Konspirasi

3.7K 253 0
                                    

Geina menatap bocah bernama Bian itu dengan seksama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Geina menatap bocah bernama Bian itu dengan seksama. Entah apa yang sedang dipikirkan oleh bocah berpipi tembam itu hingga menginginkan dirinya untuk menjadi mamanya. Apakah aura keibuannya sudah mulai keluar hingga membuat Bian terperosok ke dalam pesonanya? Dan apakah karena itu juga yang membuat aura kegadisannya menghilang hingga tak ada laki-laki yang mendekatinya?

Geina menatap Kyla meminta pendapat. Kyla nampaknya juga bagian dari konspirasi ini. "Terima aja. Bapaknya ganteng loh meskipun duda. Duitnya juga banyak. Anaknya aja lucu begini," ujar Kyla memprovokasi.

Geina mulai bimbang. Antara ya dan tidak. Melihat bagaimana lucu dan menggemaskan wajah Bian, membuatnya yakin jika ayah dari bocah itu memanglah tampan. Tapi, menyadari dirinya yang masih kekanak-kanakan membuatnya sedikit ragu. Bagaimana jika Geina tidak bisa mengasuh Bian dengan baik nantinya.

Yawla ... kenapa pikirannya sudah sampai sana?

"Oke. Kamu boleh panggil tante dengan sebutan Mama," ujar Geina pada akhirnya. Bian sontak langsung bersorak senang. Dia segera memeluk kaki Geina, membuat Geina tertawa dan langsung menyejajarkan tubuhnya dengan bocah yang kini ia anggap menjadi anaknya itu.

"Hore ... Bian punya mama baru. Nanti mama ikut pulang ke rumah Bian ya, Ma, ya. Nanti Bian mau pamer ke Papa."

Geina tertawa garing. Ia mulai kepikiran dengan papa Bian. Bagaimana jika Papa Bian tidak menyukainya. Ah tapi tidak mungkin. Mana ada seorang pria yang bisa menolak pesona seorang Geina Viantika. Mungkin justru dialah yang tidak suka dengan papa Bian.

Tapi kamu jomblo sampai sekarang, setannya berbisik.

"Kamu enggak bohong, kan? Awas aja kalau jelek," ancamnya pada Kyla yang langsung dibalas dengan tawanya.

"Kamu ikut aku pulang, biar langsung kenalan."

Geina mengangguk pada akhirnya. Ia memilih ikut pulang ke rumah Bian untuk mencari tau sosok papa Bian. Sementara itu Keegan pamit pulang lebih dulu karena ada urusan mendadak. Semoga saja, papa Bian tidak mengecewakan ekspektasi Geina.

***

Geina benar-benar menunggu kepulangan papa Bian yang dikenalkan Kyla dengan nama Bram. Ia sebelumnya sudah menghubungi mamanya karena akan pulang sedikit malam. Sambil menunggu kepulangan Bram, Kyla sempat menceritakan bagaimana pertemuannya dengan Bram hingga berakhir ia tinggal serumah dengan Bram untuk menjaga Bian.

Suara mobil di halaman rumah membuat jantung Geina berdetak lebih cepat. Padahal belum lihat wujudnya, tapi ia sudah gemetar. Bagaimana nanti pas malam pertama? Geina buru-buru mengenyahkan pikiran mesumnya. Sungguh, di usia sekarang cukup membuatnya tak bisa mengontrol pikiran kotor dalam otaknya.

Suara pintu dibuka dan teriakan senang Bian membuatnya ikut tersenyum. Suara Bram terdengar sangat maskulin. Geina tidak bisa membayangkan bagaimana machonya duda yang satu itu. Ia bergegas mengikuti Bian untuk menyambut Bram. Namun langkahnya perlahan mulai berat ketika melihat siapa yang menggendong Bian saat ini.

"Papa ... Bian dapat mama baru," ujar Bian menunjukkan raut senang sambil menunjuk ke arah Geina yang berdiri mematung.

Sudah Geina duga. Pria bernama Bram itu pasti sangat terkejut ketika melihatnya. Begitu pun Geina yang tadi juga sempat terkejut.

"Kamu! Ngapain kamu di rumah saya?!" Bram menunjuk muka Geina dengan muka kesal. "Kamu mau nagih ganti rugi? Oke saya kasih. Berapa mau kamu?" lanjut Bram menggebu-gebu.

Merasa direndahkan, Geina mulai tersulut emosi dengan ucapan pria yang membuat mobil papanya penyok pagi tadi. Ia berkacak pinggang dan tertawa meremehkan. "Asal kamu tau. Saya bukan tukang peras. Saya tau kamu kaya, tapi saya juga kaya. Saya gak butuh uang kamu, saya cuma butuh maaf kamu." Geina sedikit merutuki ucapannya. Kenapa dia harus bilang tidak butuh uang ganti rugi. Huh, berbicara ketika sedang emosi ternyata bukan sesuatu yang baik.

"Papa jangan marah-marahin mama. Bian enggak suka." Bian tiba-tiba memberontak, meminta turun dari gendongan Bram. Kemudian berlari menghampiri Geina dan meminta gendong. Dengan senyum penuh kemenangan, Geina menggendong Bian. Melihat raut wajah Bram yang terlihat tak suka membuatnya semakin senang. Ia membatin, memang pesona seorang Geina tidak bisa diremehkan.

"Kamu pasti pelet anak saya?" geram Bram menuduh.

"Haduh ... saya enggak pernah percaya sama yang begituan. Emang karena pesona saya aja ini, makanya anak kamu tergila-gila sama saya."

Bram semakin tak suka. Ia bahkan berlagak ingin muntah ketika mendengar ucapan Geina barusan.

"Bian. Turun sekarang. Nanti kamu kenapa-napa." Bian menggeleng pelan dan makin mengeratkan pelukannya kepada Geina.

"Emang saya medusa," gumam Geina kesal.

"Medusa itu apa, Mama?" tanya Bian penasaran.

"Bapakmu," jawab Geina sekenanya.

Bram langsung melotot. "Jangan ngajarin anak saya aneh-aneh. Cepat balikin anak saya. Bian, turun sekarang. Nanti papa carikan mama yang cantik, baik, dan lemah lembut."

Geina mendengus kesal. Bram pikir Geina ini bagaimana?

"Bian ... papa minta sekali lagi. Cepat turun, jangan dekat-dekat dengan perempuan ini."

Bukannya turun, Bian sontak langsung menangis. Dua orang berbeda kelamin itu kebingungan. Bram berusaha mendekati Bian dan mengambilnya dari gendongan Geina. Namun sayangnya Bian menolak dan semakin menangis kencang.

"Sudah ya. Bian jangan nangis lagi. Mama enggak akan biarin papa kamu nakal lagi," ucap Geina menenangkan. Dan ajaibnya, Bian langsung menurut. Bocah itu menatap Geina dengan mata berbinar, seakan menemukan bidadari yang akan selalu mendekapnya. Hal itu tak luput dari pandangan Bram. Hatinya mulai luluh ketika melihat Bian yang tak pernah semanja itu dengan wanita lain selain Kyla.

"Papa minta maaf ke mama," pinta Bian pada papanya.

Bian bergeming. Egonya masih sangat tinggi untuk meminta maaf pada orang yang membuatnya kesal. Tapi, ia juga tak bisa menolak putra kecilnya yang menggemaskan itu.

"Oke. Saya minta maaf."

Geina tertawa senang. Ia mengelus puncak kepala Bian dan mengecupnya pelan. Tak lupa juga berbisik terima kasih pada anak itu.

"Wah ... kalian udah kelihatan akrab banget." Kyla datang dengan dua piring camilan di tangannya. Ia kemudian melangkah ke depan tv dan meletakkan piring itu di meja.

"Kamu yang bawa dia ke sini? Kalian kenal?" tanya Bram pada Kyla.

"Dia teman kuliahku. Kebetulan anakmu udah lamar Gege buat jadi mamanya. Gimana?" goda Kyla.

Bram memutar bola matanya. "Suruh pulang, udah malam. Bian enggak butuh mama kayak dia."

"No, Papa. Mama tidur sama Bian dan papa nanti malam. Kata om Keegan, Papa dan Mama itu harus tidur bersama."

Bram langsung menatap tajam Kyla yang tersenyum pasrah di tempatnya. Sementara itu Geina merasa ingin menangis. Sepertinya ia salah melangkah. 

***

Sen Kanan Belok ke Hatimu (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang