Insiden

2.5K 188 4
                                    

Hari ini Bram mengajak Geina untuk mengecek progres pembangunan hotel perusahaan Bram

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari ini Bram mengajak Geina untuk mengecek progres pembangunan hotel perusahaan Bram. Selain menyediakan jasa tiket dan transportasi, Bram memang mengembangkan perusahaannya ke bidang penginapan juga. Jadi sudah bisa dibayangkan berapa banyak harta yang Bram miliki saat ini.

Geina cukup kagum dengan laki-laki yang kini duduk di mobil sembari membaca salah satu portal berita lewat iPad miliknya. Selain tampan–Geina mengakui ini–, Bram juga sosok yang pekerja keras dan bertanggung jawab. Poin plusnya, dia juga bapakable. Namun sayangnya, pria itu menyebalkan dan bermulut pedas.

"Kamu ngapain lihatin saya?" Bram tiba-tiba bertanya, pandangannya masih fokus menatap iPad miliknya. "Awas kalau suka sama saya. Saya enggak mau tanggung jawab. Saya enggak mau punya istri kayak kamu," lanjutnya memperingatkan.

Geina mendesah panjang dan keras. Ia merebahkan punggungnya ke kursi mobil. "Saya juga enggak berharap punya suami kayak Bapak," jawabnya santai.

Cuaca cukup panas membuat Geina sedikit tak nyaman. Ia lupa membawa topi dan masker. Debu  proyek pembangunan cukup membuat Geina terbatuk-batuk beberapa kali. Apalagi ditambah Bram yang menyuruhnya membawakan beberapa barangnya dalam kardus yang cukup berat.

"Sini barangnya. Kamu cari tempat neduh dulu. Saya mau bicara sama pak Bima."

Geina mengangguk antusias. Ia menyerahkan barang Bram ke pemiliknya dan segera pergi untuk mencari tempat berteduh. Pilihannya jatuh pada kursi di depan tenda teduh yang sepertinya digunakan untuk tempat beristirahat para tukang yang bekerja di sana. Melihat tidak ada siapa pun yang ada di sana, membuat Geina tersenyum lega.

Geina menatap Bram dari kejauhan. Jika dilihat seperti ini, Bram terlihat semakin tampan. Tubuh atletisnya tercetak jelas dibalik kemeja yang sedikit basah karena keringat. Bram bukan pria yang berotot, tapi Geina yakin jika dibalik kemejanya, Bram punya roti sobek. Geina segera menggelengkan kepalanya ketika ada yang salah dengan otaknya. Bisa gawat kalau sampai dia benar suka dengan Bram.

"Sendirian aja, Neng?"

Geina terkejut dan segera beringsut mundur ketika menyadari seorang pria dengan helm proyek di kepalanya, menatapnya dengan tersenyum. Jaraknya yang cukup dekat membuat Geina segera berdiri menjauhi pria itu.

"Boleh kenalan enggak, Neng? Saya mandor di sini, loh," ujar pria yang Geina taksir usianya sudah masuk kepala empat.

"Enggak. Bapak ngapain sih, kerja sana," ujar Geina takut. Namun, bukannya pergi, pria itu justru malah berjalan mendekat dan berusaha untuk memegang lengan Geina.

"Eits ... jangan jual mahal, Neng. Sini sama abang. Nanti abang bayar mahal. Saya mandor di sini." Pria itu kembali membujuk Geina dan menggoda gadis yang sudah ketakutan itu dengan menaikturunkan alis.

"Bapak jangan macam-macam, ya? Saya teriak, nih?" ancam Geina. Pria itu justru malah tertawa, seakan ancaman Geina tidak akan berpengaruh untuknya.

"Teriak aja, Neng. Enggak ada yang berani ganggu saya di sini."

Sen Kanan Belok ke Hatimu (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang