18° Titik Terang

66 11 4
                                    

Janlup Voment biar semangat up

🐨HAPPY READING🐨

Sudah hampir menginjak dua minggu setelah kejadian itu, selama itu pula Mika semakin memperdalam ilmu parenting anak, ilmu yang simpel tapi ternyata sangat berakar dan sulit dilakukan jika tidak dalam kondisi baik.

Biarlah, Mika tidak mau berpikir dulu soal Kevin, yang terpenting di benaknya saat ini adalah kehadiran bayi itu yang tidak boleh disalahkan. Syukurlah pikirannya semakin bisa diajak kerja sama untuk menerima kehadiran bayi itu, bagaimanapun perasaan campur aduk itu masih menyatu, makhluk Tuhan berhak hadir di dunia tanpa tahu penyebabnya.

Kamar yang sudah sepi terkunci rapat, tak ada suara yang mengudara di ruangan itu, hanya ada laptop dengan satu video memutar beserta suaranya yang meredam, mengudara di telinga Mika yang mengenakan earphone. Satu demi satu materi didengarkan dengan pelan. Menit di video itu berganti menjadi 40:00, ternyata sudah lumayan lama ia terduduk, rasanya pegal juga.

"Mendidik anak harus melibatkan ilmu agama, baru kemudian ilmu pengetahuan secara umum." Ilmu agama, ya? Sepenting itu, kah? Suara video itu menjadi pertanyaan baru, bagaimana dirinya bisa mengajari ilmu agama jika yang dimaksudkan saja belum hinggap sepenuhnya? Ia masih terlalu jauh untuk bisa mengajari ilmu agama yang dimaksud dengan benar.

"Terkadang anak akan mempertanyakan kepada kita selaku orang tua terkait hal-hal kecil yang harus dijelaskan secara logika dan mudah dipahami, tak jarang hal yang dimaksud berkaitan dengan agama. Seperti misalnya kita ditanya mengapa harus berhijab? Mengapa harus menahan lapar dan haus sampai waktu Maghrib ketika puasa? Pertanyaan itu nantinya keluar karena anak makin besar, maka akan banyak pertanyaan dalam otaknya."

Rumit sekali.

Dari mana pula Mika harus mempelajari agama agar anak itu tidak miskin ilmu?

___

Dalam mobil yang kini terparkir manis di area sekitar hotel, Kevin menunduk lemah, membiarkan kepalanya bersentuhan dengan setir mobil. Helaan napas tak ayal ikut terbawa guna melengkapi betapa rumit pikirannya saat ini. Lubuk hatinya merasa harus bertanggung jawab karena itu melibatkan dirinya, tapi di sisi lain perasaan itu bercampur dengan keterpaksaan.

Keharusan itu hadir karena karir konsekuensinya.

Jika Kevin gagal membujuk Mika untuk bersatu dalam jalur damai, maka habis riwayat karirnya. Semua orang akan menatap keji ke arahnya, seolah dirinya adalah penjahat abadi tanpa ada kebaikan yang terpatri.

Enggan terus larut, bagaimanapun harus menyelesaikan misi untuk membujuk wanita yang telah ia nodai, Kevin lantas keluar dari mobil dan berjalan masuk ke dalam hotel dengan badan tegap yang enggan menunjukkan sisi gelap di dalamnya.

Tak luput kelopak mata Kevin melirik ke sana kemari bak maling yang tengah mengendap-endap, berharap wanita dengan tahi lalat kecil di wajahnya itu tertangkap indra penglihatannya. Namun, itu masih harapan, nyatanya Mika tidak ada. Kalaupun ada, pasti masih sulit untuk diajak bicara.

Meski begitu, kakinya yang tidak mau menunjukkan langkah ragu terus menginjak lantai bergantian tanpa henti. Sedikit lalu-lalang orang tidak juga membuatnya menemukan titik terang, sosok Mika masih belum tertangkap matanya.

Harus sampai kapan ia mencari dan berusaha?

Meski hatinya terpaksa.

Lift untuk akses ke lantai atas terbuka, dengan segera Kevin masuk ke dalam. Tidak sendiri, ada satu perempuan berpakaian rapi juga di ujung sana. Benda perantara itu menutup pintunya, lantas naik ke lantai dua. Tak begitu lama, saat sampai seseorang yang Kevin cari langsung masuk dengan terburu-buru, sepertinya tidak menyadari akan kehadiran batang hidungnya.

[SEGERA TERBIT] Akhir dan Takdir || Jaehyun X Mina ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang