Perasaan Bram

2K 156 5
                                    

Geina menegang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Geina menegang. Tubuhnya seakan kaku tidak bisa digerakkan. Apalagi ketika tangan besar Bram berada di depan perutnya. Ia juga bisa mendengar nafas Bram dari belakang lehernya.

"Bapak ... jangan gini," ujar Geina dengan suara parau. Ia mencoba melepaskan belitan tangan Bram pada perutnya.

"Maafkan saya, Ge. Saya enggak maksud buat bentak kamu."

"Saya enggak apa-apa, Pak. Saya yang salah karena masuk kamar Bapak tanpa izin. Saya yang harusnya minta maaf."

Bram tiba-tiba membalik tubuh Geina hingga menghadapnya. Pria itu menatap Geina sedih ketika Geina menunduk takut.

"Tapi kamu jadi takut sama saya," ujar Bram serak.

Geina diam. Kepalanya yang masih menunduk membuat Bram merasa marah pada dirinya sendiri. Ia juga sempat melihat tangan Geina yang terkepal, menandakan jika gadis itu memang sedang ketakutan.

Bram memegang dagu Geina dan mengangkatnya ke atas. Mata gadis itu terlihat melebar. "Tatap saya kalau saya lagi ngomong, Ge."

Geina melebarkan matanya. Wajah tampan Bram kini tengah berada di depannya. Entah kenapa hal itu membuat rasa takutnya mereda. Ia mengamati wajah itu. Mata Bram sedikit sipit, hidungnya mancung dengan rahang yang tegas. Dari dekat, Geina bisa melihat kumis tipis yang tidak pernah ia sadari jika Bram memilikinya. Geina meneguk ludahnya ketika melihat bibir Bram yang sedikit terbuka.

"Saya minta maaf. Tidak seharusnya saya membentak kamu tadi. Saya hanya ... saya hanya sedang kesal dengan diri saya sendiri, saya kecewa dengan keadaan saat ini, saya ... saya sedang cem-" Bram berhenti berujar ketika Bian berteriak memanggilnya.

"Papa Bian takut. Ayo teman Bian."

Geina sontak langsung mendorong Bram hingga pria itu mengaduh kesakitan karena punggungnya terantuk sisi kitchen set.

Bram berdehem pelan. "Ah ya ... ayo papa temani," ujarnya pada Bian. Bram sempat melirik sebentar ke arah Geina, lalu tanpa mengucapkan sepatah katapun lagi, ia mengikuti Bian untuk menonton TV.

Geina menghembuskan nafasnya. Ia menyentuh dadanya dan merasakan detak jantungnya yang berdebar kencang. "Pak Bram mau ngomong apa tadi, ya? Cem ... cemas? cemberut? cemerlang? cemburu?" Geina sedikit tersenyum ketika mengucapkan kata terakhirnya.

Mengabaikan segala rasa penasarannya, Geina memilih untuk segera menyelesaikan cuci piringnya yang sempat terganggu.

"Saya mau pulang, Pak," ujar Geina pelan. Ia menghampiri Bram di ruang TV. Bian sedang fokus menonton acara kartun favoritnya. Sementara Bram yang duduk di samping Bian menoleh ke arah Geina.

Bram menepuk sofa yang masih kosong di sampingnya, mempersilakan Geina untuk duduk. "Saya mau pulang, Pak," kekeuh Geina. Namun Bram malah menarik tangan Geina agar duduk di sampingnya. "Tunggu Kyla pulang sebentar lagi. Nanti saya antar pulang."

Sen Kanan Belok ke Hatimu (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang