24° Penantian Berharga

66 11 1
                                    

"Keluarga impian, apa bisa?"

Hari libur tak ingin disia-siakan begitu saja, Jana pun menyiasati pergi ke salah satu mall, tidak belanja karena harga di sana sangat gila mahal, melainkan hanya akan melihat hal-hal yang menarik saja, seperti set make up terbaru dan lainnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari libur tak ingin disia-siakan begitu saja, Jana pun menyiasati pergi ke salah satu mall, tidak belanja karena harga di sana sangat gila mahal, melainkan hanya akan melihat hal-hal yang menarik saja, seperti set make up terbaru dan lainnya.

Matanya yang liar menelisik sekitar, perlahan membulat kala menangkap presensi seseorang yang familiar dan menarik memikat hati. Itu, Fandy. Lantas tak perlu aba-aba, Jana langsung menghampiri pria yang kelihatannya lebih muda darinya itu.

"Fan, ketemu lagi kita." Sapaan yang basi dipilih akhirnya agar tak ada kecanggungan. Sebenarnya Jana tak merasa begitu, Fandy lah yang merasakannya, selama hidup tak pernah bergaul dengan wanita membuatnya bingung bagaimana menghadapi kaum hawa. Maka dari itu Fandy hanya bisa tersenyum penuh kecanggungan, menatap netra Jana sejenak, lalu mengalihkannya.

Jana ikut canggung, bingung hendak apa, benaknya berusaha membuka kamus kata yang tepat. Wanita itu sangat berusaha karena sudah tertarik pada pesona Fandy.

Kalau kata Lea, sih, kepentok cinta monyet. Namun Jana berdoa semoga monyetnya hilang.

"Eung ..." Lea harusnya ada di sini, melihat tingkah Jana dengan garukan tengkuk lucu seperti bocah SMA yang labil. Namun untungnya tak lama wanita dengan mata besar itu menemukan topik yang tepat. "Lo udah ketemu sama Kevin?"

Mendengar nama Kevin, sontak Fandy mengalihkan atensi ke Jana. Lantas pria itu menggeleng pelan, ada desahan kecewa yang tertahan dalam hati sana. "Kak Kevin masih nggak mau pulang, saya khawatir sama kondisi Mama."

Oke, lancar. Jana yang ikut alur penasaran tentang masalah antara Kevin dan Fandy—setelah pertemuan sebelumnya yang hanya menghasilkan nama dan fakta tentang Kevin memiliki adik setampan ini, lupakan—, akhirnya menunjuk salah satu kursi kosong yang ada. Fandy yang juga terbawa arus penuh keresahan pun menuruti, duduk di kursi depan toko yang tak begitu ramai.

"Sorry ... lo khawatir banget sama kondisi nyokap lo?"

Fandy lagi-lagi mengangguk, pundaknya meluruh merasa ada sandaran tersirat dengan balasan ucapan secara langsung. Mungkin, selain Sang Khalik yang ia tahu besar Kuasa-Nya, Jana menjadi sandaran lain yang lebih kecil tapi cukup bermakna. "Saya juga khawatir sama kondisi Kakak."

"Kevin? Emang dia kenapa?"

"Sekarang, dia beda." Ada jeda yang mengambil alih,—selain jarak duduk mereka berdua yang seperti dua kasih dengan pertengkaran kecil—Fandy menggigit bibir secara tak sadar, jari jemarinya saling memilin. "Dulu Kakak orangnya baik, penurut, nggak kayak sekarang. Tapi, semenjak Papa ngasih tahu kenapa dia bisa sukses, pikiran Kakak jadi berubah, dia ngikutin semua sifat Papa sepenuhnya."

Meski tak paham, tapi Jana memilih untuk terus mendengarkan. Kesedihan yang memendam luka berhasil menembus ke sanubari terdasarnya.

"Apalagi semenjak Papa nggak ada dan perusahaan bangkrut, Mbak tahu kenapa?" Jana mengerjap beberapa kali, lalu menggeleng polos. "Semuanya makin berantakan. Mungkin alur hidup saya sama kayak Mama dulu, Mama capek bilangin Papa, dan saya bakal capek juga bilangin Kakak."

[SEGERA TERBIT] Akhir dan Takdir || Jaehyun X Mina ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang