Fania masih menatapnya dengan nanar membuat Hilman makin susah berkata-kata.
"Sayang.. kamu tau kan Mas nggak mungkin melakukan sesuatu yang nggak bermoral. Rifa itu sahabat baik Mas, sama seperti Ghania. Kami berempat adalah sahabat yang dipertemukan dalam komunitas muslim yang kamu ikuti."
Dia memperbaiki posisi duduknya menghadap Fania, memegang tangan gadis itu dan mengusapnya dengan lembut, "Jadi, apa yang kamu kira itu nggak benar. Tadi Mas buru-buru pergi karena Rifa sedang butuh bantuan. Wajar kan Mas khawatir sahabat baik Mas dan juga seorang perempuan sendirian di negara orang dengan mobil yang bocor."
Fania menarik tangannya dari genggaman Hilman, "Jadi singkatnya, kamu lebih khawatir tentang kondisi sahabat perempuanmu dibanding perasaan istrimu sendiri, iya kan?"
"Kamu sama sekali nggak khawatir gitu sama keadaan aku yang kamu tinggal sendirian di rumah? Di negara orang?"
"Bukan gitu, Dek. Banyak orang lain yang selalu siap melindungi dan membantu kamu. Tapi Rifa cuma punya aku saja untuk dia mintai tolong."
Bulir air mata Fania mulai jatuh, "Wha, kata-katamu menunjukkan kalau kalian sangat dekat. Atau jangan-jangan sebelum dijodohkan denganku, kalian berencana menikah berdua?"
Hilman kaget dengan tebakan istrinya yang hampir tepat. Dia memang berencana menikahi Rifa, tapi apa daya wanita itu menolak. Gadis itu tersenyum miris melihat reaksi suaminya, "Baiklah. Ayo bercerai."
Mata Hilman membelalak mendengar kata-katanya barusan, "FANIA!"
Suara bentakan Hilman membuat air mata Fania makin deras. "Rasanya memang pernikahan kita sejak awal tidak berjalan dengan benar kan? Kita sama-sama dipaksa orang tua, dan hampir setengah tahun kamu juga pasti tersiksa menunggu kesiapanku. Dan sekarang aku mulai overthingking apa saja yang kamu dan dia lakukan di belakangku."
"Astaghfirullah Dek..." Hilman mengusap wajahnya frustasi. "Istighfar Sayang. Aku benar-benar nggak melakukan apapun sama dia. Aku cuma menolong..."
Bugh bugh bugh.
"Arrgh. Cegah mereka masuk!"Suasana tegang di antara mereka berganti horror. Hilman langsung memasang mode siaga saat mendengar ada suara pukulan orang berkelahi dan bisik-bisik riuh di luar rumahnya.
Bugh!
"Hosh hosh.. Ilham! Lindungi Fania, cepat."Mendengar nama istrinya disebut, Hilman menoleh ke arah gadis itu. Fania juga memasang wajah ketakutan, "I..itu.. suara mas..mas Bayu."
Mereka langsung keluar kamar hendak menuju ke pintu depan. Tiba-tiba...
Brak!
Pintu rumah mereka didorong paksa. Lelaki yang tadi Hilman lihat bercengkrama dengan Bayu dan Khabib muncul dengan beberapa luka di wajahnya. "Fania, kita diserang. Kita harus pindah ke tempat yang lebih aman sekarang."
"Mas Bayu..mana Mas Bayu?" Mata gadis itu berkaca-kaca. Dia berharap feelingnya salah. Semoga suara rintihan Bayu tadi hanya perasaanya saja. Hilman menatap istrinya, ada rasa nyeri saat melihat Fania mengkhawatirkan lelaki lain di hadapannya.
Apa perasaan Fania juga seperti ini tadi?
"Bayu sedang menghadang mereka, saat ini aku yang bertugas memindahkan kalian. Ayo kita tidak punya banyak waktu. Tolong ikuti aku."
Selanjutnya mereka keluar melalui pintu rahasia yang tembus tak jauh ke halaman belakang. Di sana ternyata ada bangunan lain yang tertutup dan terasingkan berisi dua mobil SUV yang tampak gagah dan beberapa senjata. Hilman dan Fania tidak menyangka di dekat mereka ada gudang seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reasons Why We Should Get Married
RomanceHilman Abdullah, mahasiswa magister biasa yang baru saja patah hati karena ditolak oleh wanita yang dia cintai. Di tengah tekad untuk fokus kepada karir, orang tuanya menjodohkan Hilman dengan anak sahabat mereka. Apakah gadis ini hadir sebagai pena...