10° Perihal yang Disembunyikan

72 7 0
                                    

"Penderitaan saat ini begitu sakit hingga aku terlalu fokus untuk menyembunyikannya." —Mika

🐨HAPPY READING🐨

"Ya Allah anak bunda akhirnya pulang juga." Dengan derap langkah yang semakin memelan Ratih berjalan bersamaan raut khawatirnya ke arah daun pintu. Tangannya yang semakin banyak memiliki kerutan menangkup kedua bahu sang putri sulung. "Ke mana aja kamu sampai nggak ada kabar semalaman?"

Mungkin, bagi sebagian orang pertanyaan barusan adalah tindakan yang berlebihan. Namun, justru bagi Ratih yang mengenal betul tabiat kedua putrinya, hal ini adalah wajar. Ia mengenal betul bagaimana kedua putrinya menghargai waktu, tak pernah melewatkan momen untuk berkabar barang sedetik pun. Jadi tak heran jika dirinya bisa sepanik ini sekarang.

Berusaha menutupi apa yang telah terjadi, Mika menebar tawa renyah. "Bunda jangan lebay, ih. Aku baik-baik aja." Tuk sejenak waktu yang cepat menyita waktu, membiarkan otaknya untuk mencari alasan logis. "Aku tadi malam ke rumah Dina."

"Dina? Vika baru denger namanya." Vika yang tengah menyiapkan sarapan ikut mencerca pertanyaan dalam benaknya.

Sementara batin Mika tercekat, takut menguasai jika kedua orang di sini tahu kebohongannya. Namun, senyuman ia paksa tuk muncul guna mengawalkan kebohongan yang lain. "Itu teman kerja, akhir-akhir ini lagi dekat." Hati sesak itu dipaksa bersembunyi, lantas dirinya menyenggol bahu sang Adik agar terlihat seperti tidak ada apa-apa. "Emang semua teman Kakak harus banget Vika kenal?"

Bersyukurlah Mika sebab Vika tak menaruh curiga sedikit pun, adiknya itu justru mengangguk yakin dengan cengiran khasnya. "Harus! Siapa tahu bisa kayak Kak Lea sama Kak Jana."

Mika paham maksud ucapan Vika. Adiknya itu berkata demikian karena senang berteman pada siapa pun, terutama kedua sahabatnya yang sudah akrab dan memiliki satu sifat yang begitu sefrekuensi. Namun relung hati yang tak tenang membawanya untuk hanya mengumbar senyum tipis, tak ingin melanjutkan ucapan hangat barusan.

Meski begitu, kelanjutannya benar-benar membuat Mika bersyukur karena baik Vika maupun Ratih pada akhirnya percaya, dua insan tersayangnya menebar senyum serta tawa hangat seakan mengajaknya untuk bergabung ke suasana itu.

___

Badan Mika jatuh di atas kasur bersamaan dengan napas lelah yang tak beraturan keluar melengkapi rasa yang sulit didefinisikan. Sejenak kepalanya menoleh ke arah ponsel yang sedang mengisi daya. Lantas tanpa memedulikan peforma ponselnya akan berkurang, tangan cantiknya mengambil benda pipih tersebut, lantas menyalakannya.

Tatkala cahaya terang menerpa wajahnya, saat itu juga netra Mika bergetar pelan. Batinnya lagi-lagi mengumpat seakan menggurui, andai saja tadi malam ponselnya tidak mati, setidaknya ada kemungkinan baginya untuk mengambil suatu kesempatan.

Mika sudah langsung tahu dari setiap notifikasi pesan dan telepon yang memenuhi ponselnya. Paling banyak notifikasi itu diciptakan oleh Lea, jelas sebagai teman bertahun lamanya, Lea pasti akan mencari dirinya sedari malam.

Dalam diam Mika mengutarakan pertanyaan, meski tahu jawaban yang tercipta lebih menyakitkan. Setelah membohongi sang Bunda dan adiknya, bukankah lebih baik ia melakukan hal persis kepada kedua sahabatnya juga?

Seakan melancarkan suatu misi rahasia, kedua ibu jari Mika mulai mengetikkan sesuatu, menyapa beberapa bubble chat dari Lea terlebih dahulu.

Lea

Santai Le||
✓✓

Jari Mika yang masih sibuk mengetik sejenak berhenti tatkala centang biru menyambut indra penglihatannya. Padahal pesan yang ia kirim menyuruh Lea untuk tetap santai, tetapi justru Lea melakukan hal sebaliknya. Gadis cerewet yang menjabat sebagai sahabatnya itu tiba-tiba saja mengundang dirinya ke sebuah panggilan grup.

[SEGERA TERBIT] Akhir dan Takdir || Jaehyun X Mina ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang