakan teknologi CCTV, jadi tentu saja ia bebas melakukan hal tersebut. Atau mungkin orang lain dapat melakukan hal senonoh sesuka hati mereka.

Saat sudah mulai ramai, ia kemudian teriak, "Ah Ria, sini ku tolong, mengapa kau bisa jatuh seperti ini?"

Wulan, perempuan dengan tingkah menjijikan, ia selalu begitu. Ia berani melakukan hal tersebut pada siapapun yang menjadi hambatan baginya, karena ia anak dari Supervisor kami, Tuan Blue.

Setelah kejadian itu, aku dibawa ke klinik hotel.

(12.10 Klinik HIC)

Suster yang bertugas saat itu, mengobati luka pada pipiku dan mencoba menghentikan aliran darah yang terus mengucur dari hidung ku.

"Nona, apa benar kau hanya terjatuh dari kursi?"

"Apakah terlihat begitu mencurigakan sampai Suster bertanya seperti itu?" ucapku sambil menunduk.

"Hmm baiklah, saya tidak akan menanyakan soal itu, tunggu ya, saya harus memeriksa apakah hidung mu baik-baik saja atau tidak"

Aku hanya diam. Lagi-lagi aku tidak tahu harus melakukan apa untuk membela diriku sendiri.

Sementara Suster memeriksa kondisi hidungku, klinik diramaikan dengan suara kepanikan seseorang.

Aku tidak dapat melihatnya dengan jelas karena jauh dari pandanganku, dan juga ruangannya ditutupi gorden. Aku penasaran, siapakah itu? Ada apa dengannya?

The Purple RoseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang