Bab. 3 : Sang pelindung

1.1K 96 13
                                    

Bang

Sebuah tembakan dilancarkan mengarah padaku, namun sayangnya serangan itu agak melesat. Tadi yang seharusnya mengenai jantungku, justru malah mengenai salah satu bola mataku.

Rasa sakit mulai menyebar dari sana, pandanganku terasa buram dalam seketika. Anehnya, aku tidak kehilangan bola mataku. Seolah serangan tadi memang bukan dimaksudkan untuk membunuhku.

Sriiiinggg ....

Cahaya biru keperakan bersinar, terlihat seorang wanita sedang berdiri di depan berusaha melindungiku. Dan dialah sang pelaku yang menggagalkan aksi musuh tadi.

"ARRRGH! SIAPA KAU?! Beraninya kau mengacaukan rencanaku!" teriak sosok hitam itu frustasi.

Wanita itu tidak menjawab, namun mulutnya terlihat bergerak. Seolah sedang menggumamkan sesuatu, lalu tiba-tiba saja sebuah serangan langsung menghantam musuh.

Serangan bagaikan laser, persis milik elemen Solar, namun hawanya yang dingin membuatku teringat dengan elemen Ais.

"Ya, ampun. Sepertinya aku salah tempat," ujar wanita itu kemudian.

Aku sendiri tidak tau apa maksud ucapannya, tapi yang jelas dia bukanlah penduduk bumi. Tak lama setelah menggumamkan itu. Tangannya yang hangat segera meraihku, berusaha memejamkan mata ini agar tertidur lelap.

"Istirahatlah dulu, wahai alien yang baik hati."

.

.

.

.

.

.

•••

Terangnya mentari memaksa agar diriku segera bangun. Aku mengerjapkan mata perlahan, berusaha untuk bangun dari mimpi panjang. Sepoi-sepoi angin berhembus melewati celah jendela, angin dingin mulai terasa. Aku menoleh kesekitar dan mendapati diriku yang berada di dalam kamar entah bagaimana.

Menurut ingatanku, terakhir kali aku berada harusnya di kedai Tok Aba. Namun anehnya, aku malah mendapati diriku di dalam kamar. Mungkinkah semua itu hanyalah mimpi? Tapi, itu semua terasa nyata. Bahkan semua rasa sakit tersebut, dan keberadaan wanita misterius itu jelas bukanlah sekedar mimpi.

Kriiieeet ....

Suara pintu berdecit terdengar, sebuah robot kuning mengintip dari balik pintu. Tak lama kemudian, mata kami saling bertemu dan dalam seketika robot itu langsung menerjangku.

"Boboiboy! Syukurlah akhirnya kau sadar!" ujarnya senang sambil memelukku bahagia.

"Eh? Ochobot? Kenapa kau ... terlihat agak kecil?"

Mata LED biru itu menatapku datar, bentuknya yang bulat berubah menjadi garis panjang. Menganggap pertanyaanku tadi adalah pertanyaan aneh.

"Haduh, kau kan sudah besar. Tentu saja ukurannya akan jadi terlihat kecil di matamu. Makanya sesekali hubungi aku, jangan pas mendesak baru telpon!"

Ochobot mulai memarahiku, sedangkan aku hanya bisa terkekeh pelan mendengar semua itu. Entah mengapa, aku justru merasa gembira dimarahi olehnya begini. Rasanya sudah cukup lama Ochobot tidak marah seperti ini, apalagi setelah tiga tahun berpisah.

Lalu tak lama kemudian, dua sosok berambut violet berjalan memasuki kamarku. Dua sosok orang yang paling aku hormati, mulai terlihat setelah cukup lama tak berjumpa.

"Oh, baguslah kau sudah sadar," ujar Fang.

"Kapten Kaizo? Fang? Apa yang terjadi?"

"Aku juga tidak tau, karena saat kami tiba. Kau dan Gopal sudah tergeletak di atas rumput begitu saja."

CHANGEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang