Mantan Mertua

1.9K 132 5
                                    

"Ayo saya antar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ayo saya antar."

Geina menatap Bram dengan tatapan datar. Mengingat apa yang baru saja terjadi membuat gadis itu enggan untuk tersenyum. Namun, melihat Bram yang sepertinya tidak berniat mengatakan apapun, membuat Geina memilih untuk menaikkan kedua sudut bibirnya. Ia tidak ingin Bram tau bahwa dirinya telah mengetahui segalanya. Ia akan mengikuti permainan yang dibuat oleh pria itu.

"Enggak usah, Pak. Saya pulang sendiri aja. Bapak kayaknya juga kelihatan capek banget." Geina tidak bohong ketika mengatakan itu. Raut wajah Bram terlihat lelah. Bahkan mata pria itu menampilkan tatapan yang sendu.

"Tapi kamu mau ketemu Aska."

Ah ... Geina hampir saja lupa. Ia ada janji dengan Aska untuk mentraktir pria itu makan. Tapi sepertinya Geina berubah pikiran untuk mengajak Bram turut serta. Biarlah hari ini ia mengeluarkan uangnya sendiri. Ia ingin bercerita banyak dan mungkin bertanya kepada Aska tentang hubungan Bram dan Amira.

"Saya enggak jadi pergi, kok, Pak. Jadi Bapak langsung pulang aja."

Bram menghembuskan nafas. "Oke kalau gitu. Saya pulang dulu. Kamu hati-hati."

Geina tersenyum tipis. Selepas Bram pergi, ia mendengus kesal karena Bram tidak memaksanya untuk pulang bersama. Ia jadi semakin yakin jika Bram memang hanya bermain-main dengannya. Tapi apa tujuannya? Apa untuk menarik simpati papanya? Mengingat papanya dan Bram adalah rekan bisnis.

Geina buru-buru bersiap untuk pulang. Ia merogoh tasnya dan mengambil ponsel yang dari tadi berdering. Beberapa pesan dari Aska membuat Geina tertawa kecil. Pria itu mengatakan jika dia hampir sampai di tempat mereka janjian.

Tiga puluh menit perjalanan, Geina akhirnya sampai di sebuah cafe yang terlihat mahal. Dia meringis. Semoga saja Aska tidak memintanya membeli banyak makanan.

Menoleh ke sekeliling, Geina tersenyum simpul saat melihat Aska yang melambaikan tangan ke arahnya. Kalau dilihat-lihat begini, Aska memang tak kalah tampan dengan Bram. Kalau saja Bram benar-benar mempermainkannya, Geina akan langsung melamar Aska saja.

Senyum Geina mendadak luntur saat menyadari jika meja di depan Aska sudah penuh dengan berbagai makanan. Harapannya untuk sedikit berhemat sudah sirna. Memangnya apa yang dia harapkan dari Aska yang sepertinya sudah kelaparan itu. Dasar laki-laki kemaruk, batinnya.

"Kamu lama, sih. Jadi aku pesan dulu. Kalau kamu mau makan juga, pesan lagi aja. Aku terlanjur pesan dikit."

Geina memutar bola matanya jengah. "Dikit apaan. Semeja gini dibilang dikit," gerutunya membuat Aska tertawa. Geina sepertinya mengurungkan niatnya untuk melamar Aska. Sepertinya lebih baik dia jomblo saja.

"Bercanda. Ini buat kita berdua, kok," ucap Aska sambil terkekeh. Tangan pria itu bergerak menyodorkan satu mangkuk kecil es krim pisang ke arah Geina. "Kayaknya kamu perlu yang manis-manis. Mukanya kayak orang nahan berak."

Geina mendengus sebal. Namun ia tetap menerima sodoran es krim dari Aska dan menyantapnya. Dinginnya es krim yang masuk ke mulutnya cukup bisa meredakan sedikit kekesalannya.

"Kenapa Bram nggak jadi ikut? Udah bangkrut dia?"

Mendengar nama Bram disebut, membuat Geina menekuk wajahnya lagi. Dengan satu lahapan besar, Geina memasukkan semua es krim tersisa ke mulutnya.

"Aku mau nanya," ucap Geina setelah menoleh ke sekeliling, tak berniat menjawab pertanyaan Aska.

Melihat gerak-gerik Geina, Aska mulai menerka-nerka. Sepertinya dugaannya bahwa ada yang tidak beres dengan hubungan Geina dan Bram adalah benar.

