Chapter 6

470 64 18
                                    

terima kasih buat yang udah memberikan vote komen, meski ini cuma cerita remake💜

selamat membaca dan sorry kalo ada typo








🐹JinRene🐰







T-shirt putih yang dipadukan dengan jaket jeans denim, memberikan aksen tampah lebih muda, layaknya mahasiswa baru.

Iren tersenyum puas dengan penampilannya.

Selama hampir sepuluh tahun dia berkerja keras di ibu kota untuk pendidikan dan kariernya.

Iren tidak berasal dari keluarga yang menganggap pendidikan tinggi itu penting. Terlebih perempuan.

Bude-budenya berpikir bahwa karier terbaik bagi perempuan adalah ibu rumah tangga.

Kedua orangtuanya adalah orang dengan pemikiran sederhana. Boleh saja perempuan bekerja untuk membantu perekonomian keluarga, ibunya juga bekerja dengan membuka katering kecil-kecilan.

Tapi perempuan tidak boleh melupakan
bahwa tugas utama mereka adalah ibu rumah tangga.

Saat pengumuman penerimaan mahasiswa baru, usia Iren berusia delapan belas tahun, keluarganya tidak terlalu senang dia diterima di jurusan Ilmu Politik Universitas Indonesia.

"Kenapa Ilmu Politik?"

"Mau jadi apa kamu nanti setelah lulus?"

"Kenapa nggak di IKIP, jadi guru?"

Pertanyaan semakin menjadi-jadi, saat Iren lulus S1 dan langsung melanjutkan S2 dengan beasiswa.

Keluarganya selalu mempertanyakan, apa yang dia cari dengan pendidikan setinggi itu.

Kini Iren berdiri di depan cermin, puas
dengan hidupnya. Iren pikir dirinya mampu membuktikan bahwa seorang perempuan bisa berkarier di dunia luar, bukan hanya di dapur.

Bahwa meskipun dia seorang perempuan,
dia dapat hidup mandiri, baik secara finansial ataupun mental.

Tapi ternyata, itu justru membuat dengungan di keluarganya semakin besar.

Saat dia memutuskan lanjut S3, budenya berkata, "Yo pantes kamu ndak nikah- nikah. Orientasi hidupmu duniawi. Lupa dirimu wong wadon." (Ya pantes kamu nggak nikah-nikah. Orientasi hidupmu duniawi. Lupa dirimu itu perempuan)

Yang Iren inginkan sekarang adalah membuktikan bahwa seorang perempuan karier dapat menjadi istri yang baik juga.

Karena itulah dia memilih mencari orang yang
tepat, daripada menikah dengan orang yang ada. Iren yakin cinta adalah indikator serta penjaga dari keluarga yang bahagia.

Iren tidak mau menikah hanya karena umur. Hanya karena keharusan, bukan karena kemauan.

"Tapi apa yang gue lakuin sekarang?" tanya Iren pada dirinya sendiri. Suaranya pelan, nyaris seperti bisikan.

Menurut dirinya sendiri, Iren baru saja meruntuhkan prinsip-prinsip yang dia
pegang teguh selama ini.

Iren sendirilah yang justru mengacaukan pembuktian, yang dia rencanakan untuk keluarganya.

Menghancurkan apa yang sedang dia perjuangkan. Kenyataannya, dia memang menikah dengan lelaki yang ada, bukan lelaki yang dia cintai.

Iren menghela napas dan berkata pada dirinya sendiri, "Udahlah. Apapun yang terjadi, life must go on." Lalu mengambil tasnya dan memperhatikan sekali lagi kamar barunya.

Sebuah kamar yang cukup luas, dengan desain moderen.

Lebih luas dua dari kamarnya di rumah Gita dulu. Dan lebih luas dari kamarnya sendiri, di rumah keluarganya di Jogja.

YOUR EYES TELL [JINRENE]☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang