13° Belum Saatnya

72 12 3
                                    

Janlup vote dan komen biar semangat up-nyaa

🐨HAPPY READING🐨

Teriknya panas matahari gagal membuat kesabaran Lea yang setipis tisu untuk terus menggerutu sejak tadi, sejak tadi ia terdiam. Di jam dua siang ini, mereka bertiga tidak seperti biasanya. Baik Lea maupun Jana yang sudah satu aliran sedari tadi ingin sekali menyuarakan tanya, tapi seakan ragu karena raut muka Mika seperti menyiratkan enggan untuk diajak bicara, kesedihan yang melanda wanita itu seakan enggan untuk singgah barang sedetik pun.

Sedari malam Lea belum juga bertanya sepatah kata pun pada Mika, dirinya muncul saat Kevin pergi, bertindak seolah tidak ada apa-apa, menerbitkan senyum khas miliknya.

Meski tidak biasanya Lea dan Jana tidak saling adu mulut, Mika seakan urung peduli untuk membeokan tanya.

"Mika," panggil Jana tuk pertama kalinya sejak perjalanan dari kafe tadi. Tetiba hawa canggung menyergap di antara mereka seiring si empu mengalihkan atensi. "Gue sama Lea nggak bodoh, lo kelihatan nyembunyiin sesuatu."

Refleks Lea menyenggol bahu Jana cukup keras, menyalurkan kode agar partner perkelahian tak ada habisnya itu menjaga segala ucapan. Jana yang paham dengan kode yang diberikan mulai menghela napas pelan. "Kita udah bertiga begini hampir dua puluh tahun, kita bertiga saling tahu seluk-beluk masing-masing. Emang mulut lo bilang nggak apa-apa, tapi mata lo sebaliknya ..."

Pada akhirnya Lea menganggukkan kepala, berniat ikut menyuarakan suara. "Gunanya kita bersama selama ini apa, Mik?" Seharusnya Mika tertawa mendengar penuturan serius dari Lea, sebab wanita itu cukup jarang berada di situasi serius, selalu menjadi pencair suasana. Namun yang dilakukan Mika hanya diam membisu dengan jantung sesak kian mendominasi. Ia benci situasi ini, situasi di mana secara tidak langsung harus menceritakan permasalahan dengan lepas. Ia ingin lari, tapi sisi hati lainnya memang butuh sandaran dengan penenang berupa ucapan.

"Kalau udah siap, cerita sama kita." Lea kembali mengangguk, menyetujui perkataan Jana barusan. "Jangan dipendam sendiri, nggak enak."

___

Kini, Kevin yang dikenal sangat gila dengan pekerjaan berubah seketika, dokumen yang biasanya dikerjakan dengan cepat tiba-tiba dianggurkan. Benaknya yang menyimpan banyak kecemasan memilih untuk mengerjakan dokumen sisa di kelanjutan hari karena tidak begitu mendesak waktunya. Laptop di depannya sudah sedari tadi tertutup, begitu cepat digunakan dari biasanya.

Lagi dan lagi Kevin memegang kening sembari meringis pelan akan perihnya luka yang tak kasat mata. Sebagai pelaku tak menutup kemungkinan dirinya juga mengalami rasa cemas yang amat, sebab hal itu di luar kendalinya.

Tak ingin berlama lagi dalam kantor—ingin cepat-cepat mengistirahatkan diri—, satu kaki langsung ditampakkan maju olehnya. Dengan begitu cepat langkah kaki kian bergantian seiring bayangan yang meninggalkan meja dan kursi kerja. Tatkala tangannya meraih kenop, saat itu juga pintu tetiba dibuka dengan penampilan siluet dari Dean yang terlihat saat itu juga.

"Kenapa?" Nada tanya yang tak santai dilempar begitu saja oleh Kevin tanpa melihat dulu raut muka Dean yang nyatanya sedang masam. "Kerjaan hari udah selesai semua."

Terdengar jelas helaan napas kasar. Meski tak kasat mata, tapi hembusannya terasa kuat bagi lengan Kevin yang dibaluti jas. "Selesai?" Dean, pria itu mulai memijat pelipisnya dengan ringisan pelan yang mulai mengudara. "Jadwal meeting belum juga lo buat, ya, Vin."

Sejenak pikiran Kevin yang katanya ingin beristirahat kembali berpikir keras. Batinnya memperkeruhkan pertanyaan tersebut, perasaannya menguatkan bahwa pekerjaan hari ini sudah terselesaikan tanpa sisa.

[SEGERA TERBIT] Akhir dan Takdir || Jaehyun X Mina ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang