31° Tentang Mengapa?

39 8 0
                                    

Yg voment aku kasih sarangek

Pagi kali ini Mika diselimuti perasaan aneh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi kali ini Mika diselimuti perasaan aneh. Area ruang tamu menjadi tempat untuknya duduk termenung, berusaha memikirkan kata yang baik diucapkan kepada Vika. Meski si Adik belum menodongkan kecurigaan, tapi itu tak membuat degup jantungnya tenang.

Untuk ini, Mika lebih memilih bicara lebih dulu ketimbang Vika menyela bertanya dengan rasa kecewa yang siap menyergap. Meski begitu, tetap kebohongan meliputi, seakan kejujuran penuh bukanlah sebuah tujuan rasa tenang.

Apalagi mengingat besok dirinya akan ke Surabaya, rasanya alarm semakin bergetar agar dirinya banyak mengambil tindakan. Di lain itu, Mika yang sudah izin akan kepergiannya esok hari, pun belum mengundang Vika untuk bicara empat mata.

"Kak, bengong aja." Basa-basi mengudara, membuat Mika menoleh saat itu juga dan menatap Vika yang duduk di sebelahnya. "Bunda mau masak apa, sih, sampai ke pasar dua kali? Padahal Vika bisa, loh." Kemudian helaan napas jengah terdengar jelas. "Tapi kayaknya Bunda masih nggak percaya aku bisa bedain kunyit sama jahe."

Kontan Mika yang sudah tersadar dari lamunan, pun tertawa lepas. Adiknya itu memang suka ada-ada saja, padahal menurutnya kunyit dan jahe itu mudah dibedakan. "Tradisi awal bulan, Vik. Makanya Bunda butuh banyak bahan."

Vika hanya mengangguk singkat. "Semur enak, tuh." Setuju, semur memang seenak itu.

"Terus malamnya opor, ya?" ujar Mika sedikit melunjak, membuat Vika langsung merotasikan bola matanya.

"Lebaran kali, ah." Mika kembali tertawa mendengarnya, terkadang celetukan Vika tak beda jauh dengan Lea, cukup lucu.

Kemudian hening menyergap yang terasa tak enak menyelimuti, pun Mika kembali teringat dengan topik dalam lamunannya tadi. "Bunda masih lama nggak, ya?"

Bukannya mengangguk atau menggeleng, Vika justru mengedikkan bahu pertanda kurang tahu. "Tergantung ngantri apa nggak, Kak. Soalnya langganan Bunda, kan, jualannya ramai terus."

Anggukan pun menjadi balasan bahwa Mika paham penuturan dari Vika barusan. Kalau begitu, dirinya berdoa supaya langganan Ratih biasa beli ramai agar banyak ruang bicara di sini. "Vik, soal ... calon suami kakak ..."

Ternyata masih berat meski tidak sebanding kala dirinya harus bercerita luas pada Dina beberapa waktu silam lamanya.

"Kak Kevin, kan, namanya?" Kala sebuah anggukan menjadi jawaban pertanyaannya, Vika kembali melanjutkan, "kenapa, tuh?"

Padahal bisa saja Vika langsung menodongkan segala bentuk kecurigaan saat ini juga, tapi wanita yang masih stres dengan tugas kuliah itu memilih untuk tetap bungkam.

"Kamu lihat Kakak marah-marah sama Kevin, kan?"

"Marah-marah?" Pura-pura bodoh, Vika masih tetap pada prinsipnya untuk membenamkan segala asumsi.

[SEGERA TERBIT] Akhir dan Takdir || Jaehyun X Mina ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang