Bertemu Calon Madu?

111 17 2
                                    

Bismillah~
Hai, apa kabar? Maaf aku menghilang lama. Dunia nyata benar-benar sangat menyita waktu huhu. Aku coba lanjutkan lagi cerita ini karena pas buka ternyata di sini banyak yang mencari akuuu. Hiks terharu. Semoga cerita sederhana ini bisa kembali menghibur kalian~

~~~

Setelah sebulan mengambil cuti, Fania kembali ke aktivitas kampusnya tentu masih dengan pengawalan ketat Badr Army. Bahkan mungkin lebih ekstra melihat tak jauh dari tempat duduknya saat ini ada Ilham dan beberapa anggota BA (kecuali Bayu) sedang menyamar berbaur dengan sekitar.

Soal Bayu, dia sudah sehat. Seorang tentara sepertinya tidak membutuhkan waktu lama untuk sembuh. Alasan dia tidak ada saat ini karena Bayu punya tugas yang lebih penting, yaitu melatih the real penjaga Fania.

Sejak kasus penculikan bulan lalu, Hilman datang langsung kepada Bayu untuk meminta diberikan pelatihan tentara agar bisa lebih kompatibel menjaga Fania. Sebab tugas menjaga dan menemani tidak boleh lagi dipisah. Dia harus diemban oleh satu orang. Dan orang itu sudah pasti Hilman, suaminya.

Kembali ke saat ini, Fania dan sahabat baiknya, Ghania, sedang duduk di sebuah restoran mewah milik keluarga Billard. Alasannya karena ini tempat teraman bagi kondisi Fania dibanding cafe atau rumah makan lain. BA pun lebih leluasa bekerja karena mereka berada di 'markas' Billard. Kedua, mungkin sedikit riya', Fania ingin menggunakan latar belakang keluarganya untuk memberi tekanan pada Rifa. Seperti hendak berkata, Hello, gue princess Billard. Gue cantik, kaya, pintar dan lebih dari cukup buat jadi istri Hilman, satu-satunya.

Sebenarnya, itu cuma suara hati netizen, Fania yang baik hati tidak mungkin berpikir demikian.

"Hilman nggak masalah kamu berkata seperti itu?"

Fania mengangguk sambil tetap mengunyah makanannya. "Mas Hilman bilang kalau perasaan dia sama Rifa benar-benar udah selesai. Sekarang dia cuma mau fokus sama hubungan kami aja. "

Gadis itu menghela lega, "Syukur deh kalau gitu. Aku sempat khawatir si bego itu nggak tegaan dan berakhir ngelakuin hal bodoh yang nyakitin kamu."

"Hey, jangan panggil suami orang gitu Nia. Ih kamu nih kasar banget ngomongnya."

Ghania tersenyum canggung meminta maaf. Sejak berteman dengan Fania, dia benar-benar harus mulai memfilter ucapannya. Fania sangat tidak suka mendengar kata-kata 'kasar' menurutnya seperti bego, sialan, baginya itu umpatan.

Dari kejauhan, Ghania melihat sosok familiar yang sudah mereka tunggu-tunggu. Dia berdiri dari kursi dan melambai ke arah gadis itu. Fania yang duduk di depannya pun ikut menoleh ke belakang, Ini yang namanya Rifa? Cantik banget ya Allah. Pantesan Mas Hilman suka. Fania tiba-tiba saja insecure. Dasar perempuan, suka sekali membandingkan diri.

Rifa tiba di meja mereka dengan senyum yang dipaksakan, dia sama sekali tidak berniat untuk beramah tamah dengan Fania, bahkan dia mengabaikan tangan gadis itu yang bergelantung di udara menunggu salamnya dibalas dan langsung memeluk Ghania.

"Gimana kabar kamu?" Tanya Ghania merasa sahabatnya semakin kurus.

"Antara hidup dan mati," jawab Rifa dingin.

Fania menghela napas, sedikit rasa jengkel terbit dalam dirinya. Seharusnya kalau minta dimadu, bersikap baiklah sama calon kakak madumu wahai maemunaah. Astaghfirullah..astaghfirullah.

Akhirnya Fania pun merasakan limpahan pahala dzikir dan sabar yang didapat Ghania selama ini menghadapi sikap Rifa.

"Okay, jadi kamu yang namanya Fania?" tanya Rifa.

"Iya aku Fania, istrinya Mas Hilman." Dia sengaja menekan nada suaranya pada kalimat terakhir.

Rifa tersenyum getir, "Well, aku maklum sih. Kamu bisa mendapatkan segalanya dengan kekayaan ayahmu." Belum sempat Fania berkomentar, Rifa sudah memanggil pelayan dan memesan sembarang menu, lalu melanjutkan ucapannya, "Aku yakin Ghania udah cerita semuanya. Jadi, aku minta kamu kembalikan Hilman padaku."

Reasons Why We Should Get MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang