Butuh waktu lima belas menit untuk mereka sampai di pasar Malam.
Mobil BMW yang digunakan oleh Devan, terparkir bersama kendaraan yang lain. Sementara Naura yang duduk disampingnya, tak bisa menahan antusias nya saat melihat wahana di sana, dan juga beberapa jajanan di dalam. Dia jadi tak sabar
"Mas ayo." ajak Naura tak sabar.
"Iya sayangku sebentar." jawab Devan.
Setelah memarkirkan mobilnya, mereka berdua keluar dan memasuki area pasar malam.
Devan menggandeng erat tangan istrinya agar tidak terjadi apa-apa.
"Jangan naik wahana ya? bahaya, kita beli makanan aja." pesan Devan.
Naura mengangguk nurut, toh juga dia tidak ingin menaiki wahana di sini selain karena memang tidak minat, ia juga takut terlebih melihat besi-besi yang sudah tua dari wahana tersebut membuat ia bergidik takut terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan jika ia menaiki wahana tersebut.
"Mau apa?" tanya Devan pada istrinya.
Naura tak menjawab, ia mengedarkan pandangannya ke setiap sudut. Sampai tatapannya tertuju pada salah satu jajanan kesukaan nya, dengan penuh semangat ia menunjuk penjaga stand di ujung sana.
"Mau pentol!"
Devan tanpa menolak mengangguk, ia menarik istrinya lembut menuju penjaga stand pentol.
"Sepuluh ribu ya Pak" pesan Devan.
"Siap Mas, pedas, atau nggak?" tanya penjual pentol.
"Ngg—"
"Pedas!" potong Naura cepat.
Devan menoleh."Nggak ya kamu lagi hamil" ia kembali menatap pedagang penjual tersebut."Gak pedes ya Pak."
"Baik Mas."
Naura mengerucutkan bibirnya sebal, meskipun begitu ia tidak membantah.
Tak membutuhkan waktu lama, Pentol jadi di buat. Naura menerima dengan senang hati.
"Mau apa lagi?" tanya Devan.
"Gulali boleh?" tanya Naura.
Devan bersiap menolak, namun saat melihat wajah menggemaskan yang istrinya berikan membuat Devan tak sanggup dan tega menolaknya. Akhirnya dengan terpaksa, ia mengangguk.
"Aaa, makasih Mas Devan." tanpa malu ia memberikan kecupan singkat di pipi suaminya, ia tidak malu sebab wanita itu tidak sadar dengan perilaku nya karena terlampau bahagia.
"Kenapa nggak di makan pentol nya?" tanya Devan melirik jajanan yang tadi sempat ia beli di tangan istrinya yang belum termakan.
"Sengaja, buat di rumah. Kan niatnya aku ke pasar malam cuma buat borong jajanan nya doang, hehe." katanya dengan cengiran lucu Naura.
"Dasar." gumam Devan menggeleng heran.
Ia membawa istrinya ke penjaga stand berikutnya, yaitu stand Gulali. Begitu seterusnya selama di pasar malam, sampai Naura merasa cukup dan akhirnya mengajak nya pulang.
Di pertengahan jalan, Devan memberhentikan mobilnya di pinggir Indoapril.
"Kenapa berhenti?" tanya Naura heran.
"Kamu tunggu sini dulu ya? aku mau beli sesuatu dulu." ucap Devan.
Naura tentu menolak."Ikut, aku tunggu di kursi sana. Gak mau di mobil."
"Tap—"
"Ikut Mas." rengek Naura dengan bola mata berkaca.
Devan menghela nafas, mau tak mau ia mengangguk.
Ia keluar terlebih dahulu, lalu membukakan pintu untuk istrinya.
Ia memapah tubuh Naura dengan perut besarnya agar duduk di salah satu kursi."Kamu tunggu sini, jangan kemana-mana, aku cuma sebentar. Oke?"
"Oke!" jari Naura membentuk huruf O.
Devan masuk kedalam, sementara Naura diam menurut duduk di kursinya sembari bersenandung kecil, kakinya ia goyang kan ke depan dan belakang.
Sampai matanya menatap sosok kecil menggemaskan berjalan ke arahnya. Sosok kucing jalanan yang tiba-tiba bergelayut manja di kakinya membuat Naura reflek berjongkok meskipun agak kesulitan karna perut buncitnya.
"Hai meong, kasian banget kamu sendirian. Mana keluarga kamu?" dia mengelus bulu kucing tersebut.
Meong...
Tiba-tiba kucing itu berlari cepat ke arah jalan besar, membuat Naura khawatir takut jika kucing tersebut tertabrak kendaraan.
Tanpa sadar, ia beranjak mengikuti langkah kucing itu sampai pinggir jalan, beberapa orang meneriaki namanya namun anehnya Naura tidak mendengar teriakan tersebut mungkin karna saking paniknya, takut kucing yang ia lihat itu tertabrak.
Saat ia ingin menyebarang jalanan, sebuah kendaraan dengan kecepatan tinggi mengarah kearahnya membuat Naura menoleh seketika itu juga kedua matanya membelalak sempurna.
"AAAA!"
"MBAK AWAS MOBIL!"
BRAK!
CKITT!
"ASTAGHFIRULLAH!"
Naura tertabrak, hingga tubuhnya terpental beberapa meter. Darah berserakan di jalan, beberapa warga yang melihat kejadian kecelakaan maut itu langsung berteriak dan bergegas menghampiri Naura.
Bertepatan itu juga dengan Devan yang keluar dari Indoapril. Ia panik karena istrinya tidak ada di kursi.
Samar-samar ia mendengar beberapa warga, ia penasaran lalu menanyakan ada apa. Mendengar jawaban warga, jika baru saja ada kecelakaan maut di depan sana membuat perasaan Devan seketika cemas pada istrinya, terlebih saat warga tersebut menyebutkan ciri-ciri korban kecelakaan adalah seorang ibu hamil.
Mengusir rasa cemasnya, dan meyakini hatinya bahwa korban tersebut bukan lah istrinya, ia menghampiri segerombolan warga disana.
Setelah cukup dekat dengan korban kecelakaan tersebut, Samar-samar ia mendengar beberapa ucapan dari warga.
"Ya Allah kasian banget aku liatnya tadi."
"Iya, aku syok banget, kasian juga."
"Iya Buk, mana mbak nya lagi hamil lagi. Lagian kemana sih keluarganya? masa wanita hamil di tinggal sendirian."
"Tadi sih saya liat suaminya masuk ke indoapril, dan mbak nya ini nunggu di depan terus ada anak kucing yang nyamperin mbaknya, terus saat kucing itu pergi, mbak nya malah ngikutin sampe ke jalan raya."
"Ya Allah, nggak tega aku. Gimana ya nanti sama keluarganya, pasti terpukul banget."
"Pasti. Tapi kita do'a kan saja, semoga Mbak dan calon bayi yang ada di kandungannya selamat."
"Amin."
Hati nya bergemuruh saat mendengar percakapan warga tersebut. Dengan kaki nya yang lemas, ia menyerebot untuk melihat korban tersebut.
DEG.
"N-naura."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dijodohin Dosen Kampus [END]
Fiksi Remaja[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] [PART LENGKAP] Hanya sebuah cerita klise tentang perjalanan rumah tangga seorang Naura si mahasiswi semester akhir bersama dosennya sendiri Devan, karena sebuah perjodohan dari kedua orangtuanya. Dengan dua kepribadian yan...