Poligami

266 23 2
                                    

Guys, jangan serang aku karena angkat topik ini ya hehe. Di sini aku kayak mau sedikit memperbaiki persepsi orang soal poligami yang sekarang sensitif plus jelek banget namanya. Padahal dulu (mungkin sekarang di beberapa kondisi juga) syariat ini diturunkan sebagai solusi dari suatu masalah. Cuma nggak bisa dipungkiri banyak lelaki yang menjadikan poligami sebagai tunggangan nafsu semata. Padahal untuk yang benar-benar paham, mereka sendiri bakal ketar ketir dengan tanggung jawab yang harus diemban ketika poligami. Daan bukan berarti tak ada. Ada juga yang mampu dan melakukannya karena memang itu solusi dari masalah mereka, jadi jangan judge yaa. Selagi caranya baik, ya doakan saja mereka bisa terus menjalankannya sampai akhir. Semoga keluarga kita terus Allah lindungi. Aamiin.

~~~

Fania bergelung dalam selimut, memutar-mutar tubuhnya ke kanan dan ke kiri. We did it! We did it! We did it! Aaaahh kami udah jadi suami istri beneran!!! Masih dengan posisi terlungkup, dia menyibak selimut yang menutupi kepala, "Ya Allah malu banget. Aku harus gimana di depan Mas Hilman." Dia memasukkan kepalanya lagi ke dalam selimut lalu kembali bergelung ke kanan dan kiri.

Di kamar mandi, Hilman yang sudah selesai mandi junub menatap pantulan dirinya di cermin. Wajahnya tampak cerah dan sumrimgah, tipikal aura pengantin baru. Sebelah tangannya terangkat merasai debaran jantung yang tak berhenti sejak tadi. Akhirnya kami melakukan itu.

Walaupun ini bukan kali pertama bagi mereka, tapi melakukan hubungan suami istri setelah puasa enam bulan disertai perasaan cinta, membuat rasanya berkali lipat lebih indah. Rasa sayang di antara mereka juga tentu semakin meningkat.

Usai mengeringkan rambut, Hilman beranjak keluar menuju tempat tidur untuk mengecek kondisi sang istri. Dia duduk di ujung ranjang, menepuk pelan gunungan selimut di depannya. "Sayang, mas udah siap mandi. Kamu mau mandi sekarang?"

Fania bersuara tanpa mengeluarkan kepalanya, "Mas, aku malu. Bisa nggak mas keluar aja dulu?"

Alis Hilman berkerut, lalu sedetik kemudian senyuman jahil terbit di wajahnya. Dia mendekati Fania dan berbisik di dekat gadis itu, "Malu kenapa? Kan mas udah liat semua."

"Aaaarrgghh...!" Fania kembali berguling-guling membuat Hilman tertawa. "Mas, bisa nggak sih pengertian sedikit sama aku?"

"Loh, Mas kurang pengertian gimana coba? Yaudah sini mas bantuin kamu mandi." Tanpa aba-aba Hilman langsung mengangkat Fania yang masih terbalut selimut. Tak peduli dengan pekikan sang istri, Hilman melangkah menuju kamar mandi.

Setelah menurunkan Fania tepat di samping bathub, "Kamu mau mandi sendiri atau Mas mandikan? Atau mandi bareng? Mas gak masalah kok mandi tiga kali," ujarnya dengan senyum menggoda.

Mendengar ocehan suaminya membuat wajah Fania memerah. Dia mendorong Hilman keluar kamar mandi, "Aku udah cukup besar untuk mandiri, mandi sendiri!" Fania menutup pintu kamar mandi dan berlari kembali menuju bathub. Dia ingin segera menenggelamkan dirinya ke air hangat. Memalukan!

Di luar, Hilman tertawa geli melihat tingkah malu-malu istrinya. Sambil menunggu Fania selesai mandi, dia memutuskam untuk mengganti sprei tempat tidur dan merapikan kamar akibat kekacauan mereka tadi.

Tiba-tiba layar ponsel Fania yang berada di atas meja menyala, Hilman tak sengaja melihat nama Ghania. "Jadi kapan kamu bisa jumpa sama Rifa?" Hilman mengerutkan dahi, "Jumpa sama Rifa?"

Perhatiannya dibuyarkan oleh suara Fania yang baru keluar dari kamar mandi, "Mas, kayaknya aku makan di kamar aja deh. Kalau banyak jalan agak sakit."

"Sakit karena tadi ya?" Raut wajahnya sedih.

"Tadi baru kerasa. Tapi nggak sesakit dulu kok. Tenang aja." Ucap Fania menenangkan.

"Nanti siap shalat magrib Mas ambilin kita makan di sini, ya."

Reasons Why We Should Get MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang