Sebulan kemudian...
Pemandangan kota Tokyo tidak menarik sama sekali bagi Ryu. Dia merebahkan diri ke kursi kerja, mengambil sebuah kotak coklat yang terletak di laci paling bawah. Ada boneka beruang yang sudah kusam, kerudung anak-anak dan kaus kaki pink yang hanya sebelah, dan sebuah buku lecek yang diketahui Ryu adalah kitab suci. Itu semua barang yang Fania tinggalkan sebelum gadis itu dibawa pergi darinya.
Ryu bersandar di kursi dan memejam mata, memori kembali memutar senyuman lembut Fania yang tertuju padanya. Hanya untuknya. Suara merdu gadis itu saat membaca kitab ini di sampingnya juga masih terngiang jelas dalam ingatan Ryu. Tak sedikit pun dia melupakan pesona Fania 14 tahun lalu. Ah, dia benar-benar merindukan gadisnya.
Suara ponsel berbunyi, Ryu mengambil benda pipih itu, "Moshi moshi."
"Bagaimana kabar anak lelakiku tersayang?" Suara perempuan paruh baya terdengar di ujung sambungan.
"Tak usah berlagak menjadi ibuku, Okaasan."
"Wah sungguh ambigu. Kau tidak mau aku berlagak sebagai ibu, tapi memanggilku ibu?" Wanita itu tertawa nyaring padahal Ryu sama sekali tidak melucu.
"Apa maumu?" tanya Ryu jengkel.
"Kapan kau akan membawa calon istrimu menemui kami? Aku sudah menyiapkan hadiah pernikahan untuk kalian."
Alis Ryu naik sebelah. Sebenarnya sejak dulu dia merasa sedikit aneh dengan sikap ibu tirinya yang sangat terobsesi mendorongnya menikahi Fania. Bukan berarti Ryu menolak, tapi benih-benih curiga hadir begitu saja dalam benak. Sebab ibunya selalu hadir saat ada masalah yang berhubungan dengan Fania. Bahkan wanita itu pula yang membantu Ryu membunuh kedua kakaknya dengan dalih melindungi Fania dari mereka.
Ryu menggeleng kepala guna menepis pikiran buruk. Saat ini hanya wanita itu yang berada di pihaknya. Ayah sudah sangat jelas menentang keinginan Ryu menikahi Fania. Dan tidak mungkin ibu tirinya berniat jahat pada gadis itu sebab dulu dialah yang menyelamatkan Fania. "Aku masih belum bisa menjangkau keberadaan dia. BA benar-benar lebih kuat daripada yang kita kira."
"Lambat sekali kerjamu, anakku. Apa ibu perlu turun tangan?"
Dia tau wanita ini walau berlagak baik, sebenarnya memiliki sisi yang kejam juga. Dia akan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. "Kuingatkan, jangan sakiti orang-orang di sekitar Fania. Kau tidak perlu ikut campur urusanku. Cukup jaga ayah dan bersikaplah selayaknya nyonya rumah Hiraishi." Tanpa menunggu jawaban, dia menutup telpon lalu melemparnya ke atas meja.
"Sachi," panggilnya pada sekretaris pribadi sekaligus teman baik yang setia menemani sejak tadi. "Utus Rey untuk mencari tau latar belakang ibuku dan keluarganya. Cari sebanyak mungkin. Dan bentuk tim untuk melindungi ayah tanpa sepengetahuan wanita itu. Aku punya firasat buruk padanya."
Mendengar nama sahabat mereka disebut, Sachi teringat lelaki itu sempat mengirim pesan padanya beberapa hari lalu. "Rey sedang menjalankan misi dari Hadate. Dia mengintai salah satu teman Fania untuk mendeteksi lokasi keberadaannya."
"Hadate menyuruhnya begitu?"
Lelaki berkacamata itu mengangguk, "Aku curiga dia memiliki bos lain mengingat dia tidak mempedulikan fakta bahwa kau melarang untuk mengusik kehidupan sahabat-sahabat Fania."
"Tidak, tidak apa. Selama Rey yang turun tangan aku yakin dia tidak akan menyakiti mereka. Kalau begitu suruh orang lain yang kau percaya. Tidak boleh ada yg tahu soal ini."
Ryu kembali menyenderkan tubuh, menatap kosong ke arah kotak kenangan di atas meja, "Aku tak ingin tampak semakin buruk di hadapan Fania. Sudah cukup caraku memaksa dia untuk kembali. Aku tak mau menambahnya lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Reasons Why We Should Get Married
RomantizmHilman Abdullah, mahasiswa magister biasa yang baru saja patah hati karena ditolak oleh wanita yang dia cintai. Di tengah tekad untuk fokus kepada karir, orang tuanya menjodohkan Hilman dengan anak sahabat mereka. Apakah gadis ini hadir sebagai pena...