Bismillah~
Gais, nemu foto keluarga Fania di pinterest exclude Hamas hihi. Ceritanya ini keluarga Billard sebelum hijrah wkwkwk.~~~
Dr. Mahfud tiba di kamar Fania dengan peralatan medisnya. Beliau mulai memeriksa denyut nadi dan tekanan darah gadis itu.
"Gimana, Dok?" tanya Haziq tak sabar. Lelaki paruh baya ini memang sangat lemah jika menyangkut anak perempuannya. Dia akan berubah total dari pemimpin perusahaan yang tegas berwibawa, menjadi ayah yang penuh kasih sayang untuk putri bungsunya.
Beberapa orang sudah kembali ke kamarnya masing-masing untuk istirahat, hanya tersisa keluarga Fania dan tentu suami tercinta yang masih menemani gadis itu diperiksa oleh dokter Mahfud.
Setelah beberapa menit memeriksa Fania, dokter mengangkat wajahnya dan bergantian menatap orang-orang yang berada di situ dengan raut serius. "Pak Haziq, sepertinya Fania kelelahan dan mengalami stres emosional yang sangat tinggi," ujar beliau tenang.
Wajah mereka yang mendengar itu seketika muram, terlebih Hilman yang merasa gagal memberi keamanan pada istrinya. Allah, aku masih belum cukup kuat untuk melindungi istriku. Bantu aku ya Allah.
"Tapi.." suara dokter Mahfud kembali terdengar. Kini ada getaran ragu di balik kalimatnya, "Ada sesuatu yang lain yang perlu semuanya tahu. Fania saat ini mungkin sedang mengandung."
Semuanya terkejut dan tak bisa berkata-kata sejenak. "Mengandung, Dok? Apa Anda yakin?" tanya Hilman masih tak percaya.
Memang mereka tidak ada niat menunda, dan selama ini juga hubungan mereka sangat harmonis. Tentu saja wajar kalau Fania hamil. Hanya saja dengan banyak hal yang terjadi, mereka sama sekali tidak berpikiran kesana.
Dr. Mahfud tersenyum tipis, "Ini baru dugaan saya saja, Hilman. Usia kandungannya masih sangat awal, jadi kita harus melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan. Saya sarankan segera membawa Fania ke obgyn untuk pemeriksaan yang lebih mendetail."
"Alhamdulillah. Ma, kita akan punya cucu!" Haziq tidak bisa menutup kebahagiaannya. Dia memeluk Azrina erat.
Hamas dan istrinya yang berada di sana juga ikut tersenyum senang dan mengucap syukur. Namun jauh di lubuk hati Hilya, muncul seburat rasa iri serta rindu memiliki anak lagi. Ya, mereka pernah punya anak yang kini mungkin sudah berada di surga.
Dr. Mahfud merapikan peralatan medisnya dan berdiri. "Jangan khawatir terlalu banyak, yang terpenting sekarang adalah memastikan Fania mendapat istirahat yang cukup dan dukungan emosional terutama dari kamu, suaminya. Kita akan tahu lebih pasti setelah pemeriksaan obgyn."
"Baik, Dok. Kami akan segera mengatur janji dengan obgyn. Terima kasih banyak." Hilman tersenyum sumringah sambil menyalami dr. Mahfud.
Kini tinggal mereka berdua di dalam kamar, Fania masih belum sadarkan diri tapi dr. Mahfud berkata kalau dia hanya kelelahan. Dengan penuh sayang Hilman mengusap punggung lengan sang istri. "Sayang, ayo bangun. Mas punya kabar gembira untuk kita."
KAMU SEDANG MEMBACA
Reasons Why We Should Get Married
RomanceHilman Abdullah, mahasiswa magister biasa yang baru saja patah hati karena ditolak oleh wanita yang dia cintai. Di tengah tekad untuk fokus kepada karir, orang tuanya menjodohkan Hilman dengan anak sahabat mereka. Apakah gadis ini hadir sebagai pena...