"Bram pernah suka sama Amira, ya?"

Aska melebarkan matanya, membuat Geina yang menatapnya juga ikut melebarkan matanya.

"Bener kalau dibalik."

"Ha?"

Aska menjentikkan jarinya di depan wajah Geina. Sepertinya dirinya mulai suka menjahili gadis itu. "Bukan Bram yang suka Amira. Tapi Amira yang suka Bram," jelasnya.

Geina mengangguk ragu. Namun dalam hatinya masih terbesit rasa tidak percaya. Apalagi tadi ia mendengar sendiri jika Bram mengatakan bahwa ia mencintai Amira.

Aska menghentikan kunyahannya melihat raut wajah Geina yang seakan tidak yakin dengan ucapannya. "Kan, dulu aku pernah bilang. Kamu harus hati-hati sama Amira. Emang ada masalah apa, sih, kamu sama Bram?"

Geina mencondogkan badannya ke depan. "Aku denger sendiri pak Bram ngomong kalau dia cinta sama Amira."

"Emang ngomongnya gimana?"

"Ya enggak tau sih lengkapnya gimana. Aku denger cuma bagian "mencintaimu"," ujarnya menjelaskan.

Aska mendesah pelan. "Mending kamu tanya langsung, deh, sama Bram. Aku enggak mau ngurusin bocah cemburuan kayak kamu." Aska memilih untuk melanjutkan makannya. Sudah ia duga jika ini adalah kesalahpahaman karena Geina yang terlalu cepat menyimpulkan. Kelihatannya Geina memang cemburu sehingga tidak bisa berpikir jernih. Aska sendiri juga yakin jika Bram tidak akan pernah menyukai Amira. Jika memang Bram benar mencintai Amira, Aska pastikan jika Bram memang sudah gila.

Geina menggerutu kesal. Niat hati dia ingin bertanya banyak tentang Bram, namun Aska malah merespon dengan tak acuh, membuat mood bertanyanya sedikit menghilang.

"Mas, apa pak Bram deketin aku biar kerja sama dengan perusahaan papa lancar?"

Aska mendongakkan kepalanya terheran-heran. Ada saja ya kecurigaan orang cemburu. "Memang Bram tau kalau papa kamu itu om Sanjaya sejak kapan?"

"Baru tadi, sih." Geina mengangguk-anggukkan kepalanya. Benar juga. Bram bahkan terkejut saat tau jika papanya adalah rekan bisnisnya. Tapi, bisa saja pria itu berpura-pura terkejut, kan?

"Sudah-sudah. Daripada kamu mikir semakin jauh, lebih baik kamu tanya Bram langsung. Itu, orangnya udah melotot dari tadi."

Geina mengikuti arah pandang Aska. Ia langsung terkejut dan segera berbalik arah, tak berani menatap Bram. Raut wajah pria itu terlihat marah. Apa mungkin karena Geina berbohong jika ia batal makan bersama Aska? Tapi kenapa Bram tidak menghampirinya dan memilih duduk di sana dengan menatapnya tajam?

"Kamu harus lebih hati-hati." Aska berujar dengan mata masih tertuju ke arah tempat duduk Bram.

"Mas jangan lihat kesana terus," tegur Geina takut. Namun Aska tidak mendengarkannya. Pria itu justru menyuruh Geina untuk melihat ke arah Bram lagi. Geina mengikuti perkataan Aska dan melihat jika kini Bram sedang berbincang dengan seorang perempuan paruh baya.

"Itu mantan mertua Bram. Sepertinya Bram bakal kena masalah. Dan aku mulai ngerti salah paham kamu tadi."

"Maksudnya?" tanya Geina bingung. 

"Kalau mau hubunganmu bertahan, coba komunikasi sama Bram. Tanya apapun yang ingin kamu tau ke dia. Kalau dia beneran cinta sama kamu, dia pasti bakal cerita. Dan tetap hati-hati sama sekumpulan orang-orang manipulatif itu." Setelah mengucapkan itu, Aska tidak lagi menjelaskan. Geina bingung, sudah beberapa kali Aska mengatakan agar dirinya hati-hati. Sepertinya akan ada banyak masalah setelah ini. Ia ingin bertanya pada Bram. Tapi, apakah pria itu memang sudah benar-benar mencintainya dan bersedia membagi kisah bersamanya?

***

Sen Kanan Belok ke Hatimu (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang