17° Sampai Kapan?

62 10 0
                                    

Janlup voment biar semangat up nya

🐨HAPPY READING🐨

Rumah dengan nuansa sederhana menyambut hangat kedatangan Mika, kepalanya celingukan melihat satu persatu barang yang tak mengusung unsur spesial selagi menunggu presensi Dina kembali dari dapur. Sofa yang didudukinya bisa diprediksi sudah lama, tapi masih begitu kokoh, begitupun dengan mejanya yang sudah sepaket. Televisi di depan sana terlihat bersih dengan barang-barang kecil di sekitarnya yang juga tertata rapi.

Beberapa detail kecil yang Mika sebutkan dalam benak menjadi kegiatan penting dadakan selagi menunggu, jari jemarinya sedikit gugup memilin satu sama lain, pundaknya sedari tadi sudah meluruh kebingungan.

Dirinya bertanya, apa ini langkah yang tepat untuk menceritakan semuanya kepada Dina? Orang asing yang baru masuk ke lingkup kehidupannya baru-baru ini.

Dalam tanya, puluhan persen keyakinan seakan membujuk pertanyaan barusan untuk tidak khawatir pada apa yang akan dilakukan, seakan yakin Dina adalah orang yang paling tepat untuk diceritakan semuanya, untuk dijadikan orang pertama atas segalanya.

"Sorry lama sama cuma teh hangat, Mik." Setelan rumahan Dina menyapu fokus Mika, celana cokelat susu dengan atasan berwarna senada menyajikan kesan lembut seperti tutur kata si empu.

Mika lantas menggeleng sungkan, merasa kedatangannya begitu merepotkan hingga tuan rumah harus menyiapkan sesuatu. "Enggak usah repot-repot, Din. Gue ke sini cuma mau ngomong sebentar, jadi nggak enak guenya."

Dina terkekeh renyah, tidak setuju jika dirinya merasa direpotkan. "Santai aja." Dalam sepersekian detik raut wajahnya sedikit berubah mengandung keseriusan. "Sekarang, lo mau ngomong apa?"

Pertanyaan barusan mampu membuat Mika sedikit terkejut, terlalu cepat menurutnya jika harus langsung menuju poin. Rasa labil kembali hadir seperti masa remaja yang bingung memilih keputusan. Sedari malam padahal dirinya sudah yakin ingin bercerita, menyiapkan kerangka tak kasat mata secara tersirat. Namun, entah mengapa di saat bibirnya yang diharapkan untuk meluapkan semuanya justru sekarang kembali mengatup seakan enggan untuk terbuka. Tangannya sampai saat ini masih memilin, bahkan ada campur aduk beberapa tetes keringat penuh rasa kekhawatiran.

Raut wajah itu mudah terbaca bagi Dina, raut di mana di dalamnya mengandung kecemasan yang barusaha diluapkan tapi di sisi lain masih ada keraguan. "Lo udah siap buat cerita?"

Mika mengangguk mengiyakan. "Tapi susah rasanya."

"Pelan-pelan, gue dengerin sampai selesai."

Rasa bimbang perlahan memaksa untuk hilang, kekhawatiran Mika seakan terjawab dengan kata-kata barusan, meski masih sulit bagi bibirnya untuk diajak kerja sama. Kepercayaan itu perlahan menunjukkan jati diri agar berpegang penuh keteguhan pada lawan bicaranya saat ini. Tarikan serta helaan napas diputuskan menjadi awal dari cerita, ketenangan yang diharapkan mulai turun satu persatu memeluk dirinya dengan lembut meski sedikit goyah.

"Gue ..." Mata yang semula berjanji tidak mengeluarkan air mata, kini mulai memejam, menahan janji pada dirinya yang harus ditepati. "Diperkosa sama cowok yang tinggal di kamar dua tujuh lima."

Getaran jantung meremang dalam diri Dina, bulu kuduknya entah mengapa berdiri penuh kejutan. Dirinya tidak sangka sejauh ini masalah yang menyelimuti Mika. Dua testpack sebelumnya yang ia temukan memang menjadi bukti utama, tapi ia pikir masalah di sini adalah tentang dua pasangan yang telah berbuat namun satunya meninggalkan.

Ternyata, separah ini.

Cerita itu mengalir tidak begitu lancar, suara Mika semakin terdengar pilu yang berusaha ditahan, melihat orang di depannya berbicara mampu menyalurkan semua rasa campur aduk pada Dina. Tak ayal, di kala satu air mata menitik, ia langsung bangkit dan berpindah duduk ke samping Mika. Semula Mika terdiam, ekor matanya mengikuti setiap inci gerakan dari Dina, hingga tatapannya beradu dengan orang di depannya.

[SEGERA TERBIT] Akhir dan Takdir || Jaehyun X Mina ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang