Lamaran

194 24 1
                                    

Setiba di Indonesia Hilman langsung menghampiri orang tuanya untuk meminta penjelasan lebih mendetail terkait rencana pernikahannya. Kabar mendadak ini membuat Hilman menyadari bahwa ada alasan lain yang lebih besar dibanding hanya agar dirinya menjadi teman merantau Fania.

"Aku tahu pasti ada hal lain yang Abah dan Umi sembunyikan dariku," ujarnya. Dia melihat keduanya seketika gugup. Hilman semakin yakin dengan kecurigaannya, "Baiklah, aku akan setuju menikah setelah tahu alasan terbesar itu," lanjut Hilman.

Ayah dan Ibunya saling pandang, ada sinar keraguan di dalam matanya yang membuat Hilman semakin yakin bahwa ada sesuatu di balik rencana ini. "Ng...nggak ada yang seperti kamu duga itu, Nak. Ini murni karena abah ingin membantu sahabat Abah. Kamu juga ingat bahwa keluarga Billard sudah banyak sekali membantu kita."

Mata Hilman membulat, "Jadi Abah ingin menjual aku hanya untuk membayar hutang budi?" ucapnya.

"Astaghfirullah, Hilman! Jaga ucapan kamu," sela ibunya.

Hilman kaget mendengarnya, tidak biasa ibu yang lembut membentaknya demikian. Dia terdiam dan merasa sangat bersalah, "Maaf Umi. Aku cuma..."

"Bisa nggak kamu turuti aja kemauan kami, Nak? Nggak mungkin kami menikahkanmu dengan gadis sembarangan. Fania adalah calon istri yang sangat baik, percayalah," potong ibunya.

Dalam diam Hilman mengangguk kemudian menghela napas, "Baiklah," hanya satu kata itu yang terucap dari bibirnya kemudian dia pergi meninggalkan keduanya. Jauh di dasar hati jujur saja masih sangat berat menerima perjodohan yang menurutnya tidak masuk akal ini. Namun dia tetap berdoa semoga keputusannya bernilai bakti kepada orang tua.

Keluarga mereka sepakat untuk mengadakan acara lamaran sederhana yang dihadiri keluarga inti kedua belah pihak. Itu menjadi tanda tanya baru bagi Hilman namun dia mencoba berhusnudzon kepada kedua orang tuanya.

Alasan yang tidak Hilman ketahui itu adalah karena keluarga mereka tidak ingin mengundang perhatian banyak orang. Sebab semakin banyak perhatian yang mereka berikan, akan semakin besar peluang keluarga Hiraishi akan tahu rencana mereka. Walaupun mereka yakin bahwa dengan kekuatan intelijen Hiraishi Group, mudah saja mereka tahu segalanya.

Jujur saja jauh di dasar hati, mereka masih berharap psikopat yang membawa petaka pada keluarga mereka dulu adalah salah satu dari dua putra Hiraishi yang telah tiada, dengan begitu mereka bisa bernapas lebih tenang.

***

Hilman memandang sekeliling halaman dengan gelisah. Dia dan keluarganya sudah berada di depan rumah Fania. Tiba-tiba menyusup perasaan minder dengan kenyataan bahwa sebentar lagi dia akan melamar anak seorang konglomerat negara ini. Kenyataan itu didukung oleh pemandangan di depannya, sebuah pintu raksasa bewarna coklat keemasan berdiri tegak dengan gagah.

Keseluruhan rumah ini tampak mewah dengan cat bewarna putih dan halaman luas yang dipenuhi bunga-bunga yang sebagian besar tidak ia kenali. Garasi mobil yang tertutup namun ia yakini berisi 3 atau 4 unit mobil mewah di dalamnya. Dari aromanya saja sudah kentara sekali level mereka berada jauh di bawah keluarga ini. Ia benar-benar khawatir dengan kejadian yang akan terjadi di masa depan, kejadian yang bahkan ia tidak tahu apa.

Tapi sepertinya hal tersebut tidak berlaku bagi orang tuanya. Bahkan ibunya langsung memencet bel tanpa bertanya apakah Hilman sudah siap atau belum menemui bakal calon mertuanya.

Saat pintu terbuka, sosok ibu-ibu yang ia kenali sebagai tante Rina berdiri di hadapannya menyalami dan memeluk ibunya seperti teman yang sudah lama tidak berjumpa. Memang kedua orang tua mereka adalah sahabat baik saat masih muda, namun ketika ayahnya memutuskan untuk pindah ke pinggiran kota, mereka sangat jarang saling mengunjungi kecuali untuk memenuhi undangan.

Reasons Why We Should Get MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang