"Sudah kubilang, aku hanya menunggu sampai orang itu melakukan dosa terburuknya" ucap seorang wanita berambut ungu dengan sorot mata tajamnya, sambil terus menerus menghisap rokoknya. Dosa apa yang dimaksud? Siapa dia sebenarnya?
Seiring berjalannya waktu aku semakin sering bertemu dengan Sir Gojo, nama yang aneh, ku pikir. Terlihat dengan sangat jelas, bahwa pria itu sebenarnya tidak begitu senang aku berada di sekitarnya.
Sir Gojo,
Pria yang usianya 5 tahun lebih tua dariku, ia pernah cerita bahwa ia terlahir untuk belajar mengenai teknologi dan komputer sehingga ia sekolah dengan jurusan tersebut.
Namun, realita kehidupan tidak seindah merangkai tujuan hidup. Ia gagal mempelajari banyak hal karena keterbatasan fasilitas sekolah, lalu ia memilih banting setir ke dunia pariwisata dan hospitality.
Ia suka sekali mengenakan kaos polos hitam, celana levis hitam, dan juga kacamata hitam. Ia senang ngemil lemon dan jeruk nipis. Ia juga sedikit malas dan cenderung tidak peduli jika ia tidak memiliki keperluan.
Selama 1 tahun mengenalnya, aku belajar bahwa Sir Gojo tumbuh dewasa tanpa seorang Ibu. Ayahnya sangat sibuk mengurus perusahaan, sehingga ia sendirian.
"Hei! Kau dengar atau tidak yang baru saja ku katakan?" ucap Sir Gojo sembari menepuk kedua tangannya tepat didepan wajah ku.
"Maaf, aku sedang memikirkan hal lain" jawabku singkat, sambil bergumam dalam hati, memang ia sedang bicara soal apa?
"Ah aku benci mengulang perkataan 2 kali, tapi ini adalah informasi penting, jadi dengarkanlah dengan baik" sahutnya dengan wajah kesal.
Aku hanya mengangguk sambil berusaha fokus dengan apa yang ingin diucapkan.
Ku lihat Sir Gojo tersenyum, pipinya memerah, apa ia sedang jatuh cinta? Tapi pada siapa? Tak ada wanita lain yang dekat dengannya selain aku.
"Jadi sepertinya aku menyukai seseorang, ia lumayan dekat dengan ku, dan aku baru-baru ini mengenalnya"
Apa ia suka pada ku? Kata ku dalam hati, aku sudah cukup senang karena sepertinya aku tidak mengalami cinta bertepuk sebelah tangan. "Oh ya? Siapa namanya?"
"Ia junior ku, namanya Teresha..." Jawabnya, raut wajahnya sangat bahagia.
Sementara mendengar ocehannya, aku tenggelam dalam lautan fakta bahwa aku baru saja merasakan hal yang sangat ku takutkan. Jadi, selama ini ia bercerita tentang juniornya?
Aku tidak terlalu suka kok padanya, tapi kenapa rasanya perih?
///
Pekerjaan di Bar, tetap berjalan seperti semestinya, aku jadi sering in-chargeSun-down Beach Bar dan dipasangkan dengan Navy. Lelaki genit yang seringkali mengganggu kerja ku dengan cara terus menggombal.
(10.00 Sun-down Beach Bar)
"Selamat pagi cintaku, apa kabar mu pagi ini?" kata Navy, sumeringah.
"Panggil aku dengan sebutan 'kakak', aku baik" jawabku singkat. Sambil mempersiapkan garnish dan buah potong.
Sementara Navy terus sibuk menggombal sambil kedua tangannya mengangkat dus dan krat beer untuk melakukan refill. Sesekali juga memamerkan otot-ototnya.
Aku tidak begitu terpengaruh, isi pikiran ku hanyalah "kapan sesi berduaan ini selesai?"
Beberapa menit kemudian, ku lihat Tuan Blue sedang berbincang dengan Wulan, tentu saja tidak akan terdengar oleh ku, tapi dari ekspresinya sudah bisa dipastikan Tuan Blue sedang meluapkan emosinya.
"Halo nona, kita bertemu lagi" kata seorang pria tua berkumis, jenggot, dan rambutnya berwarna coklat berkilau, matanya biru, sambil duduk dikursi tepat di bar kami.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Source: Pinterest
"Mau pesan apa Tuan?" tanya Navy, sopan.
"Aku hanya ingin dilayani oleh Nona Ria, kau sepertinya baru, aku tak pernah melihatmu sebelumnya" Jawab Tuan itu menggunakan Bahasa dari Bangsa Menara.
(Bangsa Menara = Negara Perancis, diambil dari Menara Eiffel)
Navy yang mematung kebingungan kemudian menarikku untuk mulai berbincang dengannya.
"Ya, Tuan, dia baru, namanya Nav–"
"Aku tak peduli siapa namanya, tapi nona, sebaiknya kau menjauhi putra ku, dan ya aku pesan 1 Espresso Martini"
Putranya? Siapa? Memangnya siapa pria tua ini? Sentimen sekali.
"Tuan, banyak sekali seorang putra di tempat ini, bukan hanya putra mu, beritahu aku siapa namanya?" kata ku tersenyum, sambil memberi kode Navy untuk membuatkan pesanan pria tersebut.
Sementara Navy membuatkan pesanan pria tua itu, aku melihatnya dengan jelas, ekspresinya tidak dapat ku lupakan begitu saja.
Pria itu itu hanya tersenyum, tatapan matanya sinis. Ah karena matanya biru, apa ia ayah dari Sir Gojo?
Dari struktur wajah, bentuk tubuh, hidung, dan perawakannya memang sama seperti Sir Gojo.
Lalu, aku tersenyum sinis ke arahnya. Dan berkata, "Ah... Jadi kau Tuan Sir Kharma, ya?"