11° Waktu Resah

65 8 0
                                    

Janlup Vote comment biar makin semangat up nyaa 💌

🐨HAPPY READING🐨

Laptop yang biasanya tak kenal kata berhenti, selalu digunakan dengan suara tekanan keyboard yang mengisi ruangan bernuansa krem nan sunyi, kini dialih fungsikan seakan barang bekas yang sudah tak terpakai. Mungkin, jika benda itu dapat berbicara, maka secara langsung akan ia tanyakan mengapa tuannya itu terdiam dengan tatapan kosong, tidak seperti biasanya yang akan selalu mengerjakan tugas apa pun tanpa mengenal waktu lebih dalam.

Diamnya Kevin menyimpan banyak suara berisik dalam benak. Matahari yang semakin terik tak juga memberikan alarm padanya untuk berhenti dan fokus pada pekerjaan. Otaknya yang setiap hari tanpa lelah mengeluarkan ide cemerlang berhenti berfungsi, bayang-bayang tentang Mika terus memutar tanpa lelah.

Di situasi ini, Kevin muak atas apa yang telah terjadi. Ada perasaan benci dengan diri sendiri karena telah melakukan hal itu. Andai saja jika dirinya bisa menyeimbangkan fungsi otak, sudah dipastikan momen itu tak akan terjadi. Namun, nasi sudah menjadi bubur, pikiran negatifnya tak lagi bisa membalikkan semuanya menjadi semula.

Semuanya sudah terjadi. Meski bukan dasar keinginan secara sadar, Kevin tetap saja sudah menodai seorang wanita yang bahkan tidak dikenalinya.

"Heh!"

Kevin mengerjap beberapa kali, jantungnya benar-benar ingin mencelos saat itu juga karena sentakan yang tiba-tiba barusan. Dilihatnya Dean melempar tatapan tajam seperti biasa.

"Lo kenapa?" Bagai orang asing, pertanyaan Dean tak dijawab sepatah kata pun oleh Kevin, hanya semilir dinginnya ac yang menyeruak menusuk relung jantung, seakan mendukung emosinya untuk mencuat.

Untung saja suasana hati Dean sedang bagus karena keuangan perusahaan sedang meningkat, jadi syukurlah ia tidak menaruh emosi marah sedikit pun, justru sedikit heran dengan rekan kerja sekaligus teman yang kembali melamun. "Lo ada apa, sih?"

Ditanya barusan mampu membuat kesadaran Kevin kembali dalam sepersekian detik, pria itu lantas menggeleng ragu dalam kebisuan. Namun, di enam detik berikutnya hembusan napas keluar.

"Kalau ada masalah cerita." Ujaran Dean seakan melupakan sikap dan emosi marah sehari-harinya yang setebal tisu dua lapis. "Kalau dipendam sendiri, malah nambah beban pikiran."

Lagi, Kevin menggelengkan kepalanya, memberi sinyal bahwa prasangka buruk Dean hanya terkaan singkat saja. "Lo ke sini mau ngapain?" Alihan topik yang ia berikan mampu membuat Dean ikut menghela napas kasar karena bentuk perhatiannya diabaikan begitu saja.

Namun tak lama wajah masam Dean tenggelam kala mengingat tujuannya datang ke ruangan teman sekaligus bawahannya itu. "Proposal gimana kabarnya? Gue juga perlu jadwal meeting secepatnya."

Meski dirinya sudah biasa mengerjakan tugas bertumpuk, kali ini hanya sosok Mika yang menarik ulur memorinya untuk tetap tercekat. Padahal beberapa detik lepas sudah membawa fokusnya untuk terangkat, tapi bagai diteror, otaknya kini kembali menghadirkan presensi wanita itu tiba-tiba, tanpa keinginan untuk mengundang terlebih dahulu.

"Vin ..."

Baiklah, jika Raka ada di sini, sudah dipastikan pria berwajah tenang itu akan kagum dengan pembawaan emosi Dean kali ini, meskipun sifat Kevin bisa saja mengundang amarah lebih cepat.

Dean yang masih dalam pendiriannya untuk tidak melempar amarah, tanpa aba-aba mulai menempelkan kopi yang perlahan hangat—letaknya di ujung meja—ke pipi kiri Kevin. Berhasil sempurna, pemilik pipi yang kian memerah itu langsung terlonjak dengan pupil matanya yang membesar.

[SEGERA TERBIT] Akhir dan Takdir || Jaehyun X Mina ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang