Only 30

845 49 4
                                    

30. Ego

Paul​ terbangun dari tidurnya, ia meraba sebelahnya yang terasa kosong tak terisi. Ia teringat saat meninggalkan salma sendiri. Pusing yang menghampiri dirinya akibat menangis semalaman, memikirkan apa yang belum tentu terjadi.

Melihat ponsel yang sudah banyak notifikasi dari orang-orang yang memberinya selamat untuk dua kejadian, wisuda dan kehamilan istrinya. Ia membaca bagaimana bahagianya salma saat memberitahu kabar itu pada teman-temannya.

Paul kembali menitikkan airmata nya, apakah saat ini dirinya yang egois? Tapi ia benar-benar tidak sanggup memikirkan bagaimana jika apa yang dokter Irfan itu bilang dan terjadi. Ia tidak sanggup hidup tanpa bayangan salma di sisinya.

Lelaki itu berjalan gontai ke arah kamarnya, dicari istrinya yang tidak ada dalam kamar nya. Pusing nya seakan sirna begitu saja. Ia mencari kemanapun setiap sudut rumahnya. Nihil, ia tak menemukan dimana istrinya berada.

"bi sum, ada liat lea pagi ini ngga bi?" tanya paul yang kini tengah berada di dapur.

"anu tuan, semalam nyonya pergi sendiri katanya mau ke rumah kakaknya. Bibi mau anter tapi di tolak sama nyonya. Maaf tuan". Paul mengusap gusar wajahnya. Paul kembali menatap bi sum yang kembali bicara.

"maaf lagi tuan. Pas nyonya pergi, matanya sembab kayak abis nangis, senggukan nya juga masih ada tuan".

"makasih ya bi udah kasih tau saya. Kalo gitu saya pamit ke atas lagu ya bi". Bi sum mengangguk.

Paul dengan tergesa berlari ke kamarnya. Ia membersihkan diri dengan cepat dan berniat langsung menghampiri istrinya tak lupa untuk membawa bubur dan minuman kesukaan salma yang sebelumnya ia mampir untuk membelinya.

Raffa menghembuskan nafas nya dengan kasar ketika melihat siapa yang datang sepagi ini untuk bertamu. Ia mempersilahkan paul untuk masuk.

"gue gak tau apa yang terjadi sama lo berdua, cerita penjelasan yang gue tau cerita itu gak lengkap caca ngejelasin nya ke gue. Tapi liat dia semalam nangis begitu bikin gue sakit ul. Kenapa? Bukannya seharusnya kalian bahagia dengan adanya buah hati yang caca kandungan sekarang?" raffa to the point saat mereka sudah berada di ruang tamu.

Paul menunduk, ia benar-benar merasa bersalah saat ini. Tidak seharusnya ia emosi semalam. "maafin gue bang, gue yang salah. Untuk alasan kita di titik ini, sorry gue belum bisa kasih tau lo. Gue takut lea gak ngizinin".

Raffa mengangguk paham, ia menepuk bahu paul. "sana gih bujuk istri lo, tadi makan cuma sedikit".

"thanks bang".

Paul berjalan menaiki tangga menuju kamar tempat istrinya berada. Di ketuk pintu nya yang tak ada sahutan dari dalam.

"sayang ini aku aul. Maafin aku le, maafin semua keegoisan aku semalam. Tolong maafin aku. Kita pulang yuk sayang. Aku bawa bubur sama minuman kesukaan kamu loh le. Kata bang raffa, kamu makan nya sedikit ya. Kenapa sayang? Biasanya kamu makan banyak. Lea, ternyata didiemin kamu kayak gini lebih sakit le. ayok pulang, pulang ke rumah kita". Paul bermonolog walaupun tak ada sahutan dari dalam.

Salma sejak ketukan pintu terdengar, ia sudah berada di balik pintu mendengar semua ucapan yang paul katakan. Ia masih belum puas dengan apa yang ia dengar, suaminya masih belum menerima kehadiran anaknya.

Telepon berbunyi yang berasal dari ponsel paul. Kabar dari kantor nya membuat mau tak mau mengharuskan paul untuk meninggalkan salma saat ini. Ia menaruh bubur dan minuman itu ke depan pintu kamar salma. Berharap istrinya mau makan saat ia sudah pergi.

"sayang, maaf aku harus ke kantor, disana ada urusan yang harus melibatkan aku. Aku janji setelah urusan nya selesai, aku bakal langsung kesini lagi ketemu kamu. Dimakan ya sayang bubur yang aku beli. Aku taruh di depan pintu. Aku pamit ya". Tutur paul seraya meninggalkan kamar istrinya.

Only YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang