『𝑹𝒆𝒗𝒊𝒔𝒊』
. ₊ 🍃⊹ ⸙ ⊹ ☀️₊
𝓓unia tak lagi memiliki keluguannya, syair tak dapat terucap, dan ia terkurung dalam ratapan yang menyiksa.
𝓢eberapa kuat ia berusaha, ia hanya akan menjadi seekor kelinci y...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
‧₊˚𖤣𖥧↟𓆑𓍊𓋼‧₊˚
"Hei! Apa kau tidak akan menurut saja pada kami?!" Sergah pria itu seraya menunjuk kasar pada Forest.
"Pada akhirnya pun, kau akan tetap kami paksa untuk menyetujui kesepakatan tersebut!"
Satu Minggu terlewatkan sudah, para penduduk Lorath semakin memaksanya agar menggunakan kemampuan itu.
Mereka mulai meninggalkan beberapa bibit dan memintanya untuk menumbuhkan mereka, tentunya bocah tersebut tak menghiraukan perintah orang-orang itu.
"Dasar anak kecil! Jika bukan karena ketua, kau sudah habis kami hajar!"
"Lakukan saja sekarang, tutup pintunya.." tukas seseorang di belakangnya.
Benar saja, mereka mulai menutup pintu hingga kini ruangan itu menjadi gelap, hanya seberkas cahaya yang masuk dari langit-langit yang bisa menerangi ruangan tersebut.
"Sebaiknya kita coba yang ringan saja, dia kan anak kecil.." cetusnya.
Bekas merah kini tercetak jelas di wajahnya, bibirnya memucat, hidungnya berdarah.
Demikian semua itu tak mampu membuat Forest goyah sedikitpun.
"Ya ampun, ternyata kau ini lumayan kebal ya.." pungkas pria itu.
"Apa kau ini memang sudah biasa di pukuli?"
"Pasti ayahmu, kan?" Kini bocah itu tertegun sejenak, dan perlahan ia mulai mengangkat wajahnya menatap sosok yang ada di hadapannya.
"Yang sering memukuli mu?" Lanjutnya.
"Kenapa? Pasti karena nilai jelek bukan?"
Nilai katanya, itu tidak benar, Hugo tak pernah menuntut nilai. Dirinya saja yang terlalu ketakutan.
Ini sedikit mengingatkannya pada kejadian setahun lalu, dimana ia menangis sejadi-jadinya hanya karena nilai ujian matematikanya mendapatkan hasil 20.
Kala itu ia menolak untuk pulang ke rumah, rasa takut kini semakin menyelimutinya.
Hingga sang ayah harus menjemputnya ke sekolah, menemui putranya yang masih meringkuk di pojok bangunan.
"Kau berlebihan, aku tidak pernah menuntut nilai.."
"Menurutku asalkan kau naik kelas itu pun sudah cukup.."