19° Rencana Tuhan

72 14 2
                                    

Janlup voment say

Bekal dalam tas Vika menjadi pengingat benaknya saat ini bahwa ada makanan yang sudah disediakan dengan rasa hangat menerba di dalamnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bekal dalam tas Vika menjadi pengingat benaknya saat ini bahwa ada makanan yang sudah disediakan dengan rasa hangat menerba di dalamnya. Selain itu, ingatan soal Mika yang bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan keluarga berusaha menyadarkan dirinya agar tidak boros, membelanjakan hal yang tak perlu, meskipun sebelum ini dirinya jarang sekali untuk jajan.

Namun, Vika tidak munafik, sederet donat dengan topping stroberi segar di dalam etalase toko kue sana cukup menggiurkan. Rasanya ia ingin menjadi preman yang meminta sesuatu dengan gratis.

Jam kuliah yang sejak tadi usai membawanya ke sini tanpa niat, seolah dompet Vika sudah tersedia banyak lembaran merah, seolah saldo rekening memuat banyak angka nol. Donat cantik itu sudah menjadi keinginannya sedari lama, tapi bagaimanapun harganya sungguh dapat membuat orang refleks mengelus dada. Bahkan saat sudah dibandrol dengan diskon, donat itu masih membuat meringis ngeri.

Mata Vika kembali mengerjap, sedikit berharap angka harga yang tertera tiba-tiba berubah lebih murah. Namun itu hanya ilusi semata yang sangat mustahil, nyatanya harga donat itu masih sama, 1 donat sama dengan 35.000. "Mana nggak bisa nawar." Permonologan barusan untung saja tidak ada yang mendengar.

Daerah sekitar yang cukup sepi menjadi penambah monolog Vika yang entah sudah sampai mana. Tak jauh dari sana, tangannya yang baru saja mengambil alih genggaman kotak berisi 12 donat dari si penjual, Dean mengutarakan tatapan heran pada titik di mana Vika berdiri. Bukan soal penampilan, wanita itu justru terlihat normal-normal saja seperti wanita pada umumnya. Namun yang mengundang perhatiannya ialah ketika Vika berbalik meninggalkan area dengan wangi menggiurkan ini, lantas menghampiri salah satu bocah penjual tisu.

Dean cukup tertarik dengan setiap pergerakan yang Vika ciptakan, di mana wanita itu berjongkok untuk menjajarkan tinggi dengan bocah ingusan itu, di mana wanita dengan buku tebal di tangannya mulai berbicara entah apa topiknya, di mana wanita itu mengudarakan tawa ramah, dan di mana wanita yang terus menarik perhatiannya mengambil sejumlah uang.

Rasa tertarik yang terus hinggap membawa Dean untuk melangkah meninggalkan area toko donat, meninggalkan beberapa meter di belakang Vika, membiarkan si wanita fokus berbicara dengan bocah ingusan yang sesekali tertawa begitu lucu.

Tapi, sepertinya lebih lucu wanita itu.

"Kakak serius mau beli semua tisu Radit?" Si bocah ingusan—Radit—yang jika dilihat sudah harus masuk sekolah dasar itu bertanya dengan polos, lantas menatap ke arah tas besar yang dibawa dengan banyak tisu di dalamnya. "Ini banyak banget soalnya, Kak."

"Aduh ... gimana, ya? Jakarta sekarang lagi panas banget, Dek." Dean tersenyum simpul kala Vika berucap demikian, terlalu kentara aktingnya. "Jadi Kakak butuh semua tisunya." Namun sepertinya bocah bernama Radit itu percaya, wajahnya nampak serius dan tak lama berangsur semringah.

Sedikit benak mempertanyakan, apa Jakarta sepanas itu? Bahkan ini malam hari.

Transaksi jual-beli itu berlangsung cepat, Dean melihat jelas Radit yang masih tersenyum lebar, enggan melunturkan bentuk kebahagiaan karena mungkin 2.000 perak harga tisu cukup berarti, apalagi kini diborong semuanya. Dilihatnya kemudian Vika menerima satu tas besar itu setelah beberapa lembar uang sudah berpindah tangan.

[SEGERA TERBIT] Akhir dan Takdir || Jaehyun X Mina ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang